Unknown's avatar

Sepuluh Nikmat Allah agar Manusia dapat Melakukan Satu Kebaikan

Shaykh Nour Kabbani

Zawiyah Fenton, Michigan
12 Juli 2025


A‘ūdzu billāhi minasy-syaitānir-rajīm. 
Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm. 
Lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-‘aliyyil-‘aẓīm.
Waṣ-ṣalātu was-salāmu ‘alā Sayyidinā Muḥammadin, wa ‘alā ālihi wa aṣḥābihi ajma‘īn.
Wa man tabi‘ahum bi iḥsānin ilā yaumid-dīn, wa ‘alā sā’iril-anbiyā’ wal-mursalīn, wa ‘alā al-awliyā’ wa ‘ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn, wa ‘alayna ma‘ahum ajma‘īn, yā Arḥamar-Rāḥimīn.
Wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-‘aliyyil-‘aẓīm.

Destūr yā Sayyidī yā Sulṭān al-awliyā, Destūr yā Sayyidī wa Mawlāyā, madad yā Rijāl Allāh.

Assalāmu ‘alaikum wa raḥmatullāhi ta‘ālā wa barakātuh.

Al-ḥamdulillāh, kita telah berkumpul bersama untuk dzikrullah.  Bukankah itu benar?  Mengapa kita datang ke sini?  Untuk menyebutkan satu sama lain atau untuk menyebutkan Allah (swt)? Ijtama‘nā ‘alā ẓikr Allāh, kita telah berkumpul bersama untuk dzikir Allah, dan kita juga akan berpisah dalam dzikir Allah dan karena cinta kepada Allah (swt). Itulah salah satu kelompok yang akan berada di bawah naungan ‘Arasy, ketika kalian berkumpul demi cinta kepada Allah dan ketika kalian berpisah dalam cinta kepada Allah (swt).

Kami telah berkumpul di sini untuk dzikrullah.  Kami tidak berkumpul untuk hal lain.  Jika kita berkumpul di sini untuk tujuan lain, maka kita telah melakukan syirik. Jika kita datang ke sini berpura-pura untuk melakukan dzikrullah, tetapi sebenarnya kita di sini untuk sesuatu yang lain, maka ini bukan murni ibadah. Ini bukan khāliṣ.  Allah (swt) menginginkan ibadah yang murni kepada-Nya. Maka ketika kita bertemu, kita bertemu bukan untuk apa pun kecuali untuk cinta dan keridaan Allah.

Saya pikir saya membaca ayat ini hari ini. Saya mencoba mengingatnya, tetapi disebutkan,

قُلْ اَمَرَ رَبِّيْ بِالْقِسْطِۗ وَاَقِيْمُوْا وُجُوْهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّادْعُوْهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۗ كَمَا بَدَاَكُمْ تَعُوْدُوْنَۗ

Qul amara rabbī bil-qisṭ, wa aqīmū wujūhakum ‘inda kulli masjidiw wad‘ūhu mukhliṣīna lahud-dīn, kamā bada’akum ta‘ūdūn.

“Berdoalah kepada-Nya di setiap masjid dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus. Sebagaimana Dia telah memulai penciptaanmu, demikian pulalah kamu akan kembali (kepada-Nya).” (Surah al-A‘rāf, 7: 29)


Saya pikir itu dalam Surat al-A‘rāf.  “Wad‘ūhu ‘inda kulli masjidin” Panggillah Dia, pujilah Dia, ingatlah Dia di setiap masjid.  Ini adalah masjid.  Ada masjid di mana-mana.  Ada musallā di mana-mana. Ada masjid di mana-mana. Allah (swt) berfirman bahwa di masjid mana pun yang kalian inginkan, kalian bisa duduk di sana dan menyebut-Nya.  Kalian bisa duduk di sana dan berdoa. Kalian tidak perlu mengatakan, “Oh, ini bukan masjidku, aku tidak akan berdoa di sini. Aku akan kembali ke masjidku dan berdoa di sana.”  Allah (swt) berfirman, “Di setiap masjid.”  Kalian bisa berdoa, meminta kepada-Nya, dan memohon dari-Nya.  Jadi ini adalah masjid. Yang lain juga masjid. Kita datang ke sini untuk berdoa, untuk memuji, dan untuk menyebut Allah (swt) dan juga untuk menyebut sunnah Rasulullāh (saw).

Beliau adalah guru tertinggi. Beliau adalah guru tertinggi. Beliau datang untuk apa?  Mawlānā Shaykh Nāẓim (q) mengatakan bahwa salah satu nama beliau adalah Mu‘allimu al-nāsi al-khayr.  Beliau mengajarkan manusia al-khayr, kebaikan.  Rasulullah (saw) dikenal sebagai Udhunu khayrin. Beliau biasa mendengar dengan niat baik, dan ketika beliau berbicara, beliau juga berbicara dengan niat yang baik, hal-hal yang baik.

Maka mereka bertanya kepadanya, “Yā Rasūlallāh…” Ini adalah hadits yang disebutkan oleh Sayyidunā Imām Aḥmad dalam Musnad-nya.  Mereka bertanya kepadanya, “Ayyu al-nāsi khayrun?  Siapakah manusia terbaik? Mā syāʾ Allāh Ayman, kau mengklaim sebagai pekerja terbaik di sini, tukang kebun terbaik, “Aku mengklaim bahwa aku yang terbaik.”  Dia mengklaim dia yang terbaik. Semuanya mengklaim sebagai yang terbaik. Maka mereka bertanya kepada Rasulullah (saw), “Ayyu al-nāsi khayrun?rawāhu Aḥmad — hadits ini diriwayatkan oleh Imam Aḥmad.  Silakan dibaca kembali.

Beliau bersabda, “Ṭūbā liman ṭāla ‘umuruhū wa ḥasuna ‘amaluhū,” itu adalah kabar gembira bagi orang yang terbaik, yakni mereka yang mempunyai umur panjang dan memiliki amal yang baik dan sempurna. Jadi, kalian memiliki umur yang panjang, dan amal kalian selama hidup yang panjang ini semuanya baik. Itulah orang terbaik.  Jadi itulah sebabnya kita memohon kepada Allah (swt), “Yā Rabbi, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memiliki umur panjang dalam ṭā‘atillāh, dalam ketaatan kepada Allah (swt).”   

Salah satu praktik Naqsybandiyyah yang saya pelajari—walau saya kadang melewatinya karena malas, terutama di musim panas ketika saya perlu tidur sedikit sebelum fajr—adalah melakukan 100 kali shalawat dengan niat–saya mempelajarinya dari ayah saya.  Kalian berdiri menghadap kiblat, lalu kalian baca 100 kali “yā Ḥalīm” untuk meredakan kemarahan dalam diri, wahai insan, karena kalian adalah orang yang mudah marah. Kalian berdiri menghadap kiblat, dan mengucapkan “yā Ḥalīm” sebanyak 100 kali untuk menurunkan ambang kemarahan itu.

Kemudian kalian membaca 100 kali “yā Ḥafīẓ,” memohon agar Allah melindungi kalian, melindungi keluarga kalian, dan orang-orang yang kalian cintai dari penderitaan—baik penderitaan surgawi maupun penderitaan di dunia. Dan yang ketiga, seratus kali shalawat ‘alā al-niyyati ṭūlu al-‘umri fī ṭā‘ati Allāh, begitulah cara ayah saya mengajarkan saya, ‘alā al-niyyati–dengan niat ṭūlu al-‘umri–untuk panjang umur dalam ketaatan kepada Allah (swt). Mengapa? Karena dengan itu kalian akan menjadi orang terbaik.

Mawlānā Shaykh Nāẓim (q) hidup sampai 90 tahun.  Mawlana Shaykh Hisham (q) sampai 80 tahun.  Dikatakan bahwa Grandsyekh hidup sampai 120 tahun, karena zaman dulu umur tidak dihitung secara resmi. Mereka terus hidup begitu saja, begitulah yang saya dengar.  Jadi umur panjang dengan amal yang baik, umur panjang dengan ibadah-ibadah sunnah, umur panjang dengan puasa sunnah, shalat-shalat sunnah, menolong orang lain, berbuat baik kepada orang lain. Jika kalian ingin bertanya, siapakah yang terbaik di antara kita?  Lihatlah siapa yang memiliki umur paling panjang dan amal terbaik, itulah orang yang terbaik.

Rasulullah (saw) juga bersabda, “Al-a‘mālu sittatun,” bahwa kategori semua perbuatan manusia ada enam.  Enam kategori.  Beliau bersabda, dan sekali lagi ini disebutkan oleh Sayyidunā Imām Aḥmad—rawāhu Aḥmad—bahwa dua di antaranya adalah mujībāta, yakni penjamin.  Dua kategori amal adalah penjamin, mereka menjamin sesuatu untuk kalian.  Satu amal mithlun bimithlin, satu berbanding satu, seperti tit-for-tat, satu untuk satu. Lalu satu hasanah dibalas dengan sepuluh kali lipat; dan satu ḥasanah dibalas tujuh ratus kali lipat.

Jadi ada enam kategori amal.  Dua di antaranya adalah penjamin, yaitu yang menjamin sesuatu untuk kalian, sebagaimana diajarkan Rasulullah (saw) kepada kita. Beliau bersabda, barang siapa yang meninggal dunia, lā yusyrik billāh, dakhala al-jannahItu adalah jaminan bagi semua orang yang tidak melakukan syirik kepada Allah (swt) pada saat kematiannya, di atas ranjang kematiannya, orang itu meninggal dunia dan tidak mempersekutukan Allah (swt).  Seluruh pekerjaannya hanya untuk wajah suci Allah (swt), tidak ada apa-apa di antaranya, tidak ada agenda tersembunyi. Itu adalah hal tersulit untuk dilakukan. Maka dikatakan bahwa siapa pun yang melakukan hal itu, lā yusyrik billāh—tidak mempersekutukan Allah (swt), tidak ada kemitraan dengan Allah (swt)—akan masuk Jannah.  Itu adalah salah satu jaminan. Maka insyā Allāh, kita bisa termasuk dari golongan itu. 

Mintalah kepada Allah (swt) jika kalian telah melakukan syirik khafī, bukan syirik jalī. Bukan syirik yang terlihat seperti patung, batu, atau sesembahan lain yang mereka lakukan, tetapi ada syirik khafī, syirik yang tersembunyi—yang disebut riya’, yaitu pamer.  Kalian memperlihatkan sesuatu, tetapi menyembunyikan sesuatu. Itu pun termasuk bentuk syirik—kalian telah bermitra dengan ego kalan dalam amal-amal kepada Allah (swt), dalam ibadah kepada Allah (swt).

Rasulullah bersabda bahwa kategori pertama dari amal adalah mujībāta, ia akan menjamin kalian. Jika kalian meninggal dunia tanpa mempersekutukan Allah (swt), tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun, maka kalian akan masuk Surga.

Penjamin kedua adalah kategori amal kedua, barang siapa yang meninggal dunia–yusyrik billāhi syay’ania telah menyekutukan sesuatu dengan Allah (swt) —dakhala al-nār, ia akan masuk Neraka.  Musyrik, orang yang mengatakan: dua, tiga, empat, sepuluh, bahkan ratusan.  Berapa banyak keinginan yang kita punya? Jutaan. Maka bisa jadi kalian telah menempatkan jutaan keinginan itu sebagai tuhan kalian. Maka berhati-hatilah juga.

Kemudian mithlun bimithlin, satu untuk satu; sebagaimana dikatakan oleh para Awliyaullah, al-ḥasana ‘l-manwiyyah kalian berniat melakukan amal baik, tetapi karena terhalang, kalian tidak melakukannya. Tetapi jika kalian ingin melakukannya, dan Allah (swt) tahu bahwa kalian benar-benar ingin melakukannya, maka Allah (swt) menuliskannya untuk kalian sebagai satu ḥasanah.  Jadi, jika kalian berniat melakukan kebaikan tetapi tidak bisa, Allah (swt) tetap memberikan kalian ganjaran satu kebaikan, jadi itulah satu untuk satu.

Kemudian, ada juga sayyi’an maf‘ūlan keburukan yang telah kalian lakukan. Allah (swt) akan memberi kalian satu sesuai dengan satu keburukan itu, tidak lebih. Jadi satu untuk satu pula. Maka itu sudah empat kategori.

Yang lainnya adalah perbuatan baik yang dibalas sepuluh kali lipat, itu adalah ḥasanah biasa. Jika kalian melakukan satu kebaikan, Allah (swt) akan memberi kalian sepuluh balasan. Ketika kalian berniat melakukannya tetapi kalian tidak sempat melakukannya, Allah (swt) tetap menuliskannya untuk kalian. 

Saya mendengar dari Mawlānā Shaykh Nāẓim bahwa pada Hari Kiamat, buku catatan amal Mukmin akan diberikan kepadanya.  Mereka akan melihat ke dalam buku itu dan berkata, “Yā Rabbī, ya Tuhanku, aku tidak ingat melakukan semua ini. Apakah ini buku yang salah?  Apakah ini buku milik orang lain?”  Dan dikatakan kepadanya, “Tidak, itu milikmu. Kau berniat melakukannya, tetapi tidak punya kesempatan.  Aku telah menuliskannya untukmu.”  Lihatlah Kemurahan Allah, karam, bagaimana Dia menyelamatkan kita.  Ya, kalian ingin melakukan sesuatu yang baik, tetapi kalian tidak bisa melakukannya—namun Allah (swt) tetap menuliskannya.  Jadi ada ganjaran satu untuk satu, dan juga ada keburukan yang dibalas dengan balasan setimpal. Kemudian satu, Allah (swt) akan membalas kalian sepuluh kali lipat, lalu ada juga satu kebaikan dan Allah (swt) akan melipatgandakannya 700 kali lipat. Rasulullah (saw) menyebutkan bahwa ganjaran 700 kali lipat itu adalah untuk mereka yang menginfakkan hartanya di jalan Allah. Itu adalah bentuk tertinggi dari ḥasanah.

Jadi ada enam kategori amal.  Dalam hidup kalian, kalian harus memastikan bahwa kalian bekerja dalam kategori-kategori itu.  Siapa yang menginfakkan di jalan Allah akan mendapatkan tujuh ratus kali lipat. Jika kalian melakukan satu perbuatan baik, kamu mendapatkan sepuluh. Kalau kalian berniat melakukan kebaikan tetapi kalian tidak bisa melakukannya, kalian tetap mendapat ganjarannya. Bila kalian melakukan perbuatan buruk, ucapkan “Astaghfirullāh.” Jika kalian berdosa, ucapkan, “Lā ilāha illallāh.”  Selalu iringi keburukan dengan amal kebaikan. Dan hal termudah adalah langsung mengatakan “Astaghfirullāh.” Dan jangan menyekutukan Allah dengan apa pun, karena jika kalian melakukannya, kalian akan kehilangan kekekalan. Banyak orang menyekutukan Allah (swt) hanya demi kehidupan dunia yang fana ini—kehidupan yang tidak akan bertahan lama bagi siapa pun.

Mā syā’ Allāh, kita mempunyai anak-anak muda di sini. Di mana Mumi?  Apakah dia di sini atau… oh, dia di Ohio?  Oh, itu Mumi. Kau tidak pergi dengan pamanmu? Al-ḥamdu lillāh, baik untukmu.  Dia orang yang kuat.  “Aku bisa menikmati hidup ini.”  “Aku punya segalanya untuk menikmatinya—kecuali uang.”  “Tapi aku tetap bisa menikmati hidupku.”  “Lihat aku, bagaimana aku bisa menikmati hidupku di usia ini?”  Lihatlah orang-orang tua.  Dunia ini bukan untuk kalian.  Kalian pikir ia akan menjadi milik kalian dan kalian akan menikmatinya selamanya.  Tetapi kenyataannya, kalian hanya menikmatinya sampai usia 40 atau 45. Setelah itu, kalian mulai merasakan sakit di sana-sini.  Tubuh mulai melemah, menurun perlahan. Di mana dunia kalian saat itu?  Kalian punya semua uang di bank, tetapi apakah kalian benar-benar menikmatinya? Tidak. Kalian tidak bisa bepergian. Kalian tidak bisa melakukan hal-hal yang dulu kalian sukai. Kalian sudah habis. Kalian kehilangan kekekalan karena mengejar dunia.

Jika kalian menyekutukan Allah (swt) dengan sesuatu di dunia ini, kalian akan kehilangan apa yang sesungguhnya penting di Akhirat.  Rasulullah (saw) menunjukkan kepada umatnya bahwa hal terpenting adalah syirik tersebut, baik syirik jalī—yang ada di depan kalian dan syirik khafī—yang tersembunyi dalam niat.  Dalam niat kalian, kalian menyekutukan sesuatu dengan Allah. Kalian mengatakan, “Aku akan ke masjid,” tetapi lalu berpikir, “Mungkin aku akan bertemu seseorang dan bisa membangun jaringan.  Mungkin aku bisa mendapatkan pekerjaan, pinjaman, atau mencapai kesepakatan.” Kalian pergi ke masjid untuk berdoa atau untuk mencapai kesepakatan? 

Jadi syirik itu dilihat dari niat kalian—niat kalian harus murni sejak awal. Walaupun nanti syaithan datang untuk merusaknya, namun jika dari awal niat itu murni, maka amal tersebut tetap diterima. Jika kalian berkata, “Aku akan datang ke masjid hanya demi Allah (swt),” lalu ternyata di sana kalian bertemu seseorang dan melakukan kesepakatan atau pinjaman, itu terjadi setelahnya—bukan bagian dari niat awal. Namun, jika sejak awal seseorang pergi ke masjid dengan niat tersembunyi untuk mencari keuntungan dunia, maka di situlah syirik tersembunyi masuk.  Maka, jagalah niat kalian agar selalu murni karena Allah (swt) semata.

Itulah sebabnya Rasulullah (saw) bersabda bahwa amal kalian tergantung pada niatnya.  Jika niat kalian baik, amal kalian akan diterima.  Innamal a‘mālu bin-niyyāt, amal itu tergantung pada niatnya, jika niat kalian baik,mengamankan amal kalian.   Jika niat kalian buruk, maka apa pun yang kalian lakukan,  itu tidak akan dihitung; amal itu lenyap. Maka berhati-hatilah. 

Dalam hadits yang sama, Rasulullah (saw) bersabda, wan-nāsu arba‘—manusia itu ada empat golongan.  Jadi al-a‘mālu sittatun, amal itu ada enam; dan wan-nāsu arba‘, manusia itu ada empat.  Seperti disebut oleh Sayyidunā Imām Aḥmad, kategori pertama dari manusia adalah muwassaʿun ʿalayhi fī al-dunyā maqtūrun ʿalayhi fī al-ākhirah, ia mendapat banyak kenikmatan di dunia, tetapi disempitkan keadaannya di akhirat.  Mumi, engkau lihat orang-orang di luar sana dan kau mengatakan, “Oh mereka mempunyai begitu banyak uang, bagaimana mungkin?  Aku seorang Muslim dan Mukmin, aku berdoa siang dan malam, tetapi aku tidak punya apa-apa.”  Mereka mendapatkan segala sesuatu yang mereka inginkan di dunia; segalanya terbuka lebar bagi mereka, tetapi di Akhirat, Rasulullah (saw) bersabda, maqtūrun ʿalayhi, mereka akan berada dalam situasi yang sangat sempit di Akhirat—itu adalah al-kāfir al-ghani.  Itu adalah orang kaya yang menolak pesan surgawi. 

Kategori kedua adalah maqtūrun ʿalayhi fī al-dunyā muwassaʿun ʿalayhi fī al-ākhirah, begitu sempit rezekinya di dunia, tetapi di Akhirat ia mendapatkan keluasan dan kelapangan yang luar biasa. Itu adalah al-mu’min al-faqīr, Mukmin miskin yang menerima pesan-pesan surgawi. Jadi jangan bersedih jika kalian merasa tidak memiliki apa-apa di dunia ini. Pertanyaannya adalah: apakah kalian punya sesuatu di Akhirat?  Allah telah menjanjikannya. Maka Rasulullah (saw) mengingatkan kalian, karena banyak Muslim berkata, “Kami sudah melakukan semuanya yang benar, tetapi kami tidak memiliki apa yang mereka punya.” Rasulullah (saw) mengatakan kepada kalian bahwa sebagian orang memang akan mendapatkan segalanya di dunia, tetapi di Akhirat mereka dalam kesempitan. Itu adalah al-kāfir al-ghani—orang kaya yang menolak pesan surgawi. Dan sebagian lainnya tidak memiliki apa-apa di dunia; hidup mereka sangat sempit, mereka nyaris tidak mendapatkan apa pun, tetapi di Akhirat, segalanya akan terbuka bagi mereka. Itulah orang miskin yang menerima pesan surgawi.

Sebagian dari mereka ada juga yang muwassaʿun ʿalayhi fī al-dunyā wal fī al-ākhirah, mereka mempunyai segala sesuatu di dunia dan mereka juga memiliki segalanya di Akhirat. Itu adalah al-mu’min al-ghani—orang kaya yang menerima pesan surgawi. Namun sebagian lainnya, mereka sempit di dunia, dan sempit pula di Akhirat. Itu adalah al-kāfir al-faqīr, mereka adalah orang miskin yang menolak pesan surgawi.  Jadi kita ada di mana Ayman?

Kita ucapkan, “Terima kasih, ya Rabbī,”  kita ucapkan, “Syukran lillāh,” jangan mengeluh. Allah, salah satu Nama Suci-Nya adalah al-Bāsiṭ dan al-Qābiḍ. Kalian tahu nama ‘Abdul-Bāsiṭ’? Alhamdulillāh, semua orang tahu nama itu. Apa itu al-Bāsiṭ?  Hamba dari al-Bāsiṭ adalah ia yang Allah lapangkan segalanya untuknya. Maka Allah (swt) akan memberi kalian dan membuka segalanya sesuai kehendak-Nya. Tetapi Dia juga adalah al-Qābiḍ, yang membatasi, yang membuat hidup terasa sempit bagi kalian. Itu semua adalah hikmah-Nya.

Jadi, mungkin kalian akan mengalami beberapa tahun di mana segala sesuatu terasa begitu sempit, dan beberapa tahun yang terasa sangat indah, dan lalu kembali kepada kesempitan. Ya Allah (swt) sedang mengirimkan tajallī-Nya.  Dia mengirimkan nūr dari asmā’ullāh al-ḥusnā-Nya.  Dia mengirimkan cahaya surgawi dari Nama-Nama Ilahiah ini.  Itu adalah suatu kehormatan. Suatu kehormatan besar untuk dibusanai nūr dari semua Nama-Nama Ilahi. Jika kalian dibusanai cahaya dari semua Nama Ilahi, kalian telah menjadi walīyullāh.  Dan ketika kalian dibusanai dari ismullāh al-a‘ẓam, maka kalian telah menjadi sulṭān al-awliyā’.

Jika kalian dibusanai dengan 100 Nama seluruhnya—99 di antaranya diketahui dan satu tidak diketahui—maka yang satu itu adalah ismullāh al-a‘ẓam yang tersembunyi, hanya untuk Rasulullāh (saw). Beliau yang mengenakannya, itulah sebabnya beliau menjadi sulṭān al-anbiyā’—beliau adalah sultan bagi segala sesuatu.  Jadi, Allah (swt) akan mengirim tajali dari Nama-Nama Ilahiah-Nya pada kalian.  Dia ingin melihat apakah kalian menerimanya atau tidak.  

Rasulullāh(saw) memberitahukan kepada kita tentang enam kategori amal, dan yang paling penting adalah mengeluarkan unsur syirik dari jalan kita. Jika kalian ingin melakukan sesuatu, lakukanlah hanya untuk Allah (swt).  Percayalah kepada Allah (swt). Jangan mengasosiasikan siapa pun dengan-Nya. Dengan demikian kalian akan masuk surga dengan cepat. Kalau tidak, maka jalannya akan menjadi sulit.

Kemudian, ada sekelompok kategori manusia. Alhamdulillāh, Mumi, saya rasa engkau sudah tahu termasuk dalam kelompok yang mana.  Saya pun sedang mencari tahu kelompok saya, Ayman juga mencari tahu kelompoknya. Kita adalah kelompok muwassaʿun ʿalayhi fī al-dunyā wa al-ākhirah—kita termasuk kelompok di mana Allah telah memberi kita segalanya di dunia dan telah memberi kita segalanya di Akhirat. Apakah nikmat terbesar itu?  Nikmat terbesar adalah qabūl—bahwa Allah menerima kalian.

Dikatakan, ketika kalian melakukan satu ḥasanah—dan saya akan mengakhirinya di sini karena saya tidak ingin memakan waktu terlalu lama—maka ketika kelian menyelesaikan satu ḥasanah, ketika kalian telah selesai melakukan satu kebaikan, Allah (swt) berfirman bahwa kalian mendapatkan sepuluh.  Para Awliyā’ullāh mengatakan bahwa Allah (swt) memberikan sepuluh kenikmatan hanya agar kamu bisa melakukan satu amal baik. Agar bisa melakukan satu ḥasanah, Allah (swt) telah lebih dahulu memberi kalian sepuluh ḥasanah untuk melakukannya.

Salah satunya adalah ni‘mat al-ījād—nikmat wujud, nikmat bahwa kalian ada.  Apakah kalian melamar terlebih dahulu agar kalian ada, Ayman?  Atau engkau di atas menulis lamaran itu, “Yā Rabbī, aku melamar, bisakah aku memasuki dunia-Mu?”  Kemudian jawabannya muncul, disetujui atau ditolak, seperti proses lamaran yang kita kenal saat ini. “Aku melamar.” “Apakah kalian melamar?” “Tidak.”  Allah (swt) telah memberi kalian kenikmatan berupa keberadaan. Pertama, ni‘mat al-ījād — nikmat keberadaan.

Yang kedua adalah nikmat bahwa Allah menciptakan kalian dalam bentuk yang terbaik, sempurna. Apakah kalian senang jika kalian hanya mempunyai satu kaki?  Apakah kalian menyukainya jika tidak bisa mendengar? Atau jika kalian tuli, bisu, atau buta? Allah (swt) telah menciptakan kalian dalam kondisi sempurna agar kalian bisa melaksanakan ḥasanah kalian. Jadi pertama, Dia memberi kalian nikmat keberadaan agar kalian bisa melakukan amal baik. Lalu Dia memberi kalian nikmat penciptaan yang sempurna, agar kalian memiliki kemampuan untuk melakukan amal baik.

Ketiga, Dia memberi kalian tarbiyah.  Dia memberi kalian nikmat disiplin.  Ayah dan Ibu kalian, mereka membesarkan kalian. Itu juga adalah nikmat yang besar: untuk dibesarkan oleh orang tua.  Keempat, Dia memberi kalian ni‘mat ar-rizq, yaitu rezeki, sehingga kalian bisa makan, minum, dan memiliki kekuatan untuk melakukan amal baik. Kalian pikir kalian bisa melakukan perbuatan baik begitu saja?  Lihatlah semua nikmat yang telah Allah (swt) berikan terlebih dahulu. Dia memberi kalian sepuluh nikmat.  Itulah sebabnya dikatakan: satu ḥasanah diberi ganjaran sepuluh kali lipat.  Dia telah memberi kalian sepuluh agar kalian bisa melakukan satu.

Yang kelima, adalah nikmat bahwa Allah mengutus rasul kepada kalian.  Bukankah Dia mengirimkan rasul kepada kalian?  Bukankah itu juga sebuah kenikmatan?  Keenam adalah nikmat diturunkannya kitab — wahyu dari langit.  Apakah Dia menurunkan Al-Qur’an kepada kalian? Apakah Dia menyampaikan al-Qur’an kepada kalian? Itu adalah sebuah kenikmatan. Ketujuh, nikmat ditunjukkannya kepada kalian mana ḥasanah dan mana sayyi’ah, menunjukkan kepada kalian amal baik dan amal buruk.  Bukankah Al-Qur’an dan Rasulullah (saw) telah menjelaskan perbedaan antara amal baik dan buruk?  Ini adalah sebuah kenikmatan.

Kedelapan, adalah ni‘mat at-tawfīq — di mana Dia memperkenankan kalian untuk menginginkan berbuat kebaikan, bahwa Dia memperkenankan kalian mampu melakukan amal baik.  Dia memberi kalian uang, memberi kalian potensi, apa pun yang kalian perlukan untuk melakukan amal baik.   Mā syā’a Allāh, seseorang pergi haji tahun ini, mereka membayar $20.000 untuk berhaji — seperti yang saya dengar.  Mā syā’a Allāh, saya belum pernah mendengar angka sebesar itu sebelumnya. Rahang saya sampai jatuh ke lantai.  Tetapi yang lain, apakah mereka membayar $20.000 itu.  Jadi nikmat bahwa Allah (swt) mengizinkan kalian memiliki kemampuan untuk beramal baik; itu adalah tawfīq. Dia memberi kalian keberhasilan, kesuksesan, dan mengamankan tempat kalian untuk pergi haji, sementara yang lain tidak.  Dia telah mengatur semua keadaan agar kalian bisa melakukan amal baik.

Kesembilan, adalah ni‘mat al-ikhlāṣ — nikmat keikhlasan. Ketika kalian pergi haji, atau menunaikan umrah, atau melakukan amal baik, kalian melakukannya murni karena Allah (swt).  Itu juga merupakan nikmat dari-Nya bahwa Dia tidak mengizinkan syaithan bermain-main dengan hati kalian. Dia tidak mengizinkan dunia bermain-main dengan hati kalian. Dia tidak mengizinkan ego kalian dan hawa nafsu kalian bermain-main dengan hati kalian. Dia memblokir mereka, benar?

Sayyidunā Yūsuf (as) berkata bahwa kita semua melakukan keburukan, kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah (swt). Jadi ketika rahmat datang kepada kalian, maka segala sesuatu yang bisa membatalkan dan menggugurkan amal telah diblokir — karena Dia telah memberi kalian keikhlasan. “Yā Rabbī, amal ini hanya untuk-Mu.” Itu adalah ni‘mat al-ikhlāṣ, nikmat kesembilan.

Dan yang kesepuluh adalah ni‘mat al-qabūl — bahwa Allah berfirman, “Aku menerima amalmu.”  Karena bisa saja Allah berfirman, “Ini bukan untuk-Ku. Kau melakukannya untuk sesuatu yang lain. Pergilah kepadanya, ambillah upahmu darinya.” Itulah yang akan terjadi pada Hari Perhitungan: jika kalian melakukan sesuatu selain demi Allah, maka Allah akan berfirman, “Pergi ke sana, ambillah balasanmu darinya.”

Jadi sepuluh nikmat. Allāh (swt) telah memberi kalian sepuluh nikmat, atau sepuluh ḥasanah kepada kita agar kita melakukan satu ḥasanah.

Itulah sebabnya kita ucapkan, “Syukran lillāh.”  Allah (swt) telah memberikan kita segalanya di dunia ini.  Dia juga telah memberikan kita segalanya di Akhirat.  Dia tidak pernah membatasi apa pun dari kita. Kita mendapatkan segalanya. Jadi jangan mengatakan, “Aku tidak punya apa-apa di dunia ini.”  Jika kalian memiliki iman, maka kalian sudah memiliki segalanya.

Semoga Allah (swt) mengampuni kita. Semoga Allah (swt) menjaga kita bersama para awliyā’ Allāh. Allah (swt) menjaga kita dzikrullāh.  Semoga Allah (swt) menjaga kita bersama Rasūlullāh (saw). Dan semoga kita dapat mengikuti jalannya, apa yang beliau ajarkan, dan ajaran al-Qur’ān.

Bi ḥurmatil ḥabīb (saw), bi ḥurmatil Fātiḥah.

Leave a comment