
Suatu ketika Sayyidina Abu Yazid al-Bisthami (q) sedang berada di dalam sebuah majelis Awliyaullah. Para Awliyaullah ada yang senantiasa bersama Nabi (saw) selama 24 jam, sebagian ada yang bersamanya selama 1 jam, ada yang 1 menit atau 2 jam, itu tergantung pada seberapa banyak yang dapat mereka ambil dan mereka bawa. Grandsyekh mengatakan bahwa di dalam majelis para Awliya Besar tersebut–para Awliya dan Sahabat (ra), dan ini adalah penglihatan rohaniah, Grandsyekh mengatakan bahwa atas izin Nabi (saw), Sayyidina Abu Yazid al-Bisthami (q) berbicara kepada para Awliya lainnya dalam hadirat rohaniah Nabi (saw). Ini adalah sebuah penglihatan rohaniah, kasyaf. Apa yang kita katakan mengenai kasyaf?
Di dalam sebuah Hadits Nabi (saw) disebutkan,
“Hamba-Ku tidak akan berhenti mendekati-Ku melalui ibadah sunnah (nawafil) sampai Aku mencintainya. Ketika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, tangannya yang dengannya ia melakukan sesuatu, dan kakinya yang dengannya ia berjalan. (dan dalam versi lainnya disebutkan, “dan lisannya yang dengannya ia berbicara.”) (Hadits Qudsi, Bukhari)
Jadi Awliyaullah dapat melihat dengan cahaya yang Allah berikan kepadanya. Jadi dalam kasyaf tersebut Sayyidina Abu Yazid al-Bisthami (q) berkata, “Aku mempunyai komentar…”–para Awliyaullah dapat memberikan komentar–sebagian diberi (izin) untuk itu, tetapi tidak semuanya, sebagian lagi berserah diri dan tidak ingin mengatakan apa-apa. Mereka mendengar dan ketika Nabi (saw) memerintahkan mereka, mereka melakukannya. Beberapa Awliya senang memberi komentar.
Sayyidina Abu Yazid (q) berkata, “Mengapa semua murid Tarekat Naqsybandi setelah Syah Naqsyband (q), dan semua murid Syekh Syarafuddin (q), mereka semua ketika melakukan Ihdā’–kalian tahu Ihdā’? Ketika kalian melakukan awrad pada bagian akhir, kalian mengucapkan, Ilā hadhrati ‘n-Nabiyy (ﷺ) wa-ālihī wa Shaḥbihi ‘l-kirām wa ilā arwāḥi ikhwānihi ‘l-mina ‘l-anbiyā’i wa ‘l-mursalīn wa khudamā’i syarā ihim wa ilā arwāḥi a’immati ‘l-arba
ah wa ilā arwāḥi masyāyikhina fi ‘th-tharīqati ‘n-naqsyabandiyyati ‘l-`aliyyah–di sini semuanya secara umum, lalu khāshshatan, khususnya kepada Bahā’ uddīn Naqsyabandi, mengapa mereka mengatakan khususnya kepada Syah Naqsyband? Jika mereka membaca Ihdā’, lalu mengkhususkan untuk Abayazid al-Basthami (q), aku akan menempatkan mereka di tepi samudra tersebut, aku mempunyai kekuatan untuk menempatkan mereka di tepi samudra tersebut.”
Lihatlah betapa kuatnya Ihdā’itu. Artinya mereka membawa kalian dari tempat kalian dan mereka menempatkan kalian di tepi samudra ilmunya Nabi (saw). Khāshshatan ilā rūḥi īmāmi ‘th-tharīqati wa ghawtsi ‘l-khalīqah Khawājah Bahā’ uddīn Naqsyabandi. Beliau mengatakan, “Jika mereka mengucapkan, Khāshshatan ilā rūḥi īmāmi ‘th-tharīqati wa ghawtsi ‘l-khalīqah Abayazid al-Bisthami (q), aku akan menempatkan mereka di tepi samudra tersebut, di mana tidak seorang pun dapat mencapai samudra itu dan membawa mereka ke sana. “Aku berdiri di sana, menunggu mereka.”
Kemudian salah satu Awliya meminta izin untuk berbicara–tetapi saya tidak mempunyai izin untuk menyebutkan namanya. Beliau berkata, “Yaa Sayyidi, yaa Abayazid, mohon maaf saya mengatakan benar bahwa engkau dapat membawa mereka ke tepi samudra itu, engkau mengatakan hal ini karena engkau tidak melihat Syah Naqsyband (q) di sana, tetapi ketahuilah bahwa Syah Naqsyband (q) sudah berada di seberang samudra tersebut. Beliau membawa mereka ke sana! Beliau membawa mereka menyeberangi samudra kewalian dan dengan berkahnya Nabi (saw) beliau menempatkan mereka di sisi seberang dalam keadaan sudah jadi, sebagai seorang Naqsybandi, seolah-olah samudra itu telah dituangkan ke dalam hati mereka. Dan bukan hanya satu samudra, setiap Ihdā’yang kalian lakukan, setiap kali kalian mempersembahkan apa yang kalian baca, Sayyidina Syah Naqsyband (q) dapat membawa para pengikutnya ke maqam-maqam mereka.
Ini bukanlah untuk semua orang. Ini merupakan keistimewaan yang Allah berikan kepada beberapa Awliya agar mereka mampu melakukan hal tersebut. Dengan kecintaan dan hormat kita kepada para Awliyaullah, tetapi memang yang berlaku seperti itu. Beberapa di antara mereka telah terpilih untuk berbicara seperti Abayazid al-Bisthami (q), yang banyak melakukan dakwah, dan sebagian lagi, mereka tidak banyak bicara. Kalian duduk bersama mereka, melakukan zikir, dan itu saja, tetapi bisa jadi mereka malah lebih kuat.