Unknown's avatar

Pesan untuk Kaum Muda

Mawlana Shaykh Nour Kabbani
Islamic Convention
Empire State Plaza Convention Center, Albany, NY
28 Juni 2025

A‘ūdzu billāhi minasy-syaitānir-rajīm.
Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm.
Lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-‘aliyyil-‘aẓīm.
Waṣ-ṣalātu was-salāmu ‘alā Sayyidinā Muḥammadin, wa ‘alā ālihi wa aṣḥābihi ajma‘īn.
Wa man tabi‘ahum bi iḥsānin ilā yaumid-dīn, wa ‘alā sā’iril-anbiyā’ wal-mursalīn, wa ‘alā al-awliyā’ wa ‘ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn, wa ‘alayna ma‘ahum ajma‘īn, yā Arḥamar-Rāḥimīn.
Wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-‘aliyyil-‘aẓīm.
Assalāmu ‘alaikum wa raḥmatullāhi ta‘ālā wa barakātuh.

Saya berterima kasih kepada organisasi ini, sebagaimana pembicara sebelumnya telah melakukannya. Terima kasih telah mengundang saya untuk menyampaikan beberapa kata. Dan kalian sedang berbicara tentang pemuda, jadi kata-kata saya ditujukan kepada pemuda, dan semoga Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā menjadikan mereka sebagai Muslim yang kuat. Semoga Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā membuka hati mereka kepada pesan yang dibawa oleh Rasulullāh (saw). Itulah masalahnya—masalahnya adalah hati yang tertutup.

Hati kaum muda telah terhijab oleh keinginan dunia ini. Hati manusia telah terhijab, telah tertutup karena keinginan dunia ini. Keinginan dunia ini adalah apa yang kalian capai saat tumbuh dewasa. Ketika kalian masih bayi, lalu balita, lalu kalian menjadi tiga, empat, lima, enam, tujuh tahun, kalian telah mengembangkan semua karakteristik “aku, aku, aku.” “Bagaimana aku bisa bersenang-senang?”  “Apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan lebih banyak?”  Inilah semua hijab yang telah kita letakkan dalam hati kita atau di sekitar hati kita ketika kita sedang tumbuh besar.

Dan itulah masalahnya saat ini. Generasi yang lebih tua, alḥamdulillāh, mereka dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda. Tapi generasi yang lebih muda, terutama di dunia Barat—dan sejujurnya, dunia Timur tidak berbeda dengan dunia Barat—semuanya sama saat ini. Apa pun yang ada di sini ada di sana. Apa pun yang ada di sana akan datang ke sini. Semoga Allah (swt) melindungi pemuda kita dari apa yang sedang terjadi.

Saya tidak akan berbicara terlalu banyak tentang ayat atau aḥadīts, saya akan menyebutkan sedikit. Tetapi saya akan menceritakan sebuah kisah. Seperti yang telah diajarkan oleh guru saya kepada kami.  Beliau berkata, Allah (swt) berfirman dalam al-Qur’ān al-Karīm,

فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir. (QS Al-A’raf, 7: 176)


“Ceritakanlah kepada mereka kisah, agar mereka dapat merenung, agar mereka bisa berpikir.” Jika kalian melihat dalam al-Qur’an suci, di begitu banyak tempat Allah berfirman, “Waḍrib lahum matsalan…” di dalam Surat Yā-Sīn, “Ceritakan kepada mereka kisah orang-orang ini, ceritakan kepada mereka kisah orang-orang itu, ceritakan kepada mereka kisah orang-orang sebelumnya dan kisah-kisah yang berikutnya.”

Itulah metodologi atau cara al-Qur’ān yang suci. Salah satu cara itu adalah dengan menceritakan kisah-kisah agar manusia merenung—terutama anak-anak muda. Anak-anak muda, ketika saya masih muda, saya tidak dapat memahami terlalu banyak aḥadīts atau ayat-ayat suci al-Qur’ān kecuali saya benar-benar mendalami ilmu tersebut. Tetapi ketika kalian berusia 16, 17, 18, atau 20 tahun, kalian biasanya belum berada dalam ilmu itu. Kalian sedang berada di dunia ini, semakin menikmati dunia ini.

Dan itulah masalahnya sekarang, penyakitnya sekarang. Kalian harus mengatasi yang satu ini—hati muda yang diabadikan dalam kesenangan iPhone, Instagram, WhatsApp, pertemuan, dan Facebook. Bagaimana kaum muda akan menemukan waktu untuk mendengarkan hal lain atau menonton hal lain? Jadi, kalian menceritakan kisah kepada mereka. Insya Allah, saya akan menyebutkan beberapa hal yang saya telah dengar, pelajari, dan baca. Semoga Allah (swt) menjaga kita selalu berada di jalan yang benar.

Allah (swt) telah berfirman dalam al-Qur’an yang suci. Masya Allah, semua anak muda… saya tidak tahu, saya tidak bisa melihat karena lampu, tapi apakah ada anak muda di sini atau hanya orang tua seperti saya? Anak-anak muda, kalian di mana? Alḥamdulillāh, beberapa tangan terangkat, oke. Ya Allah… Kalian bercita-cita menjadi apa? Dokter? Kalian bercita-cita menjadi orang besar, hebat, kaya? Semua orang bercita-cita untuk dikenal. Semua orang bercita-cita untuk menjadi terkenal. Semua orang bercita-cita menjadi sesuatu yang hebat di dunia ini.

Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā dalam al-Qur’an suci berfirman, 

استعيذ بالله  

وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ

Dan timbangan pada hari itu adalah benar. (QS Al-A‘rāf, 7: 8)

Timbangan pada hari itu adalah cara untuk pergi—jika saya bisa mengatakannya seperti itu. Kalian mengucapkan sepatah kata pun, itu akan ditimbang. Kalian melakukan suatu perbuatan, itu akan ditimbang. Kalian melangkah ke suatu tempat, itu akan ditimbang. Kalian keluar dari suatu tempat, itu akan ditimbang. Jadi timbanglah. Allah (swt) akan mempertimbangkan setiap kata yang kita ucapkan. Ya, Allah (swt) akan mempertimbangkan setiap perbuatan yang kita lakukan. Dan kalian semua tahu itu. Tidak ada yang tidak tahu itu. Semua orang yang percaya pada Yawmul Qiyāmah tahu bahwa ada mīzān, ada timbangan.

Jadi, semua anak muda, dengarkan hadits ini dari Rasulullāh (saw), guru kalian. Apakah kalian membaca apa yang dikatakan guru kalian? Apakah kalian mendengarkan apa yang dikatakan guru kalian? Tidak. Kalian mendengarkan teman kalian di Facebook dan melihat apa yang dia katakan. Kalian mendengarkan orang ini di YouTube dan melihat apa yang dia katakan. Apakah kalian pernah mendengarkan apa yang guru kalian, Rasulullāh (saw), telah katakan?  Beliau berbicara kepada ummah. Dan bagi mereka yang tidak mengikuti Rasulullāh (saw), apa yang bisa kalian katakan kepada mereka? Semoga Allah (swt) memberi mereka petunjuk dan membimbing mereka ke jalan yang benar.

Apa yang dikatakan Rasulullāh (saw)—dan ini disebutkan oleh al-Bayhaqī, Imām al-Bayhaqī, dan juga Imām ad-Daylamī—bahwa pada Hari Perhitungan, pria besar itu, pria tinggi itu… Masya Allah, begitu banyak dari kita ketika masih muda ingin memakai sepatu hak tinggi. Mereka punya sepatu bot koboi, bukan? Jika kalian pernah ke negeri kami—terutama orang yang pendek—mereka memakai semacam sepatu dengan hak besar untuk membuat mereka tampak tinggi. Di negara ini mereka tidak membutuhkannya, mereka sudah tinggi.  Tetapi Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā akan membawa pria yang besar, pria yang tinggi, pria yang makan terlalu banyak, pria yang minum terlalu banyak. Fayūzan… Rasulullāh (saw) bersabda, orang itu akan ditimbang—orang yang hebat, yang tinggi, yang kaya, yang punya uang untuk makan di mana saja dia mau, untuk minum apa pun yang dia inginkan, dia akan ditimbang.  Fayyūzan, dia akan ditimbang.  Begitu sukses sebagai pengusaha, pria Wall Street, politisi yang sangat terkenal, sangat hebat—semua akan ditimbang. Semua pemuda Muslim, semua anak muda, ketahuilah bahwa Allah (swt) akan mempertimbangkan perbuatan semua orang dan kata-kata pada Hari Perhitungan. Jadi berperilakulah dengan sebaik-baiknya.

Cepat atau lambat kalian akan menjadi seperti generasi yang lebih tua: rambut putih, sakit punggung, sakit lutut, dan dalam perjalanan menuju kuburan. Tidak ada yang tinggal di sini selamanya. Jadi perbuatan kalian, kata-kata kalian akan ditimbang. Rasulullah (saw) bersabda, 

Fayyūzan fa lā yazinu janāḥa ba‘ūḍah. Orang hebat itu akan ditimbang, dan dia tidak akan memiliki… jalan hidupnya sama seperti sayap nyamuk—artinya tidak ada nilainya.

Jadi mengapa kalian bercita-cita menjadi orang hebat? Untuk apa?  Mengapa kalian ingin menjadi orang kaya? Untuk apa? Jika kalian tidak punya iman, jika kalian belum memperoleh iman dalam kehidupan ini, mengapa kalian melakukan semua itu? Untuk apa? Untuk mereka yang berada di belakang kalian mengambil semua itu dari kalian?  Ketika ayah, ibu, atau kakek-nenek kalian meninggal, siapa yang mengambil apa pun yang telah mereka peroleh? Apa pun yang mereka kumpulkan, apakah mereka membawanya ke kuburan bersama mereka? Wahai anak muda, katakan pada saya, siapa yang mengambilnya? Para pewaris. Dan tentu saja pemerintah juga, mereka mendapatkan bagiannya.

Jadi apa gunanya menjadi orang yang hebat, jika cinta itu kepada Rasulullah (saw), jika cinta itu kepada Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā tidak tertanam dalam hati kalian? Apa gunanya hidup? Jika kalian tidak mengerti apa yang paling berharga di dunia ini, apa gunanya hidup kalian? Makan, minum, dan merumput seperti orang-orang di luar sana? Atau seperti hewan di luar sana—binatang buas, hewan ternak?

Kami memiliki peternakan di Michigan. Kami punya beberapa domba, kami punya beberapa ayam. Semua yang mereka lakukan, siang dan malam, adalah makan, dan kembali, dan tidur. Tidak. Pencapaian kalian seharusnya adalah sesuatu yang berbeda. Semuanya akan ditimbang pada Hari Perhitungan.

Dikatakan ada seorang raja. Seorang raja kaya. Dan saya pernah menyampaikan ini sebelumnya dalam ceramah sebelumnya, tetapi saya akan mengulanginya sekali lagi agar anak-anak muda bisa mengerti. Seorang pria kaya. Seorang pria yang sangat kaya, sangat kaya dan sangat berkuasa. Dia berkata, “Aku akan membangun sebuah kota. Kota itu akan menjadi kecemburuan, iri hati semua orang.” Dia membangun kota dengan istana besar, menara tinggi, taman, sungai—apa pun itu. Dan dia mengundang orang-orang untuk datang dan melihat.

Dia berkata, “Aku menawarkanmu makanan, aku menawarkanmu minuman. Datang dan lihat kota besar yang telah kubangun.” Masya Allah, semua orang berlari untuk membangun rumahnya di sana. “Eh aku menghasilkan sejumlah uang di AS, aku akan kembali ke negaraku, dan aku akan membangun sebuah vila besar.”  “Itulah yang kami lakukan,” katanya. “Aku akan membangun gedung lain di negaraku, atau bangun di sini, bangun di sana.” Orang-orang berlari untuk membangun berbagai hal, dan pada akhirnya itu bukan milik mereka. Itu akan hilang.

Jadi pria ini, yang sangat kaya, membangun kota terbesar. Dan dia mengundang orang-orang untuk datang dan melihat betapa indahnya kota itu. Dia menempatkan dua penjaga di gerbang dan berkata, “Semua orang yang meninggalkan kota, tanyakan kepada mereka: apakah mereka menemukan kesalahan di kotaku?” Dia ingin kota itu sempurna, tak bercela—dibangun dari barang-barang paling mahal di bumi.

Orang-orang pun masuk, dan mereka semua berkata, “Wow, luar biasa, menakjubkan!” Seperti yang biasa kita katakan ketika mengunjungi museum—“Wow, luar biasa, hebat!” Tapi di mana orang-orang itu sekarang? Kemarin saya pergi ke Museum Nasional di Albany, negara bagian New York.  Saya melihat peninggalan dari orang-orang yang hidup pada tahun 1600-an dan 1700-an. Mereka memiliki kanvas, lukisan, rumah, dan sejarah.  Saya berkata, “Subhanallah, orang-orang ini membangun negara bagian ini, kota-kota ini, New York—di mana mereka sekarang?” Mereka membangun dan kemudian pergi.

Pria tadi membangun istana paling indah, rumah-rumah megah di kota itu. Ia menempatkan dua penjaga untuk menanyakan kepada setiap orang: “Apakah engkau menemukan kesalahan?” Semua orang berkata, “Ini sempurna,” kecuali dua orang yang datang di akhir. Mereka adalah orang-orang yang beriman. Ketika penjaga bertanya, “Apakah kalian menemukan kesalahan di kota raja?” mereka menjawab, “Ya, kami menemukan dua kesalahan.”

Mereka pun ditangkap dan dibawa ke hadapan raja, karena perintahnya adalah siapa pun yang menemukan kesalahan harus dibawa kepadanya. Sang raja berkata, “Kesalahan apa? Aku tidak ingin ada satu kesalahan pun, tapi kalian mengatakan ada dua?”

Mereka menjawab, “Sāḥibuhā yāmūt – pemilik kota ini akan mati. Raja kota ini, pemiliknya, akan wafat. Dan kota ini, wa takhrab – ia akan menjadi reruntuhan. Setelah 100, 200, 300 tahun, kota ini akan hancur.”

Sang raja bertanya, “Apakah ada kota lain? Atau surga lain seperti milikku ini, yang pemiliknya tidak mati dan tidak binasa?” Mereka menjawab, “Ya, ada. Tempat paling megah, kota—jika boleh disebut kota—yang di dalamnya ada segala yang kamu butuhkan. Pemiliknya tidak pernah mati, dan kota itu tidak pernah binasa.”  Raja bertanya, “Siapa? Apa tempat itu?” Mereka menjawab, “Jannah.” Dan pemiliknya adalah Allah (swt).  Sang raja bertanya, “Bagaimana aku bisa sampai ke sana?”  Impian pria ini adalah untuk berada di surga selamanya. Dia pikir dia bisa membangun surganya sendiri di bumi.

Seperti kita bercita-cita ketika masih muda. Saat saya tinggal di New York, saya sering berkata, “Suatu hari nanti, aku akan memiliki penthouse.”  Bukan sembarang penthouse, tapi di lokasi terbaik—bukan di Harlem, bukan di Bronx, tapi di Manhattan.  Saya ingin memiliki penthouse. Maka saya berpikir: belajar kedokteran, belajar hukum, belajar keuangan, belajar bisnis. Bercita-citalah, wahai anak muda! Kejar mimpi kalian. Dapatkan harta kalian! Tapi… untuk apa? Untuk mendapatkan surga? Mereka mencari surga di bumi ini.

Padahal Allah (swt) telah menyiapkan surga yang sejati untuk kalian, wahai anak muda. Ya, Allah (swt) telah mempersiapkan surga. Apakah kalian memikirkannya? Mungkin kadang-kadang pikiran itu melintas, tapi sering kali tidak. Mereka lupa akan janji Allah (swt). Allah (swt) telah menjanjikan surga hanya dengan empat kata.

Empat kata saja—jika kalian mengucapkannya dengan tulus seperti yang diajarkan Rasulullah (saw), maka Allah (swt) akan menerima kalian ke dalam Jannah. Kata-kata itu adalah: Lā ilāha illallāh. Nabi (saw) bersabda, “Barang siapa mengucapkan lā ilāha illallāh dengan ikhlas, maka dia akan masuk surga.”  Dia akan dimasukkan ke dalam kota yang tidak pernah mati. Ke dalam tempat yang tak akan pernah binasa. Ke dalam tempat yang tak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga, dan tak pernah terlintas dalam bayangan manusia. Tempat itu telah Allah (swt) persiapkan sendiri untuk kalian—Surga ‘Adn.

Cepat atau lambat, kalian akan pergi ke sana. Hari ini, saya mendengar kabar ada seseorang yang meninggal. Kemarin juga saya mendengar kabar kematian. Cepat atau lambat, itu akan terjadi pada kalian. Karena kematian tidak punya usia. Kematian tidak memilih hanya yang tua atau yang muda. Saat ajal ditetapkan oleh Allah (swt), maka ia akan datang. Jadi bisa jadi kalian mati muda atau tua, tetapi tidak mengapa jika kalian telah mengucapkan lā ilāha illallāh dengan ikhlas.

Wahai Mu’min, wahai Muslim! Jika kalian mengucapkannya dengan hati yang tulus, Allah (swt) akan menerimamu di surga. Namun bagaimana jika kita semua—saya dan kalian—tenggelam dalam dosa dan kemaksiatan? Rasulullah (saw) tidak datang hanya dengan peringatan hukuman dan azab. Tidak, tidak. Seperti yang dikatakan oleh pembicara sebelumnya, Imam Ghulam Rasūl—Mā syā’ Allāh—beliau menyampaikan begitu banyak bisyārāt, begitu banyak kabar gembira.

Masalah kita saat ini adalah banyak imam yang menakut-nakuti umat. Mereka membuat orang takut akan Allah.  Tidak!  Jangan membuat orang takut terhadap Allah (swt), buatlah mereka mengetahui dan mendengar apa yang telah dipersiapkan Allah (swt) dari rahmat-Nya.  Dan ini adalah hadits al-Bithāqah—hadits tentang “kartu kecil”.

Pernahkah kalian mendengar hadits al-Bithāqah? Rasulullah (saw) bercerita tentang sebuah kartu kecil yang bisa menyelamatkan kalian wahai orang yang tidak taat. Atau orang yang ditelan dosa, itu tidak masalah. Jika bithāqah itu datang kepada kalian, jika Allah (swt) memungkinkan rahmah itu menjangkau kalian. Allah (swt) akan memasukkan kalian ke dalam surga.

Dan hadits itu adalah sebagai berikut: bahwa Rasulullah (saw) memberi tahu kita bahwa seorang pria akan dibawa pada Hari Perhitungan, dan dia akan ditunjukkan sijil miliknya. Dia akan ditunjukkan berkas miliknya. Apakah engkau menyembunyikan berkasmu, Zul? Apakah engkau menyembunyikan berkasmu, rahasia-rahasiamu?  Bahkan dari keluargamu?  Berkas atau filenya disembunyikan. Kalian perlu kata sandi, kalian memerlukan passkey.  Saya belum pernah mendengar hal semacam ini. Kalian membutuhkan ID wajah, kalian membutuhkan begitu banyak hal untuk membuka file.

Pada Hari Perhitungan, Allah (swt) akan mengasihani dia, sebagaimana sabda Rasulullah (saw).  Dia akan membuka 99 file (sijil), setiap file adalah madd al-baṣar—sebagaimana hadits menyebutkan—sejauh mata memandang. Allah (swt) akan bertanya kepada pria itu, “Apakah engkau menyangkal semua ini?” Dia menjawab, “Tidak Ya Rabbi,” itu ada di depanku, bagaimana bisa aku menyangkalnya? Itu ada di depanku.”  Allah berfirman, aẓalamaka katabatī ’l-ḥāfiẓūn? “Apakah para malaikat yang Aku tugaskan padamu—ḥāfiẓīn—(malaikat penjaga) yang telah Aku utus untuk melacak perbuatanmu, membuat ketidakadilan terhadapmu?” Dia berkata, “Tidak, ya Rabbi. Mereka tidak berbuat zalim, mereka menulis semuanya dengan benar.”

Allah bertanya, “afalaka ‘udzrun?”  “Apakah engkau punya alasan?” Itulah hadits al-Bithāqah, hadits tentang kartu. Pria itu menjawab, “Lā, yā Rabb, aku tidak punya alasan.” Allah berkata, “Tetapi engkau mempunyai satu kebaikan bersama-Ku. Kau punya satu perbuatan baik dengan-Ku.”

Fayukhruju biṭāqah, satu kartu akan keluar. Wahai pemuda Muslim, jika kalian mengucapkan, lā ilāha illa ’llāh, itu adalah syahadah: Asyhadu an lā ilāha illa ’llāh, wa asyhadu anna Muḥammadan ‘abduhu wa rasūluh (saw). Jika bithāqah itu, kartu itu, keluar, maka ia akan keluar sebagai sebuah kartu yang di atasnya tertulis syahadah. Dan itu akan ditempatkan bersama 99 file lainnya yang sejauh mata memandang, dipenuhi dengan kesalahan, dengan banyak kesalahan. Itu akan dimasukkan ke dalam satu sisi timbangan, lalu kartu syahadah itu akan dimasukkan ke sisi lainnya. Kartu itu bertuliskan Lā ilāha illā Allāh, Muḥammadun Rasūlu ’llāh (saw).  Dan dikatakan, kartu itu seperti tag kecil yang dipasang pada setelan Gucci favorit kalian, atau sepatu Gucci favorit kalian. Itu hanyalah sebuah kartu kecil seperti itu. Kartu kecil itu akan ditempatkan di satu sisi timbangan, dan semua 99 file kesalahan yang kita lakukan, baik sengaja maupun tidak sengaja, akan diletakkan di sisi lainnya. Dan kartu itu akan mengalahkannya.

Satu Lā ilāha illā Allāh, Muḥammadun Rasūlu ’llāh (saw), dengan rahmat dari Allah (swt), dengan syafaat Rasulullah (saw), akan menyelamatkan pendosa terbesar. Jangan pernah meremehkan rahmat Allah (swt).  

Wahai manusia, jangan putus asa atas rahmat Allah.  Wahai manusia, jangan putus asa atas jāh wa ḥurmāh, kedudukan dan kehormatan Rasulullah (saw) di hadapan Allah (swt).  Itu akan menyelamatkan kita semua pada Hari Perhitungan.

Jangan pernah berpikir bahwa perbuatan kita yang akan menyelamatkan kita. Perbuatan apa? Apa yang kita lakukan? Berapa banyak kita berdoa dalam sehari? Lima menit? Kita hanya menunaikan shalat fardhu, sebagian orang bahkan tidak melaksanakan shalat sunnah. Berapa banyak? Dua rakaat, berapa lama? Dua menit? Tambahkan, paling lima menit. Shalat, masing-masing dua menit, hanya sepuluh menit sehari dalam ibadah kepada Allah, dalam pengabdian kepada-Nya. Dan sisanya? Jadi, amal apa yang kita bicarakan? Tidak ada.  Kita tidak punya apa-apa yang bisa diandalkan.  Jangan pernah berkata, “Ya Rabbi, ini layak untuk kehadiran-Mu.” Amal apa?  Kita mengumandangkan takbir, “Allahu Akbar,” tetapi pada saat yang sama kita tersesat dalam ambisi kita, di apartemen mewah kita, dalam mimpi dan urusan bisnis kita, dalam hal-hal yang ingin kita kejar dalam hidup. Dan… apa yang akan kalian lakukan dalam hidup? Pada akhirnya kalian pergi, dan kalian benar-benar pergi.

Sebagaimana kalian masuk ke dunia, kalian akan keluar juga. Saya sedang mengingat sebuah bait yang pernah saya dengar: dakhalū fī ad-dunyā, mereka masuk ke dunia. Dan saat mereka masuk, wa-minhā kharajū, dan darinya mereka keluar. Itu seperti dalam sebuah nasyid… aku lupa bagaimana liriknya, ingatan saya sudah tidak bagus lagi. Saat mereka memasuki dunia ini, mereka keluar juga.

Ceritakan pada saya, bagaimana kalian masuk ke dunia ini, wahai anak muda? Apakah kalian membawa sesuatu saat kalian memasuki dunia? Bahkan tidak sehelai kain pun. Kalian tidak punya kain ketika memasuki dunia.  Mereka memberi kalian, mereka membungkus kalian dengan sehelai kain, dengan handuk. Kalian tidak punya apa-apa. Dan saat kalian keluar dari dunia ini, apa yang kalian bawa? Juga tidak ada. Mereka hanya membungkus kalian lagi dengan sehelai kain. Jadi mereka membungkus kalian saat kalian masuk, dan mereka membungkus kalian saat kalian keluar. Dan sisanya… sisanya adalah sejarah.

Jadi jika kalian belum memperoleh Lā ilāha illā Allāh, Muḥammadun Rasūlu ’llāh (saw), kalian dalam masalah, wahai manusia.  Wahai umat manusia. Wahai umat manusia, semoga Allah (swt) mengampuni kita. Apa lagi yang bisa kalian katakan?  Masya Allah, kita memiliki ulama di antara kita. Ilmu mereka sangat luas. Tetapi untuk orang biasa, apa manfaatnya jika mereka tidak bisa menggunakannya? Ilmu tidak boleh hanya dihafal dan dikatakan. Ilmu sejati harus digunakan. Untuk diamalkan.

Ada sebuah kisah. Kisah lain. Kami menceritakan kisah tentang seorang raja, tapi ini adalah kisah nyata dari Sahabat. Dan ini disebutkan oleh Sayyidina Imam Ahmad. Ceritanya seperti ini:

Sayyidina Abdullah bin Amru ibn al-‘Ash (ra). Dikatakan bahwa—ini dikisahkan oleh Sayyidina Anas bin Malik (ra)—bahwa mereka sedang duduk bersama Rasulullah (saw) di dalam masjid. Rasulullah (saw) bersabda, “Yaṭlu‘u ‘alaykumul-āna rajulun min ahlil-jannah”  “Sekarang akan muncul di hadapan kalian seorang lelaki dari penghuni surga.”  Mereka melihat ke sekeliling, dan mereka mendapati seorang laki-laki dari kaum Anshar, seorang sahabat mulia, masuk. Janggutnya masih basah karena wudhu, dan dia memegang sepatunya di tangan kiri. Dia masuk ke dalam masjid dengan tenang.

Keesokan harinya, Rasulullah (saw) mengulangi hal yang sama, “Yaṭlu‘u ‘alaykumul-āna rajulun min ahlil-jannah”  “Sekarang akan muncul di hadapan kalian seorang lelaki dari penghuni surga.”  Mereka melihat, dan ternyata itu adalah pria yang sama seperti kemarin. Hari ketiga, sekali lagi Rasulullah bersabda, “Yaṭlu‘u ‘alaykumul-āna rajulun min ahlil-jannah”  “Sekarang akan muncul di hadapan kalian seorang lelaki dari penghuni surga.”  Mereka melihat, dan untuk ketiga kalinya, pria yang sama muncul. Setelah majelis selesai, pria itu kembali ke rumahnya. Maka Sayyidina Abdullah bin ‘Amru ibn al-‘Ash (ra) berkata, “Aku ingin tahu apa yang dia lakukan.  Aku ingin tahu bagaimana bisa dia menjadi dari Ahlul Jannah.”

Maka beliau mengarang sebuah alasan.  Beliau datang kepada pria itu dan berkata, “Wahai tuan, aku bertengkar dengan ayahku, dan aku bersumpah bahwa aku tidak akan tinggal bersamanya selama tiga hari ke depan. Bolehkah aku tinggal bersamamu sampai tiga hari ini selesai?” Pria itu berkata, “Ya, silakan.” Maka Sayyidina Abdullah (ra) tinggal bersamanya. Ia mengamati Sahabat Anshari ini selama tiga hari, namun tidak menemukan sesuatu yang istimewa. Sahabat Anshari itu tidak melakukan apa pun yang berbeda. Ia menunaikan shalat seperti orang lain, menunaikan zakat atau ibadah lain sesuai waktu itu, sama seperti yang lain. Tidak ada yang istimewa. Ia bahkan tidak bangun untuk qiyamul layl. Ia hanya bangun shaat adzan dikumandangkan, lalu menunaikan shalat berjamaah. Tidak ada amalan yang luar biasa.

Pada akhir tiga hari, beliau bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan hingga pantas menjadi dari Ahlul Jannah? Rasulullah (saw) telah bersabda bahwa engkau adalah bagian dari Ahlul Jannah selama tiga hari berturut-turut.”  Pria itu menjawab, “Ya, apa yang engkau lihat, itulah yang aku lakukan. Tidak ada yang lebih.” Lalu ia menambahkan, innī lā ajidu fī nafsī li-aḥadin mina al-muslimīna fi qalbi ghishshan, “Namun aku tidak memiliki kedengkian terhadap siapa pun. Aku tidak berbuat curang terhadap Muslim mana pun. Aku tidak pernah berdusta kepada Muslim mana pun. Aku tidak pernah menipu Muslim mana pun. Wa innī lā aḥsudu aḥadan ‘alā khayrin a‘ṭāhu Allāh iyyāh Dan aku tidak merasa iri kepada siapa pun atas apa yang Allah (swt) berikan kepadanya dari kebaikan. Jika seseorang lebih kaya dariku, aku tidak menyimpan kecemburuan di hatiku terhadapnya.”

Jadi Sahabat mulia itu telah mencapai maqam di mana tidak ada rasa dengki dalam hatinya. Tidak ada tipu daya, tidak ada niat buruk. Maka Sayyidina Abdullah (ra) berkata, “Itulah yang menjadikanmu dari Ahlul Jannah—hatimu yang bersih.”

Itulah ṭarīqah. Orang-orang bertanya, “Apa itu ṭarīqah?” Ṭarīqah adalah jalan untuk membersihkan ghish di dalam hati kalian. Untuk menghapuskan kekacauan dalam hati. Untuk menyingkirkan tipu daya, kecemburuan, permusuhan, sifat pengecut, kekikiran, dan kemarahan dari hati. Untuk membersihkan seluruh karakter buruk ini dari dalam hati.

Itulah yang Allah serukan, itulah yang berusaha kita semua lakukan: untuk mencapai qalbun salīm, hati yang murni. Bagaimana dengan hati kalian?  Silakan diuji.  Apakah kalian cemburu kepada seseorang? Apakah kalian membenci seseorang? Apakah kalian marah kepada seseorang?  Jika kalian dapat menyingkirkan kemarahan itu, jika kalian mampu menghapuskan kebencian itu, maka kalian akan seperti sahabat itu. Sahabat yang Rasulullah (saw) sebut sebagai penghuni surga: dari Ahlul Jannah.

Jadi, setelah kalian mengucapkan Lā ilāha illā Allāh, Muhammadur Rasūlullāh (saw) dan kalian menunaikan amalan-amalan seorang Muslim, lalu apa langkah selanjutnya?  Wahai Muslim, Allah (swt) berfirman: Wallāhu yad‘ū ilā dāri ’s-salām — Allah memanggilmu menuju negeri keselamatan, negeri kedamaian, negeri penyembuhan. (QS. Yūnus, 10: 25)

Para awliyā’ berkata, man salima qalbuhu mina ’l-ghishshi wa ’l-ḥiqdi wa ’l-ḥasadi

 — barang siapa yang hatinya bersih dari tipu daya, kebencian dan hasad  (iri dengki), maka dialah yang telah menyembuhkan hatinya dari kebohongan, kedengkian, kebencian, kecemburuan, dan kecurangan. Itulah Dāru’s-Salām, itulah Islam sejati. Islam yang sesungguhnya adalah ketika tidak ada apa pun dalam hati kalian terhadap siapa pun. Itu yang dinamakan salāmat al-ṣadr—hati yang bersih dan lapang.

Maka jika kalian telah mengucapkan Lā ilāha illā Allāh Muhammadur Rasūlullāh (saw), kalian telah dijamin tempat kalian di surga dengan rahmat Allah subḥānahu wa ta‘ālā.  Wahai anak muda, kalian telah melakukan apa yang dilakukan kebanyakan orang, tetapi sekarang kalian harus mulai bekerja, bekerja atas dua perkara penting: syahwah (nafsu syahwat) dan ghaḍab (kemarahan). Dua penyakit hati yang besar—nafsu dan amarah.  Semoga Allah (swt) mengampuni kita semua.

Pesan saya kepada para pemuda: jagalah dzikrullāh kalian.  Lisanuka ratbun bi dhikrillāh—jadikan lidahmu selalu basah dengan menyebut nama Allah.  Mereka pernah bertanya kepada Rasulullah (saw), “Amal apa yang paling utama?”  Beliau menjawab, “Engkau wafat dalam keadaan lisannya selalu basah karena dzikir kepada Allah.”

Maka nasihat ini untuk diri saya sendiri, juga untuk kalian semua, khususnya anak muda: bacalah Lā ilāha illā Allāh setiap hari—sekali, sepuluh kali, seratus kali, seribu kali. Bacalah ṣalawātu ‘sy-syarīfah untuk Rasulullah (saw).  Gunakan lidah kalian untuk berdzikir kepada Allah. Jangan biasakan lidah kalian untuk bergosip, untuk merencanakan hal buruk, untuk berteriak-teriak tanpa kendali. Biasakan lidah kalian untuk berdzikir. Karena itulah amalan terbaik.

Mereka bertanya kepada Rasulullah (saw), “Siapakah manusia terbaik?” Beliau menjawab,  Ṭūbā liman ṭāla ‘umruhu wa ḥasuna ‘amaluhu —beruntunglah orang yang panjang umurnya dan baik amalnya. Ṭūbā, yaitu nama pohon di surga Firdaus, disiapkan bagi mereka yang panjang umurnya namun amalnya penuh dengan kebaikan.

Maka jalan kita dalam Islam bukan hanya berada di permukaan. Bukan hanya berkata, “Aku shalat, aku puasa,” tapi dalam hati kalian penuh dengan rencana jahat, gosip, kebencian, dan kemunafikan. Itu bukanlah Islam. Itu hanya Islam superfisial, Islam yang dangkal. Islam sejati adalah ketika hati kalian diserahkan sepenuhnya kepada Allah (swt) dan kalian ridha atas ketetapan-Nya. May yajribi-hi al-qaḍā’—barang siapa menerima takdir Allah, maka itulah yang hakiki.  Allah tidak buta akan apa yang terjadi. Kalian harus menerima apa pun yang datang dari-Nya. 

Wahai Muslim, kalian harus berusaha sekuat tenaga, namun kalian pun harus ridha terhadap qaḍā’ dan qadar. Mereka yang menerima apa yang Allah kirimkan kepada mereka—itulah yang dimaksud dalam firman-Nya, wa tawāṣaw bil-ḥaqqi wa tawāṣaw biṣ-ṣabr.  Mereka saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Maka katakanlah yang benar, yang adil, dan bersabarlah—Allah (swt) pasti akan membukakan jalan.

Allah (swt) tidak akan meninggalkan orang-orang beriman, tidak pula orang-orang Muslim, hingga Dia memisahkan yang buruk dari yang baik, al-khabīts mina al-ṭayyib. Ada banyak khabīts (yang rusak) di antara kaum Muslimin, tapi ada juga yang ṭayyib (yang murni) di antara kaum Muslim.  Allah (swt) ingin memisahkannya. Semoga Allah (swt) mengampuni kita semua.

Maka wahai para pemuda, jangan lupa sabda Rasulullah (saw) yang termaktub dalam Hadits al-Bithāqah. Jika kalian tidak ingat dengan semua yang telah saya katakan, jangan lupakan hadits itu. Dalam kartu itu tertulis: Lā ilāha illā Allāh Muhammadur Rasūlullāh (saw). Dan itu akan cukup untuk menenggelamkan semua amal buruk yang lain.  Apa pun yang ada di timbangan lain akan ringan, dan satu kalimat ini akan berat melebihi segalanya. Maka pastikan kalian tetap di jalan itu. Insyā’ Allāh, semoga kita semua tetap di jalan itu. Āmīn.

Aqūlu qawlī hādhā, wa astaghfirullāha al-‘aẓīm lī wa lakum wa lil-mu’minīn, fastaghfirūh, fa-yā fawzan li ’l-mustaghfirīn. Astaghfirullāh. 
Wassalāmu ‘alaikum wa raḥmatullāhi ta‘ālā wa barakātuh.

https://www.facebook.com/northamericanmuslimalliance/videos/76201774616142

© Copyright 2025 Sufilive. All rights reserved. This transcript is protected by international copyright law. Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu khayr