Unknown's avatar

Nabi Muḥammad (saw) telah Membawa Undangan bagi Seluruh Umat Manusia

Mawlānā Syekh Nour Kabbani

Ṣuḥbah sebelum Shalat Jumat di Pondok Pesantren Terpadu Darussyifa Al Fithroh, Sukabumi
19 September 2025

A‘ūżū billāhi mina as-syaiṭāni ar-rajīm.
Bismillāh ar-Raḥmān ar-Raḥīm.
lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-‘aliyyil-‘aẓīm

Aqāmal ʿibād fīmā arāda wa lahu-l-murād fīmā yurīd, Jallāl-Wāḥidul-Farīd. 

Lā ilāha illallāh, lā ilāha illallāh, lā ilāha illallāh, waḥdahū lā syarīkalah, lahu-l-Mulku wa lahu-l-ḥamdu, yuḥyī wa yumītu wa huwa ʿalā kulli syayʾin qadīr.

Samīʿnā wa aṭaʿnā, ghufrānaka rabbanaa wa ilayka-l-mashīr

Rabbish raḥli ṣadrī wa yassir lī amrī wa-ḥlul ʿuqdatam min lisānī yafqahū qawlī, wa-jʿal lī wazīran min ahli

Usydud bihī azrī, Wa asyrik-hu fī amrī, kai nusabbiḥaka kaṡīrā, wa nażkuraka kaṡīrā, innaka kunta binā baṣīrā (Surat Ṭāhā: 20, 31–35)

Dastūr yā sayyidī yā sulṭān al-awliyāʾ, yā sayyid al-quṭbul mutasharrif, yā ahli, naẓarakum, madadakum, himmatakum yā rijālallāh

Assalāmu ‘alaikum wa raḥmatullāhi ta‘ālā wa barakātuh.


Saya tidak berbicara bahasa Indonesia, jadi saya berharap kalian mengerti sebagian dari bahasa Inggris.  Jika tidak, maka Rauf dapat— Berny ada di sini?  Oh Nashran ada di sini, baiklah.  Alḥamdulillāh kita mempunyai penerjemah, dan insyāʾAllāh kami akan menyempaikan beberapa kata.

Apa yang bisa kalian katakan?  Yang terbaik yang bisa kalian katakan adalah lā ilāha illallāh, kalian pasti tahu hal itu.  Jika kalian mengatakan, “Apa yang bisa aku ucapkan?”  “Apa yang bisa aku bicarakan?”  “Apa yang bisa aku baca?”  “Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak tahu.”  Jangan mengatakan, “Aku tidak tahu,” katakanlah, “Lā ilāha illallāh.”  Afḍalu ẓ-ẓikri, sebagaimana sabda Rasūlullāh (saw), lā ilāha illallāh

Dan jika kalian mengatakan, “Aku tidak tahu apa yang harus kuminta.” “Doa apa yang harus kubaca?”  “Apa yang sebaiknya aku minta?”  Rasūlullāh (saw) melanjutkan dalam ḥadīṡ yang sama, wa afḍalu d-duʿāʾi alḥamdulillāh.  Dan alḥamdulillāh adalah doanya Ahlul Jannah.  Ketika mereka dimasukkan ke dalam Surga mereka akan berdoa, alḥamdulillāhi rabbil-ʿālamīn.  Jadi jika kalian tidak tahu— “Apa yang harus kuminta?”  “Mā syāʾ Allāh guru-guruku—mereka tahu banyak; teman-teman sekelasku—mereka tahu banyak; orang tuaku—mereka tahu banyak, apa yang bisa aku ucapkan?”  Hal terbaik yang dapat kalian ucapkan adalah alḥamdulillāh.   

Dikatakan bahwa Sayyidinā Imām as-Sakhāwī (q) telah meriwayatkan di dalam kitabnya, al-Maqāṣid al-Ḥasanah,  Allāh (swt) mewahyukan kepada Mūsā (as), Yā Mūsā, a tuḥibbu an askuna maʿaka baytik?  Wahai Mūsā, apakah engkau suka bila Aku tinggal bersamamu di rumahmu?  Sayyidinā Imām as-Sakhāwī (q) melanjutkan, beliau mengatakan, “kharra lillāhi sājidan, Mūsā (as) tersungkur dan bersujud kepada Allāh (swt).”  Beliau berkata, “Yā Rabbī, bagaimana Engkau akan tinggal denganku di rumahku?  Dia menjawab, “Wahai Mūsā, tidakkah engkau tahu bahwa Aku, anā jalīsu man żakarani, Aku adalah teman duduk bagi orang yang mengingat-Ku.”  Wa hal ṡumma iltamastanī wajadtanī, ke mana pun engkau pergi dengan niat untuk mencapai-Ku, engkau akan menemukan-Ku.  

Jadi jika kalian ingin agar Allāh (swt) berada di rumah kalian; jika kalian ingin agar Allāh (swt) bersama kalian di pertanian; jika kalian ingin agar Allāh (swt) bersama kalian di toko; jika kalian ingin agar Allāh (swt) bersama kalian di universitas; jika kalian ingin agar Allāh (swt) bersama kalian di pengadilan, kalian hanya perlu mengucapkan, “Lā ilāha illallāh,” maka Dia bersama kalian.  Setiap kalian berada dalam kesulitan; setiap ada kejadian yang tidak menyenangkan terjadi; jika kalian merasa dalam bahaya, kalian hanya perlu mengucapkan, “Lā ilāha illallāh,” dan Allāh (swt) akan bersama kalian.  Jika kalian berada di perairan; jika kalian mencari-Nya di laut; jika kalian mencari-Nya di pepohonan; jika kalian mencari-Nya di langit, di mana pun kalian mencari-Nya, Dia ada di sana selama kalian melakukan żikrullāh.  

Kalian tidak perlu pergi ke timur, kalian tidak perlu pergi ke barat, kalian tidak perlu berjalan ke utara, kalian tidak perlu berjalan ke selatan.  Kalian tidak perlu mengatakan, “Aku harus pergi ke kota ini untuk bersama dengan Tuhanku.”  Tuhan kalian bersama kalian di kamar kalian, di malam hari, jika kalian melakukan żikrullāh.  Jadi jangan khawatir bila kalian tidak mampu pergi ke tanah suci–misalnya, ke kota-kota suci.  Jangan khawatir bila kalian tidak bisa pergi— kemarin saya berkata kepada mereka, “Bisakah engkau membawaku ke Walisongo?”  Mereka menjawab, “Itu terlalu jauh Syekh, kita harus naik pesawat.”  Jadi saya katakan, “Wahai Walisongo,” saya sudah berada di sana. 

Dia akan menjangkau kalian.  Jika Allāh (swt) disebutkan, Dia bersama kalian.  Dia akan menjangkau kalian dengan pertolongan apa pun yang kalian inginkan.  Kalian hanya perlu menyebutkan Nama-Nya.  Jadi kalian tidak perlu pergi ke kota-kota suci–”Aku miskin, aku tidak bisa pergi,” “Aku sakit, aku tidak bisa pergi,” “Aku tidak punya uang, aku tidak bisa apa-apa, oh aku kehilangan itu semua.”  Tidak, kalian tidak kehilangan apa-apa.  Kalian ucapkan, “Lā ilāha illallāh,” maka kalian berada di tempat yang paling suci di bumi ini. 

Awliyā’ullāh telah mengatakan bahwa ada seorang pria yang datang kepada Waliyullāh dan dia bertanya, “Bagaimana engkau bisa menjadi Waliyullāh?”  Beliau menjawab,  

آنَسْتُ بِالْأَمْرِ الَّذِي بِهِ تَسْتَوْحِشُ، وَاسْتَوْحَشْتُ مِنَ الْأَمْرِ الَّذِي بِهِ تَأْنَسُ
Ānastu bi ’l-amri allażī bihi tastawḥisy, wastawḥasytu mina ’l-amri allażī bihi ta’nus. 
Aku merasa tenteram dengan perkara yang engkau merasa asing darinya, dan aku merasa asing dari perkara yang engkau merasa tenteram dengannya.

Aku mencintai dan aku memasukkannya ke dalam hatiku apa yang tidak kau sukai dan aku meninggalkan dan menjauhi apa yang kau sukai.  Itu artinya aku menjadikan Allāh (swt) sebagai uns-ku, yang akrab bagiku, yang kucintai, dan sebagai sahabatku.  Dan aku meninggalkan dunia, yang engkau ambil sebagai kesenanganmu, ketenteramanmu dan sahabatmu.  Aku mengambil Allāh dan meninggalkan dunia, engkau mengambil dunia dan meninggalkan Allāh.

Orang yang tidak mengenal Allāh, sebagaimana Awliyā’ullāh mengatakan, man lam ya‘rif billāh lam ya’nas bi-żikrih, barang siapa yang hatinya tidak mengenal Allāh (swt), ia tidak akan merasakan ketenteraman dengan żikrullāh.  Orang yang tidak mengenal Allāh (swt) tidak akan senang dengan-Nya.  Dan orang yang tidak mengenal Allāh (swt) tidak akan membiarkan Allāh (swt) berada dalam hatinya.  Di dalam hatinya ada dunia.  Tetapi orang yang mengenal Allāh (swt), mereka telah mengeluarkan dunia dari hati mereka dan menempatkan cinta kepada Allāh di dalam hatinya. 

Jadi kalian tidak perlu kesal atau bertanya-tanya, “Bagaimana aku bisa mencapai level itu?  Level yang telah dicapai Waliyullāh seperti Walisongo.”  Bagaimana Walisongo bisa mencapai level mereka?  Mereka bersama Allāh sepanjang waktu.  Dan orang yang bersama Allāh sebagaimana yang telah dikatakan oleh Awliyā’ullāh bahwa Allāh mengatakan, “Apa pun yang menjadi milik-Ku, akan menjadi milikmu.”  Itu artinya langit dan bumi menjadi milikmu wahai Walisongo.  Apa pun yang berada di langit dan apa pun yang berada di bumi adalah untukmu wahai Walisongo.    

Allāh (swt) mengatakan hal itu di dalam Surat al-Jāṡiyah,

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِّنْهُ
Wa sakhkhara lakum mā fī as-samāwāti wa mā fī al-arḍi jamī‘an minhu
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya. (Surat al-Jāṡiyah, 45:13)             

Dia telah menyerahkan segala sesuatu untukmu, untuk kau gunakan.  Apa pun yang ingin kau lakukan, sakhkhara lakum, ia berada di ujung jarimu.  Apa pun yang ada di langit, apa pun yang ada di bumi, semuanya adalah dari-Nya untukmu.  Jadi apa pun yang ada di langit dan apa pun yang ada di bumi adalah untuk Wali tersebut, di mana Allāh (swt) berfirman, wa sakhkhara lakum, Aku telah menyerahkan semua itu kepadamu—itu artinya Waliyullāh dapat mencapai apa pun di langit dan di bumi.            

Jadi ketika saya mengatakan bahwa saya tidak bisa pergi mengunjungi Walisongo–semoga Allāh (swt) memberkahi asrar-nya dan mengangkat mereka lebih tinggi lagi, ketika saya menyebutkan mereka, mereka melihat saya.  Bagaimana mereka bisa melihat saya, bagaimana mereka bisa mencapai saya?  Karena mereka melihat dengan Allāh.  Bukankah hal itu benar?  Ketika Allāh mencintai seseorang, Allāh akan menjadi penglihatannya.  Bagaimana mereka dapat mendengar saya?  Bukankah benar, bahwa Allāh menjadi pendengaran bagi orang yang dicintai-Nya?  Dengan Allāh mereka mendengar, dengan Allāh mereka melihat dan dengan Allāh mereka menjangkau.  Itu adalah ḥadīṡ Rasūlullāh (saw) yang mengatakan, “Wahai manusia, kalian bisa menjadi seperti itu, jika kalian mengambil rute żikrullāh.”

Zikrullah bukan hanya dengan lisan.  Zikrullah sejati adalah kerinduan yang mendalam akan cinta Allāh di dalam hati kalian, di mana setiap saat kalian  tidak lalai dari kehadiran-Nya.  Jadi jika kalian ingin mencapai level wilayah, kalian ingin menjadi orang yang kuat, setiap orang ingin menjadi orang yang kuat bukan?  “Aku ingin menjadi orang terkuat di muka bumi,”  “Yang paling tinggi di muka bumi,” “Yang paling dihormati di muka bumi.”  Jika kalian bersama Allāh (swt), Allāh (swt) berfirman, “Aku akan memberimu bumi dan apa pun yang ada di bumi.”  Oleh sebab itu, pergilah ke rute tersebut, rute żikrullāh.  Marilah kita ucapkan lā ilāha illallāh fī ’l-khalwah—ketika kalian sedang sendiri, ucapkan lā ilāha illallāh, ketika kalian ada di universitas, ucapkan lā ilāha illallāh, ketika kalian berada di rumah, lā ilāha illallāh, setiap saat kalian ucapkan, lā ilāha illallāh baik dengan lisan maupun dalam hati.   

Itulah sebabnya ketika Rasūlullāh (saw) bersabda, “Afḍalu ż-żikri lā ilāha illallāh” yang terbaik yang dapat kalian lakukan, yang terbaik yang dapat kalian katakan, yang terbaik yang dapat kalian ingat adalah lā ilāha illallāh karena itu sudah cukup bagi kalian untuk mencapai wilayah. 

Rasūlullāh (saw), hati beliau selalu terbuka.  Hati beliau tidak pernah tidur.  Hatinya selalu bersama Allāh (swt) setiap saat dan itulah jalan beliau.  Itulah sebabnya kita katakan, Muḥammadur Rasūlullāh (saw), untuk mencapai kemurnian hati sebagaimana Allāh (swt) berfirman,

أُو۟لَٰٓئِكَ كَتَبَ ٱللَّهُ فِى قُلُوبِهِمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍۢ مِّنۡهُۖ
Ūlāika kataba llāhu fī qulūbihimu l-īmān wa ayyadahum birūḥin minhu
Mereka itulah orang-orang yang telah ditanamkan Allāh keimanan dalam hati mereka dan dikuatkan-Nya dengan pertolongan dari-Nya. (Surat Al-Mujādilah, 58:22)

Allāh (swt) telah menanamkan iman di dalam hati mereka, yakni lā ilāha illallāh. Ketika kalian sudah mengeluarkan segala sesuatu dari hati kalian, dan hanya memperkenankan Allāh yang masuk ke dalam hati kalian, Allāh (swt) akan menuliskan hal itu di dalam hati kalian dan Dia akan mendukung kalian dengan ruh.  Apakah ruh itu?  Allāh (swt) berfirman, “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, tetapi mereka tidak mengetahui tentang ruh.”  Mereka tidak mengetahui apa-apa tentang ruh; tetapi ruh dapat dijelaskan dengan Qur’ān.  Qur’ān menjelaskan dirinya sendiri. 

Allāh (swt) berfirman di dalam Surat an-Naḥl ayat kedua–karena saya baru membacanya belakang ini dan saya merenungkannya, ketika kalian membaca al-Qur’ān kalian harus merenungkannya, tafakur. 

أَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ

يُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ

Asta‘īżubillāh
Yunazzilu ’l-malā’ikata bi-r-rūḥi min amrihi
Dia menurunkan malaikat dengan membawa wahyu atas perintah-Nya. (Surat an-Naḥl, 16:2)

Dia menurunkan malaikat, yakni Jibril (as) dengan ruh, dengan kehidupan, dengan jiwa, atas perintah-Nya.  Sayyidinā Jibril (as) membawa al-Qur’ān.  Allāh (swt) menyebut al-Qur’ānil Karīm dalam Surat an-Naḥl sebagai ruh.  Oleh sebab itu ketika Allāh (swt) menuliskan di dalam hati kalian Nama Suci-Nya—itulah sebabnya kita menyebutnya “naqsy”, biarkan Nama Suci itu terukir dalam hati kalian.  Ketika ukiran atau “naqsy” itu terbentuk di dalam hati, Allāh akan mendukung kalian dengan al-Qur’ānil Karīm.  Kalian akan menjadi al-Qur’ān an-nāṭiq, al-Qur’ān yang berbicara.    

Muḥammadur Rasūlullāh (saw), Muḥammad kāna wa huwa al-ān, Muḥammad itu ada (sejak dahulu) dan dia (tetap ada) hingga sekarang, dā’iman huwa qur’ānun nāṭiq, beliau senantiasa adalah al-Qur’ān yang berbicara.  Itu artinya kalian lenyap, kalian tidak ada lagi di sana.  Siapa kalian?  Kalian adalah āyāt Allāh (swt), Tanda-tanda Allāh (swt).  Jika kalian mempunyai ruh tersebut, Allāh (swt) berfirman bahwa, “Aku mendukungmu dengan ruh dari-Ku.”  Allāh (swt) menjelaskan di dalam al-Qur’ān bahwa al-Qur’ānil Karīm disebut ruh dalam Surat an-Naḥl.  Jika kalian didukung dengan al-Qur’ānil Karīm, kalian akan menjadi al-Qur’ān yang berjalan, kalian menjadi āyah min āyātillāh, sebuah tanda dari tanda-tanda Allāh.     

Allāh (swt) berfirman, wa allażīna yu’minūna bi-āyātinā, orang yang percaya dengan ayat-ayat Kami, orang yang percaya dengan Awliyā’ Kami.  Jadi ketika kalian menjadi  āyah min āyātillāh, kalian menjadi Walī min Awliyā’ullāh.  Itulah ruh yang Rasūlullāh (saw) berusaha agar kita bisa mencapainya.  Beliau membawa al-Qur’ān suci untuk kalian pelajari dan untuk kalian sebarkan; tetapi selama kalian bukan Waliyullāh kalian akan mempelajari al-Qur’ān untuk dunia dan kalian akan menyebarkan al-Qur’ān untuk dunia.  Kalian akan menggunakan al-Qur’ān untuk membangun diri kalian, untuk mendapatkan lebih banyak ketenaran dan kekuasaan.  Itu bukanlah Waliyullāh.  

Awliyā’ullāh mengatakan bahwa jika kalian menggunakan al-Qur’ān untuk dunia, lebih baik kalian menggantungkan gendang di leher kalian lalu memainkannya untuk orang-orang agar mereka memberi kalian uang. Dikatakan bahwa jika ada al-Qur’ān di rak dan juga ada gendang di rak dan niat kalian adalah untuk mencari uang, maka jangan ambil al-Qur’ānnya, ambillah gendangnya.  Waliyullāh, walisongo mendengar dengan Allāh, melihat dengan Allāh, berjalan dengan Allāh ketika mereka berjalan, tetapi kini mereka beristirahat di kuburnya, dan semua Awliyā’ullāh, mereka mempunyai karakteristik yang sama, mereka dapat mendengar kalian.  Mereka adalah al-qur’ānun nāṭiq, mereka adalah al-Qur’ān yang berjalan dan berbicara.  Semua itu dimulai dengan lā ilāha illallāh.  Ketika kalian mengamalkannya dan kalian ikhlas dalam mengamalkannya, Allāh (swt) akan membimbing kalian menuju Nūr Muḥammad (saw).

يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ ۚ
Yahdī Allāhu li-nūrihi man yasyā’
Allāh memberi petunjuk kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki. (Surat An-Nūr, 24: 35)       
Dia akan membimbing kepada Nūr-Nya, siapa pun yang dikehendaki-Nya.  Itu artinya Muḥammad (saw) adalah Nūr tersebut.  

قَدْ جَاءَكُمْ مِّنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُّبِينٌ
Qad jā`akum minallāhi nūrun wa kitābun mubīn.
Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allāh dan Kitab yang jelas. (Surat Al-Māidah, 5: 15)

Telah datang kepadamu Nūr dari Allāh (swt), yakni Muḥammad (saw) dan kitab suci.  Jika kalian mengikuti kitab tersebut dengan Nūr Muḥammad (saw) kalian akan mencapai āyah min āyātillāh, kalian akan menjadi alqur’ānun nāṭiq, kalian akan menjadi orang yang mempelajari al-Qur’ān dan mengajarkan al-Qur’ān bukan untuk dunia, tetapi untuk ridha Allāh (swt).  

Jadi insyāʾAllāh, semua murid di sini, mereka semua adalah generasi muda, masyaAllāh mereka mempunyai kekuatan; dan daripada bermain sepak bola atau bola basket atau apa pun itu, duduklah dan bacalah 100 kali lā ilāha illallāh, itu lebih baik bagi kalian dan Akhirat kalian.  

Jadi orang tadi bertanya kepada Waliyullāh, bagaimana ia menjadi Waliyullāh.  Beliau menjawab, “Amattu mā kāna minnī ḥayyan, wa aḥyaitu mā kāna minnī mayyitan.”  “Aku telah menghidupkan apa yang mati pada diriku, dan aku telah mematikan apa yang hidup di dalam diriku.”  “Aku menghidupkan hatiku yang telah mati dalam diriku, dan aku mematikan ego burukku yang sebelumnya hidup dalam diriku.”  “Aku membangkitkan hatiku dengan Muḥammad (saw). Dan aku matikan egoku dengan al-Qur’ānil Karīm.”  Al-Qur’ānil Karīm mengajarkan bagaimana mematikan ego dan Muḥammad (saw) mengajarkan bagaimana menghidupkan qalb, hati.  Ketika hati kalian hidup, ia dapat melihat ‘Ālam al-Malakūt.  Semua dimulai dengan lailaaaah.  

Ibrāhīm (as) mengucapkan, lā ilāha illallāh.  Allāh (swt) berfirman, “Aku telah menunjukkan Ibrāhīm (as) Malakūtu as-samāwāti wa al-arḍ, Aku telah menunjukkan Ibrāhīm (as) ketika Dia telah menyempurnakan tauhid, Aku telah menunjukkannya Malakūtu as-samāwāti wa al-arḍ.

وَكَذَٰلِكَ نُرِيٓ إِبْرَٰهِيمَ مَلَكُوتَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلِيَكُونَ مِنَ ٱلۡمُوقِنِينَ
Wa każālika nurī ibrāhīma Malakūta as-samāwāti wal-arḍi wa li yakūna mina ’l-mūqinīn
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrāhīm kerajaan langit dan bumi agar dia termasuk orang-orang yang yakin. (Surat al-An‘ām, 6: 75)

Bukan hanya percaya, tetapi Aku telah menunjukkan kepadanya, yang membuatnya yakin.  Bukan hanya mengatakan, “Ya, aku percaya,” tetapi “Aku yakin bahwa itu ada.”  Apakah itu di Surat al-An‘ām Sayyidi?  Kami perlihatkan kepada Ibrāhīm (as) Malakūt, yakni alam rohaniah, bukan alam fisik, tetapi alam rohaniah.  Mengapa? Apa yang dilakukan oleh Ibrāhīm (as)?  Beliau berkata kepada ayahnya, “Aku tidak menyembah apa yang kau sembah.”  “Datanglah padaku, aku akan mengajarimu apa yang engkau tidak ketahui.”  

يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا
Yā abati innī qad jā’anī mina ’l-‘ilmi mā lam ya’tik, fattabi‘nī ahdika ṣirāṭan sawiyyan.
Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu yang tidak datang kepadamu; maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. (Surat Maryam, 19: 43)

Yā abati, wahai ayahku, aku mendapat ilmu yang tidak engkau dapatkan. Fattabi‘nī ahdika ṣirāṭan sawiyyan, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.  Apakah ilmu yang diterima oleh Ibrāhīm (as)?  Beliau menerima lā ilāha illallāh, sementara yang lain menyembah selain Allāh.  Jadi lā ilāha illallāh sudah cukup untuk Sayyidinā Ibrāhīm (as) untuk mencapai kesempurnaan dan melihat alam rohaniah dari langit dan bumi.

Itulah sebabnya guru kita mengajarkan untuk membaca 100 kali lā ilāha illallāh setiap hari.  Setelah ṣalāt Subuh kita membaca 100 kali lā ilāha illallāh, dan sekarang kita katakan, “Apa yang kita makan sekarang?”  Kalian melakukan żikir tetapi pikiran kalian mengatakan, “Makan, makan.” Ruh tidak makan!  Ego, nafs yang makan.  Ketika kalian mulai menyadari bahwa diri kalian bukanlah condong kepada makan, melainkan condong kepada berżikir dengan lā ilāha illallāh, maka kalian telah menempuh jalan yang benar menuju ke atas.

MasyaAllāh mereka mengundang saya ke tempat-tempat di Kanada dan Amerika, dan kami melakukan ṣalāt Subuh.  Setelah ṣalāt Subuh, mereka membawakan kue-kue, kopi, teh dan semua yang enak-enak.  Kita melakukan żikir lā ilāha illallāh, dan seharusnya kita merasa kenyang, maksud saya, saya sedang mencari sisi rohaniah.  Jadi itu berarti kita belum sampai ke tingkat yang tinggi itu.  Begitulah cara kalian dapat memahami diri kalian sendiri.

Jadi Ibrāhīm (as) mengucapkan lā ilāha illallāh, Allāh membuatnya dapat melihat.  Bila kalian ingin melihat, maka ucapkan lā ilāha illallāh.  Saya rasa ini cukup.  Semoga Allāh (swt) menjadikan kalian sebagai ẓākirīn, Al-ẓākirīn Allāha katsīran wa al-ẓākirāt, laki-laki yang banyak berżikir kepada Allāh dan perempuan yang banyak berżikir kepada Allāh.

Apakah żikrullāh merupakan jalan untuk mengikuti Rasūlullāh (saw)?  Kemarin Quadravox, group (qari) tersebut, yang sekarang ada dua orang, mereka yang membaca Al-Qur’ānil karim, mereka membacakan ayat yang hari ini terlintas dalam hati saya, barusan saja. 

أَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Asta‘īżubillāh
Laqad kāna lakum fī Rasūlillāhi uswatun ḥasanah liman kāna yarjullāha wal-yawma al-ākhira wa żakarallāha kaṡīran
Sungguh, telah ada bagi kalian pada Rasūlullāh teladan yang baik bagi orang yang mengharap (rahmat) Allāh dan (Hari) Akhir, serta banyak mengingat Allāh. (Surat Al-Ahzāb, 33: 21)

Jadi pengikut Rasūlullāh (saw) sejati adalah orang yang mengharapkan ridha Allāh ketika mereka berjumpa dengan-Nya pada Hari Kiamat dan orang yang banyak melakukan żikrullāh.  Orang yang mengharapkan ridha Allāh pada Hari Kiamat adalah orang yang mengikuti al-Qur’ānil Karīm.  Ia melakukan apa yang beliau lakukan dan ia meninggalkan apa yang beliau tidak lakukan dan kemudian ia sibuk dengan żikrullāh.   

Wahai anak muda, orang tua, orang yang besar, yang kuat, dan yang lemah, yang bertenaga dan yang lemah, sibukkan diri dengan żikrullāh.  Jangan sibuk dengan dunia ini.  Tinggalkan dunia kepada ahli dunia.  Wahai Muslim, wahai Mukin, kalian adalah ahlul Akhirat.  Allāh menciptakan Surga dan menciptakan orang-orang untuk menghuni Surga. Allāh menciptakan Neraka dan menciptakan orang-orang yang akan menghuni Neraka.  Biarkan mereka melakukan apa pun yang ingin mereka lakukan.  Jika mereka dari ahli Neraka, mereka akan masuk Neraka.  Sibukkan diri kalian dengan żikrullāh.  Jika kalian diciptakan untuk Surga, kalian akan menjadi ahli Surga.  

Jadi, lā ilāha illallāh, kalian akan melihat.  InsyāʾAllāh kita bisa melihat. InsyāʾAllāh kita bisa mendengar.  Dapatkah orang biasa yang bukan Nabi bisa melihat?  Ya!  Jadi Ḥaḍrat Maryam adalah contoh yang sempurna dalam al-Qur’ān suci.  Begitu pula Awliyā’ullāh baik yang laki-laki maupun perempuan, mereka dapat melihat dan mendengar malaikat.  

Ḥaḍrat Maryam adalah seorang Waliyah, beliau min Awliyā’ullāh.  Beliau bukanlah Nabi.  Allāh menyebutnya wa ummuhu Ṣiddīqa.  Ibu dari Sayyidinā ‘Īsā (as), Ḥaḍrati Maryam adalah siddiqah, beliau bukan seorang Nabi tetapi seorang Wali.  Apakah beliau melihat malaikat?  Ya atau tidak?  Yang muda-muda, apakah Ḥaḍrati Maryam melihat malaikat?  Katakan, Ya atau tidak?  Ya!  Ḥaḍrati Maryam tidak hanya melihat malaikat, tetapi malaikat itu juga memberkahinya.  Ḥaḍrati Maryam tidak hanya melihat atau mendengar malaikat, beliau juga menerima pemberian dari malaikat.  Malaikat itu adalah yang menyampaikan hadiah dari Allāh kepadanya.  Jika kalian adalah orang yang terhormat, Allāh akan memberikan hadiah melalui malaikat kepada kalian.  Apa yang Dia kirimkan kepada Ḥaḍrati Maryam?  ‘Īsā (as).  Separuh Malakūt, separuh Mulk.  Ibunya berasal dari bumi, dari Mulk, tetapi Jibril (as) adalah dari Malakūt.  Jibril (as) meniupkan. Jadi Sayyidinā ‘Īsā (as) adalah separuh Malakūt, dan separuh Mulk, separuh alam rohaniah, separuh alam duniawi.  Itulah sebabnya beliau sanggup melakukan mukjizat, karena beliau separuh Malakūt dan separuh Mulk.    

Waktu ṣalāt Jumat sudah tiba, insyāʾAllāh saya akan menutupnya dengan pernyataan ini, dan insyāʾAllāh itu akan membunyikan nada di dalam hati manusia.  Haqiqat dari ‘Īsā (as) adalah al-Qalb.  Secara fisik atau surah, beliau adalah ‘Īsā (as) tetapi secara makna beliau adalah al-Qalb, di mana Allāh akan mengirimkannya kepada kalian ketika kalian naik ke Hadirat Allāh melalui żikrullāh.  Allāh (swt) akan mengirimkan kepada kalian al-Qalb al-Malakūtī,  dan al-Qalb al-Malakūtī itu akan separuh Malakūt dan separuh Mulk, separuh kepada Ilahi, dan separuh kepada manusia, dan itu adalah karakter dari Waliyullāh, ini adalah hati Waliyullāh.  Oleh sebab itu sibukkan diri dengan żikrullāh.

Wa min Allāhi at-tawfīq, semoga Allāh mengizinkan kita untuk mencapai level ini.  Semoga Allāh (swt) mengizinkan kita mencapai apa pun yang telah dicapai oleh Rasūlullāh (saw).  Dengan cinta kita kepada beliau, insyāʾAllāh kita dapat mengejar beliau.  

Wa min Allāhi at-tawfīq, bi-ḥurmatil-Ḥabīb (ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam), wa bi-sirri Sūratil-Fātiḥah. Āmīn. 

© Hak Cipta 2025 Sufilive. Seluruh hak dilindungi. Transkrip ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta internasional. Mohon cantumkan atribusi kepada Sufilive saat membagikannya. Jazakallāhu khayran.