
Mawlānā Syekh Nour Kabbani
18 September 2025 Jakarta, Indonesia
Ṣuḥbah setelah `Isya di Auditorium Masjid Al Bina
A‘ūżū billāhi mina as-syaiṭāni ar-rajīm.
Bismillāh ar-Raḥmān ar-Raḥīm.
Waṣ-ṣalātu was-salāmu ‘alā Sayyidinā Muḥammadin, wa ‘alā ālihi wa aṣḥābihi ajma‘īn. Wa man tabi‘ahum bi iḥsānin ilā yaumid-dīn, wa ‘alā sā’iril-anbiyā’ wal-mursalīn, wa ‘alā al-awliyā’ wa ‘ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn, wa ‘alayna ma‘ahum ajma‘īn, yā Arḥamar-Rāḥimīn.
Wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-‘aliyyil-‘aẓīm.
Destūr yā Sayyidī Quṭb al-Mutaṣarrif madad.
Assalāmu ‘alaikum wa raḥmatullāhi ta‘ālā wa barakātuh.
Assalāmu ‘alaikum yā ahla ’l-islām. Assalāmu ‘alaikum yā ahla ’l-īmān. Assalāmu ‘alaikum yā ahla ’l-iḥsān. Salāmun qawlan min rabbir-raḥīm, salāmun qawlan min rabbir-raḥīm, salāmun qawlan min rabbir-raḥīm. Itu adalah tujuan kita.
Untuk apa kalian berada di dunia ini? Allāh (swt) telah mengirimkan kepada kalian salām melalui Islam. Allāh (swt) telah mengirimkan kepada kita salām melalui iman. Dan Allāh (swt) telah mengirimkan kepada kita salām melalui ihsan. Menurut ḥadīṡ, ada tiga tingkat yang harus kita capai. Pada akhirnya Allāh (swt) akan meninggikan kita dengan Salāmun qawlan min rabbir-raḥīm.
Tugas kalian wahai manusia, adalah untuk mendapatkan salām, untuk memiliki perdamaian dalam diri kalian sendiri; untuk memiliki perdamaian di masyarakat kalian; untuk memiliki perdamaian di antara saudara-saudara kalian; untuk memiliki perdamaian antar bangsa-bangsa, dan untuk memiliki perdamaian di antara umat manusia pada umumnya. Saya tidak ingin memperpanjang terlalu lama, agar Nashran bisa menerjemahkannya, jadi saya akan menyingkatnya sehingga kita bisa mendapatkan terjemahan yang benar, insyāʾAllāh. Oh, jadi Berny yang akan menerjemahkan? Baiklah Berny, Bismillāh. Mau saya ulang? Saya bisa mengulanginya.
Salām adalah nama suci Allāh. Ketika kalian mengatakan as-Salām, kalian sedang melakukan żikrullāh. Ketika kalian mengatakan as-salāmu ‘alayka yā Sayyidī yā Rasūlallāh (saw), beliau bersabda bahwa, “Allāh akan mengembalikan ruhku kepadaku untuk membalas salām kalian.” Beliau mengatakan bahwa jika kalian melewati seseorang yang berada di kuburan, yang kalian kenal di dunia, lalu kalian ucapkan, “Assalāmu ‘alayka,” ia juga akan membalas, “Wa ‘alayka al-salām.” Pekerjaan kita di dunia ini adalah untuk memberi salām dan menerima salām, untuk memberikan perdamaian dan menerima perdamaian, dimulai dengan diri kita sendiri. Saudara yang mana yang memberi kalian salām, dan saudara yang mana yang kalian berikan salām.
Jadi, apakah kalian mengucapkan as-salām? Tugas kita, pekerjaan kita, misi kita adalah untuk mengucapkan as-salām. Allāh (swt) mengatakan kepada Adam (as) bahwa ada sekelompok malaikat, pergilah kepada mereka dan ucapkan salām. Maka beliau pergi dan mengucapkan salām. Perintah pertama dari Allāh (swt) adalah mendatangi makhluk dan mengucapkan salām. Dan mereka mengucapkan, “Wa ‘alayka al-salām.” Dan Dia berfirman, “Ini adalah sapaan umatmu, ini adalah sapaan anak cucumu. Sapaan anak cucumu adalah, as-salām.” Di manakah itu sekarang?
As-salām, ketika kalian mempraktikkan perdamaian, ketika kalian mempraktikkan salām, kalian sedang diangkat dalam Hadirat Ilahi. Semakin banyak kalian menebar salām, semakin tinggi derajat kalian. Semakin banyak kalian yang pertama mengucapkan salām kepada saudara kalian, semakin tinggi kalian diangkat. Semakin banyak kalian mengucapkan salām kepada yang bukan saudara kalian, termasuk non Muslim, semakin tinggi kalian akan diangkat, dan Allāh berfirman di dalam al-Qur’ān suci, di dalam Surat Al-Furqān.
Allāh berfirman di dalam Surat Al-Furqān,
أَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ
وَعِبَادُ الرَّحْمَـٰنِ
asta‘īżu billāh,
Wa ‘ibādu ’r-Raḥmān
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih (Surat Al-Furqān, 25: 63)
Apakah kalian ingin menjadi ‘ibādu ’r-Raḥmān? Bagaimanakah karakteristik mereka? Apakah kalian pernah menemukan ayat ini, wahai Muslim, wahai Mukmin, wahai saudara-saudara? Mereka yang mengaku, “Aku adalah seorang Muslim, aku adalah seorang Mukmin”, apakah kalian pernah menemukan ayat suci di dalam Surat Al-Furqān tersebut? Ayat yang dimulai dengan, asta‘īżu billāh, wa ‘ibādu ’r-Raḥmān.
Siapakah mereka?
Wa ‘ibādu ’r-raḥmāni ’lladzīna yamsyūna ‘alā ’l-arḍi haunan. Apakah haunan itu? Hamba-hamba Allāh (swt) ini, hamba-hamba dari ar-Raḥmān ini, mereka berjalan di bumi dengan rendah hati, mereka tidak melukai orang lain, mereka tidak menyakiti orang lain, mereka tidak bertengkar dengan orang lain, mereka tidak menyerang orang lain.
Hamba dari ar-Raḥmān, mereka melangkah di bumi dengan rendah hati, mereka melangkah di bumi dengan ringan, wa iżā khāṭabahumu ’l-jāhilūn, dan ketika orang yang tidak berilmu berbicara kepada mereka–saya tidak ingin mengatakannya bodoh, tetapi memang begitulah mereka menerjemahkannya—ketika orang-orang bodoh berbicara kepada mereka, apa yang mereka katakan? Apakah kalian tahu ayat itu wahai Muslim? Apakah ucapan dari ‘ibādu ’r-Raḥmān kepada orang-orang jahil–tinggalkan dulu orang-orang alim, tinggalkan orang-orang Muslim dan Mukmin, orang-orang jahil yang tidak tahu tentang Makrifatullāh di dalam hatinya, atau non Muslim, apa yang mereka katakan kepada orang-orang itu?
Jadi apa yang mereka katakan? Siapa yang tahu? Mā syā’ Allāh, kita mempunyai Ḥāfiẓ, kita mempunyai Wā‘iẓ, kita mempunyai Ahlu ’l-bayt, kita mempunyai Asyadd, kita mempunyai Aqṭāb, kita mempunyai Akhyār, kita mempunyai Syurafā’, apa yang dikatakan oleh ‘ibādu ’r-raḥmān ini? Mereka mengucapkan salām, qālū salāmā. Mereka menyebarkan perdamaian di bumi. Mereka menyebarkan perdamaian di antara manusia. Mereka bukanlah orang-orang yang memulai perkelahian. Mereka bukanlah orang-orang yang memulai fitnah. Mereka bukanlah orang-orang yang memulai perang. Itu bukanlah karakteristik dari ‘ibādu ’r-raḥmān; itu bukanlah karakteristik dari orang-orang yang telah diangkat kedudukannya. Semakin sering kalian mempraktikkan salām, semakin tinggi kedudukan kalian untuk mencapai tujuan tersebut, yakni ‘ibādu ’r-raḥmān. .
Mereka bukanlah pembuat onar; mereka bukanlah koruptor; mereka bukanlah orang-orang yang suka curiga; mereka bukanlah orang-orang yang iri; mereka menyebarkan salām di antara manusia. Mereka sendiri adalah wujud salām bagi orang lain, mereka adalah kedamaian bagi orang lain. Itulah sebabnya dikatakan dalam ḥadīṡ bahwa seorang Mukmin adalah orang yang alif, di mana orang-orang menyukainya dan ia menyukai orang-orang. Seorang Mukmin, Mukminah, Muslim, Muslimah adalah seseorang yang disukai orang-orang. Mereka melihat kebaikan pada dirinya dan mereka tahu banyak tidak ada bahaya yang akan muncul dari dirinya, karena ia tergolong ‘ibādu ’r-raḥmān.
Wahai Muslim, kalian harus mengikuti al-Qur’ānil-Karīm, dan kalian harus mencapai level ‘ibādu ’r-raḥmān. Ketika orang-orang melihat kalian, mereka akan mengatakan, “Ia adalah ‘Abdu ’r-Raḥmān atau Amatu ’r-Raḥmān, ia adalah orang yang baik.” “Tidak ada bahaya yang muncul darinya.” Itulah Mukmin. Itulah Muslim sejati.
Rasūlullāh (saw) telah datang untuk mengajari kalian, wahai Muslim, wahai orang-orang yang mengikuti risalahnya–bagaimana mencapai salām tersebut; ketika orang-orang selamat dari lisan kalian, ketika orang-orang selamat dari tangan kalian, itulah Muslim. Rasūlullāh (saw) mengatakan kepada kalian bahwa Muslim sejati adalah seseorang di mana orang-orang selamat darinya. Ia menyebarkan salām, mereka selamat dari lisannya; mereka selamat dari tangannya.
Apakah kalian Muslim? Di manakah kalian? Bagaimana orang melihat diri kalian? Apakah mereka melihat kalian merasa takut bahwa kalian mungkin dapat menyakiti mereka? Apakah mereka melihat pada kita atau pada kalian, mereka takut bahwa kalian akan mengatakan sesuatu yang mencela mereka, meremehkan dan merendahkan mereka? Mari kita lihat diri kita sendiri apakah kita adalah Muslim sejati yang mengikuti bimbingan al-Qur’ānil karim? Apakah kita sudah menjadi ‘ibādu ’r-Raḥmān? Apakah kita telah mengikuti bimbingan Rasūlullāh (saw) di mana Muslimūn selamat dari lisan dan tangan kita?
Allāh (swt) telah mengutus Rasul yang paling dicintai-Nya kepada kalian untuk mengajari kalian mencapai salām tersebut. Allāh (swt) mengundang kalian ke mana? Ketika Allāh (swt) mengutus Rasūlullāh (saw) apakah yang menjadi saripati dari risalahnya? Apakah inti dari risalahnya? Apakah dasar dari risalahnya? Allāh mengundang manusia, Dia mengundang umat manusia ke mana? Wa-Allāhu yad‘ū ilā dāri ’s-salām, (Surat Yūnus, 10: 25), Allāh (swt) mengundang kalian ke rumah, ke kediaman, ke area, ke istana dari Surga tersebut. Nama Surga itu adalah Dāru ’s-Salām. “Yā Ḥabībī, serulah mereka ke Tanah-Ku yang penuh kedamaian.”
Para Awliyāullāh juga mengatakan bahwa Dāru ’s-Salām berarti Dār-nya Allāh. Salah satu Nama Allāh adalah as-Salām. “Wahai Kekasih-Ku, serulah mereka–Aku mengundang mahkluk ciptaan-Ku, Aku mengundang manusia untuk datang ke Rumah-Ku, ke Dār Aku. Aku adalah as-Salām. Datanglah ke Rumah-Ku,” sebagaimana kita menyebut Baitullāh untuk Ka‘bah Mu‘azzamah, Rumah Allāh, Dāru ’s-Salām. Allāh (swt) mengundang makhluk-Nya, umat manusia ke Rumah-Nya. Dan Dia berfirman, “Lakukanlah wahai Muḥammad (saw).”
Allāh (swt) menggambarkannya di dalam al-Qur’ān suci, “wa dā‘iyan ilallāhi bi-iżnih, dan sebagai penyeru kepada Allāh dengan izin-Nya” (Surat al-Ahzāb, 33:46). Jadi siapakah orang yang membawa undangan tersebut? Rasūlullāh (saw) datang dengan undangan. Allāh (swt) mengatakan, “RSVP, panggillah orang ini; ikutilah orang ini—bukan “orang”, tetapi ikuti Kekasih-Ku, yang akan menunjukkan Rumah-Ku kepada kalian. Rumah yang penuh kedamaian. Datanglah ke Tanah yang penuh kedamaian.” “Ikutilah Rasul-Ku yang telah Kuutus dengan undangan-Ku.”
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ
Wa alladzīna istajābū li-rabbihim–dan orang-orang yang memenuhi (seruan) Tuhannya. (Surat asy-Syūrā, 42: 38)
Orang-orang yang telah menerima undangan melalui Rasūlullāh (saw), mereka diundang ke mana? Ke Tanah yang penuh kedamaian. Jadi damai itu adalah tujuan kalian. Damai itu adalah target kalian. Damai itu adalah kediaman kalian. Rumah terakhir kalian adalah Dāru ’s-Salām. Jadi apakah kalian telah memulai perjalanan menuju perdamaian? Mari kita lihat diri kita sendiri. Apakah kita berada di jalur menuju perdamaian itu?
Jadi Rasūlullāh (saw) adalah seorang dai, dan beliau mengundang kalian ke mana? Beliau mengundang kalian menuju salām. Jadi bila kalian melihat seorang dai yang mengundang kalian ke dalam suatu perselisihan; seorang dai yang mengajak kalian bertengkar; seorang dai yang mengajak kalian kepada permusuhan; seorang dai yang mengajak kalian pada kebencian yang mendalam; seorang dai yang mengajak kalian pada pemisahan; seorang dai yang mengajak kalian kepada perpecahan, maka ia bukanlah dai sejati.
Dāru ’s-Salām, itu adalah misi kita, untuk mendapatkan perdamaian di masyarakat kita; pertama dalam keluarga, kemudian dengan kerabat, lalu dengan tetangga, lingkungan, masyarakat dan bangsa. Umat manusia harus mencapai tingkat yang tinggi dalam meraih perdamaian, dan itu adalah melalui pesan-pesan Surgawi. Jadi kita berusaha untuk menciptakan perdamaian di sekeliling kita.
Ketika kalian berjalan di bumi, praktikkan untuk menyebarkan salām. Praktikkan salām wahai Muslim, wahai Mukmin. Ini adalah żāhir. Ini adalah ilmu lahiriah. Ada pula ilmu batiniah mengenai salām tersebut. Ilmu batin adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyidina Ibrahim (as), sebagaimana yang diisyaratkan oleh beliau, dan apa yang didoakan oleh beliau. Beliau berkata, “Yā Rabbī, biarkankan aku menghadap-Mu dengan qalbٍin ṣalīm. Biarkan batinku, hatiku penuh dengan salām.
Jadi sisi luar kalian harus penuh dengan salām, demikian pula dengan sisi batin kalian, harus penuh dengan salām juga. Tubuh kalian harus merefleksikan salām, hati kalian harus merefleksikan salām. Sisi luar, organ yang paling penting pada tubuh atau fisik adalah lisan dan tangan, di mana Rasūlullāh (saw) bersabda bahwa, al-muslimu man salima ’l-muslimūna min lisānihi wa yadihi–Seorang Muslim adalah yang kaum Muslimin selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya. Kalian harus memastikan bahwa kedua organ penting ini, yakni lisan dan tangan di mana secara lahiriah orang-orang selamat dari kalian. Itu adalah salām secara lahiriah.
Lalu apakah salām batiniah itu? Kita berbicara mengenai qalb–hati yang penuh dengan salām. Karena dengan qalb tersebut, sebagaimana yang diminta oleh Sayyidina Ibrahim (as), jika kalian memiliki qalb tersebut, pada Hari Perhitungan kalian akan masuk Surga.
Rasūlullāh (saw) tidak hanya mengatakan bagaimana mencapai hati yang penuh salām, sesungguhnya ada contoh yang terjadi di masjid beliau yang ditunjukkan oleh Rasūlullāh (saw) kepada umatnya secara praktik bagaimana mencapai salām secara batiniah; bagaimana kalian dapat merasakan hati kalian dengan salām. Ketika hal itu tercapai, kalian akan menjadi Ahlul Jannah.
Diriwayatkan oleh Imām Aḥmad, bahwa Sayyidinā ‘Abdullāh bin ‘Amru (ra), mereka sedang duduk bersama Rasūlullāh (saw) di masjid, lalu Rasūlullāh (saw) berkata, “Yadkhulū, sekarang akan masuk orang dari Ahlul Jannah.” Mereka melihat ke arah pintu, seorang Ṣaḥābī dari kaum Anshar masuk, baru saja mengambil wuḍū, ia membawa sandalnya, dan ia masuk untuk ṣalāt. Keesokan harinya para Sahabat sedang duduk bersama Rasūlullāh (saw), lalu beliau mengatakan hal yang sama, “Sekarang akan masuk seseorang dari Ahlul Jannah.” Orang yang sama kemudian masuk. Keesokan harinya, hari ketiga Ṣaḥābatul Kirām sedang duduk bersama Rasūlullāh (saw), dan beliau mengulangi hal yang sama, “Sekarang akan masuk seseorang dari Ahlul Jannah.” Ṣaḥābī yang sama dengan dua hari sebelumnya kembali masuk.
Setelah majelis di masjid itu selesai, Sayyidinā ‘Abdullāh bin ‘Amru (ra) mengikuti Ṣaḥābī itu dan ingin berbicara dengannya. Ia berkata, “Aku sedang bertengkar dengan ayahku, dan aku bersumpah bahwa aku tidak akan tinggal dengannya selama tiga hari ke depan. Bisakah engkau menampungku selama tiga hari ke depan sampai periode itu selesai?” Orang dari Ahlul Jannah itu sebagaimana yang dikatakan oleh Rasūlullāh (saw)—Ṣaḥābī itu berkata, “Ya, engkau boleh tinggal bersamaku selama tiga hari.” Kemudian Sayyidinā ‘Abdullāh bin ‘Amru (ra) berkata, “Orang itu tidak melakukan ibadah ekstra apa pun, ia hanya melakukan apa yang dilakukan oleh semua orang. Ia tidak melakukan ṣalāt tahajjud, tetapi ia bangun di tempat tidurnya, dan melakukan żikrullāh hingga ażan Subuh dikumandangkan.” Jadi tidak ada sesuatu yang ekstra yang dilakukan orang ini, tetapi Rasūlullāh (saw) mengatakan bahwa ia termasuk Ahlul Jannah.
Jadi di penghujung hari Sayyidinā ‘Abdullāh berkata, “Yā Sayyidi, aku tidak bertengkar dengan ayahku, tetapi aku ingin tinggal bersamamu, tinggal tiga hari bersamamu untuk menemukan apa yang kau lakukan sampai-sampai Rasūlullāh (saw) mengatakan bahwa engkau termasuk dari Ahlul Jannah.” Ia berkata, “Seperti yang kau lihat, tidak ada yang khusus, tetapi di dalam hatiku aku tidak mempunyai ghisy (غِشّ), aku tidak mencurangi orang, aku jujur kepada semua Muslim, aku tidak mempunyai keinginan untuk mencurangi dan menyakiti Muslim di luar sana.” Itu yang pertama—tidak ada ghisy, tidak ada kecurangan dan tidak ada penipuan kepada setiap Muslim, sejujurnya. Aku tidak berbohong, aku tidak menipu.
“Kedua, wa lā aḥsudu aḥadan ‘alā mā ātāhu’llāhu min khayr, dan aku tidak iri dan dengki kepada siapa pun atas kebaikan yang Allāh (swt) anugerahkan kepadanya.” “Itulah sebabnya engkau menjadi Ahlul Jannah!” Jadi, orang dari Ahlul Jannah, itu artinya di dalam hati kalian tidak ada iri atau dengki, kecurangan, kebencian, permusuhan, kebohongan—karakteristik buruk apa pun yang kita semua miliki dalam hati kita.
Jadi secara lahiriah, orang-orang selamat dari lisan dan tangan kalian; dan secara batiniah orang-orang selamat dari tipu daya, penipuan, kebohongan, kecurangan, ghibah, dan gosip kalian. Secara lahiriah kalian salām, secara batiniah kalian salām. Jika kita mencapai hal itu, di mana kalian dapat merefleksikan perdamaian secara lahiriah dan batiniah, malaikat akan datang kepada kalian. Dan mereka akan mengatakan, “Salāmun ‘alaikum bimā ṣabartum, salām bagimu—salām dari Allāh (swt) bagimu, karena kalian telah sabar di jalan yang sulit ini.” Untuk cinta damai secara lahiriah adalah sulit; untuk cinta damai secara batiniah pun sulit; tetapi kalian akan menjadi Ahlul Jannah.
Dan saya melihat kakek saya pada saat-saat terakhirnya, Mawlānā Syekh Nāẓim (q), beliau memandang saya dan beliau berulang-ulang mengatakan, “Salāmun ‘alaikum bimā ṣabartum, fa-ni‘ma ‘uqbā ad-dār.” (Surat Ar-Ra‘d, 13: 24). Beliau sabar, beliau salām secara lahiriah, beliau salām secara batiniah. Mawlānā Syekh Hishām dan yang lainnya, mereka berusaha menunjukkan, merefleksikan salām secara lahiriah dan salām secara batiniah. Jadi yang menjadi moto atau prinsip dari setiap Waliyullāh adalah salām tersebut. Wa qālū salāmā. (Surat Al-Furqān, 25: 63). Fa-ni‘ma ‘uqbā ad-dār, kabar gembira, betapa indahnya ad-dār yang akan engkau tuju—yakni orang yang telah mencapai salām.
Jadi bagaimana kalian dapat mencapai salām? Apakah kalian membelinya di Amazon? Apakah kalian dapat mencarinya di Google AI; kalian ketikkan, “Di mana aku dapat menemukan salām?” “Apakah aku dapat menemukannya melalui orang ini?” “Apakah aku dapat menemukannya dengan orang itu?” “Apakah aku dapat menemukannya di gedung ini?” “Apakah aku dapat menemukannya di istana ini?” “Di mana aku dapat menemukan salām?” Rasūlullāh (saw) telah mengatakan kepada kalian, “Wahai para pengikutku, wahai Muslim, aku akan memberitahu kalian di mana kalian dapat menemukan salām.” “Karena kalian tidak tahu, wahai Muslim, di mana salām itu, aku akan memberi tahu kalian.” “Petama aku akan membacanya dulu lalu kalian ulangi setelah aku. Lima kali sehari kalian harus mengucapkan: Allāhumma anta as-salām, wa minka as-salām.” Salām itu berasal dari-Mu, ia bukan berasal dari buku-buku; ia bukan berasal dari perpustakaan. Ia bukan berasal dari Amazon; ia bukan berasal dari apa pun, melainkan dari-Mu, minka as-salām. Jadi Allāh (swt)-lah yang akan mengaruniai kalian salām.
Allāh (swt) merespons doa yang dipanjatkan oleh Rasūlullāh (saw), dan Dia mengaruniainya salām. Ketika Rasūlullāh (saw) melakukan mi‘rāj, Allāh (swt) mengatakan, “As-salāmu ‘alayka ayyuhā an-nabiyy, wa raḥmatullāhi ta‘ālā wa barakātuh.” Ketika kalian meningkat dalam ketaatan, ketika kalian meningkat dalam ubudiah, dalam pengabdian kepada Allāh (swt) pada akhirnya kalian akan mencapai level At-taḥiyyātu lillāh ketika kalian ṣalāt. Kalian dalam ketaatan. Kalian ṣalāt, kalian dalam ketaatan, dalam ibadah. Allāh (swt) menunggu–di sini bukan “menunggu” astaghfirullāh–itu adalah untuk kita, tetapi agar kita mengerti, ketika kalian selesai ṣalāt dua rakaat dan kalian duduk dan mengucapkan, “At-taḥiyyātu lillāh, yā Rabbī, aku dalam Hadirat-Mu sekarang. Ṣalāt kalian adalah mi‘rāj kalian. Rasūlullāh (saw) sampai duluan di sana, barulah ṣalāt ditetapkan bagi Mukmin, karena Allāh (swt) ingin agar mereka mengikuti Rasūlullāh (saw).
Ketika beliau melakukan mi‘rāj, Allāh (swt) mengatakan, “As-salāmu ‘alayka ayyuhā an-nabiyy wa raḥmatullāhi ta‘ālā wa barakātuh” dan apa yang diucapkan oleh Rasūlullāh (saw)? Bagaimana beliau membalas salām tersebut? Allāh (swt) mengaruniainya salām, itulah sebabnya kalian mendapatkannya. Kalian mendapatkannya dari Dia. Dia harus mengatakan, salāmun qawlan–salām harus diucapkan oleh Rabbun Raḥīm, oleh Tuhan Yang Maha Penyayang.
Jadi Rasūlullāh (saw), sebagaimana yang saya dengar dari guru kita bahwa apa pun yang beliau ambil dari Allāh (swt), beliau selalu bertanya, “Yā Rabbī, apakah ini juga untuk umatku?” Dia berfirman, “Jika mereka mengikutimu dengan benar, mereka akan mendapatkannya.” Itulah sebabnya di atas sana beliau mengucapkan, “As-salāmu ‘alaynā wa ‘alā ‘ibādi ’llāhi ’ṣ-ṣāliḥīn.” Semoga salām dianugerahkan kepadamu wahai Muslim, wahai Mukmin ketika kalian saleh.
Apakah saleh itu? Ketika kalian saleh, yaitu ketika kalian bermanfaat bagi orang lain; ketika kalian menjadi seseorang yang melakukan kebaikan bagi orang lain. Ketika kalian menjadi orang yang dapat menunjukkan jalan ke Surga. Jadi jika kalian mengikuti Rasūlullāh (saw) dalam mi‘rāj kalian, Allāh (swt) akan menganugerahkan kepada kalian salām tersebut, karena Rasūlullāh (saw) berdoa, meminta untuk itu di Hadirat Ilahi. Beliau bersabda, “Yā Rabbī, As-salāmu ‘alaynā wa ‘alā ‘ibādi ’llāhi ’ṣ-ṣāliḥīn.” Jika kalian orang yang saleh, kalian akan mencapai salām dari Allāh (swt) tersebut. Setelah itu kalian akan menjadi salām dari sisi lahiriah dan salām dari sisi batiniah, dan kalian akan termasuk ‘ibādu ’r-Raḥmān. Seperti itulah bagaimana kalian mengikuti Rasūlullāh (saw) untuk menjadi aṣ-ṣāliḥīn. Apakah kalian termasuk orang-orang yang saleh? Apakah kita termasuk orang-orang yang saleh? Atau apakah kita termasuk yang sebaliknya? Yakni dari golongan mufsidīn–orang-orang yang menyebarkan korupsi dan kerusakan di bumi. Apakah kita mufsid atau kita muṣliḥ? Setiap orang dapat mengecek dirinya sendiri. Tetapi untuk mufsid, bahkan jika mereka mengaku bahwa mereka Muslim, mereka tidak akan mencapai salām itu. Salām itu hanya untuk ‘ibādi ’llāhi ’ṣ-ṣāliḥīn. Berusahalah untuk menjadi‘ibādi ’llāhi ’ṣ-ṣāliḥīn dan Allāh akan mengaruniai kalian salām baik dari sisi lahiriah maupun batiniah kalian akan menjadi refleksi dari salām sebagaimana para Syuyukh kita yang merupakan refleksi dari salām.
Itulah sebabnya Mawlānā telah mengajari saya doa, dan saya akan membaginya dengan semua. Berusahalah untuk membaca doa ini sesering mungkin. Saya sering membacanya berulang kali dalam sehari ketika saya mengingatnya walau kadang-kadang saya pun lupa, tetapi ketika saya ingat, saya akan membacanya.
اللَّهُمَّ أَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
Allāhumma adkhilnī biraḥmatika fi ‘ibādika ‘ṣ-ṣāliḥīn
Ya Allāh, masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.
Ini adalah doa yang berasal dari al-Qur’ānil Karīm. Ini adalah doa Nabi Sulaiman (as). Beliau berdoa,
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
Rabbī awzi‘nī an asykura ni‘mataka allatī an‘amta ‘alayya wa ‘alā wālidayya wa an a‘mala ṣāliḥan tarḍāhu wa adkhilnī biraḥmatika fī ‘ibādikaṣ-ṣāliḥīn.
Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh. (Surat an-Naml, 27:19)
Itu dari awal ayat, tetapi pada bagian akhir Mawlānā mengatakan kepada saya untuk membaca doa itu, “Masukkanlah aku dengan Rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” “Dengan Rahmat-Mu aku bisa masuk ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” Jadi kalian memerlukan rahmat tersebut, kalau tidak kalian tidak akan masuk ke dalam golongan orang-orang yang saleh.
Di manakah rahmat itu? Di mana kalian dapat menemukannya? illā mā raḥima rabbī, Yusuf (as), Nabiyullāh mengatakan, “Yā Rabbī, Rahmat-Mu akan melindungiku dari ego burukku.” Ego burukku adalah alasan mengapa aku tidak dapat mencapai kedamaian secara lahiriah dan tidak mencapai kedamaian secara batiniah. Di dalam surat Surat Ghāfir, Allāh (swt) berfirman bahwa malaikat berdoa untuk Mukmin–karena kalian membutuhkan pertolongan malaikat untuk menjadi orang yang baik. Doa mereka mustajab. Di dalam Surat Surat Ghāfir atau Surat Al-Mu’min, doa para malaikat untuk Mukmin adalah,
وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ ۚ وَمَنْ تَقِ السَّيِّئَاتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهُ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Waqihimu as-sayyi’āti wa man taqi as-sayyi’āti yawma’idhin faqad raḥimtah, wa żālika huwa al-fawzu al-‘aẓīm.
Dan peliharalah mereka dari kejahatan-kejahatan. Dan barang siapa yang Engkau pelihara dari kejahatan pada hari itu, maka sungguh, Engkau telah memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah kemenangan yang agung. (Surat Ghāfir, 40:9)
“Lindungi mereka dari sayyi’at, dari amal buruk, dari perbuatan buruk, karena orang yang Engkau lindungi dari amal buruk wahai Tuhan kami, pada hari itu adalah orang yang Engkau kirimkan rahmat kepada mereka.” Rasūlullāh (saw) menunjukkan kepada kita. Oleh sebab itu berdoalah, mintalah kepada Allāh untuk rahmat itu.
Di manakah rahmat itu? Yaitu dengan mengucapkan, “Bismillāh ar-Raḥmān ar-Raḥīm.” Raḥmānu ‘d-dunyā wa ’l-ākhirati wa raḥīmahumā. Rahmat di dunia dan Akhirat ada dalam dua Nama ini. Siapakah orang yang membawa rahasia dari Bismillāh ar-Raḥmān ar-Raḥīm? Siapakah orang yang membawa rahmat tersebut? Itu adalah Sirrul Qur’ān, dan yang membawanya adalah Rasūlullāh (saw) karena beliau adalah rahmat bagi seluruh alam. Oleh sebab itu jagalah adab, wahai Muslim. Perbaiki diri kalian. Hentikan segala sesuatu yang tidak damai, hentikan segala yang buruk. Para malaikat memohon kepada Allāh (swt) untuk melindungi kalian dari perbuatan buruk. Para malaikat memohon kepada Allāh (swt) untuk melindungi kalian dari kata-kata yang buruk. Para malaikat memohon kepada Allāh (swt), “Lindungi mereka yā Allāh, kirimkan rahmat-Mu kepada mereka. Oleh sebab itu jagalah adab, wahai manusia, wahai Muslim.
Semoga Allāh (swt) mengampuni kita. Semoga Allāh (swt) memperkenankan kita untuk menerima rahmat itu; rahmat yang melindungi kita dari ego buruk kita dan untuk menerima dari rahmat tersebut untuk menjadi salām dari sisi lahiriah dan salām dari sisi batiniah; yaitu ketika kalian sungguh-sungguh mengucapkan, “Allāhumma anta as-salām, wa minka as-salām, wa ilayka ya‘ūdu as-salām,” karena kepada-Nya kalian kembali. Wa ilayka ya‘ūdu as-salām, faḥayyinā rabbana bis-salām, wa adkhilnā al-jannata dāraka dāra as-salām. Itu semua adalah dari rahmat Allāh (swt). Itulah yang harus kalian gali wahai Muslim. InsyāʾAllāh kita dapat menggalinya.
Saya minta maaf karena terlalu lama mengambil waktu kalian. Saya tahu bahwa kalian harus tidur lebih awal, tetapi di antara kalian ada hati-hati yang menarik seperti magnet. Sebagaimana Mawlānā Syekh Hisham biasa mengatakan, dan Mawlānā Syekh Nazim biasa mengatakan bahwa sesuai dengan hadirin, sesuai dengan hati-hati mereka, jika hati mereka menginginkan lebih banyak, maka kata-kata akan terus keluar dan ṣuḥbah menjadi lebih panjang; tetapi bila hatinya tertutup, ṣuḥbah-nya menjadi lima menit atau sepuluh menit, tetapi mā syāʾ Allāh di antara kalian ada hati-hati yang bagaikan magnet. Alḥamdulillāh Mawlānā mengirimkan ilmu dari Rasūlullāh ini. Kita semua mengambil dari ilmu beliau. Itu bukanlah milik saya, milik kalian atau milik dia; kita semua mengambil dari samudra ilmu beliau.
Sayyidinā Ḥasan al-Baṣrī (q) suatu ketika memberikan ṣuḥbah. Muridnya bertanya, “Yā Sayyidi ṣuḥbah-mu hari ini tidak terlalu baik, tidak tinggi. Ini adalah hal-hal yang sangat sederhana. Apa bedanya dengan ṣuḥbah kemarin, mā syāʾ Allāh itu adalah raksasa. Ṣuḥbah yang sangat besar.” Beliau lalu berkata, “Kemarin di antara kalian ada Rābi‘ah al-‘Adawiyyah yang duduk di belakang, jadi aku harus memberikan porsinya yang besar seperti memberi makan gajah. Ia memerlukan sesuatu yang besar. Hari ini, kalian semua seukuran semut, jadi aku memberi kalian beberapa remah-remah. Jadi jika magnetnya seperti hatinya Rābi‘ah al-‘Adawiyyah, seorang Waliyullāh wanita, ṣiddīqa waliyyā, hatinya menginginkan ilmu yang lebih, maka itu menjadi terbuka; tetapi jika di antara kita adalah orang-orang seperti kita yang sudah cukup senang dengan remah-remah di sana sini, mereka akan melemparkan remah-remah itu saja. Alḥamdulillāh hari ini ada sesuatu yang berbeda. Hari ini ada sesuatu yang sungguh berbeda. Saya tidak mempersiapkan ini dan saya tidak tahu bagaimana ia muncul, tetapi alḥamdulillāh Mawlānā telah mengirimkan salām. Jadilah salām di sisi lahiriah, dan salām di sisi batiniah wahai Muslim.
Wa min Allāhi at-taufīq, bi ḥurmati al-ḥabīb, bi ḥurmati al-Fātiḥah.
https://sufilive.com/How-Can-We-Achieve-Salam-Peace–8593.html
© Hak Cipta 2025 Sufilive. Seluruh hak dilindungi. Transkrip ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta internasional. Mohon cantumkan atribusi kepada Sufilive saat membagikannya. Jazakallāhu khayran. .