Khalwat

Syekh Muhammad Hisyam Kabbani

 

أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم

Athi’ullaha wa athi’ur rasula wa ulil amri minkum

“Patuhilah Allah (swt), patuhi Rasul-Nya (s), dan ulil amri di antara kalian.” [An-Nisaa, 4: 59]
Wa min Allah at tawfiq

“Kesuksesan hanya datang dari Allah (swt).”

 

Kita bertemu di masjid ini dan kita harus berdoa, sebagaimana Nabi (s) memerintahkan seluruh Sahabat dan semua guru memerintahkan murid-muridnya, agar 1 jam duduk di sini dihitung sebagai 1 jam berkhalwat.  Kalian memutuskan hubungan diri kalian dengan dunia luar dan datang ke sini untuk memuliakan Allah (swt), memuliakan Nabi (s), dan memuliakan Syekh.  Untuk menjadi teladan yang baik dan menjadi murid tarekat yang baik.  Kalian meninggalkan negeri kalian, rumah-rumah kalian, meninggalkan segalanya dan datang ke sini demi kebaikan dan untuk mempelajari sesuatu.  Kalian tidak datang ke sini hanya sekedar mengisi waktu.  Kalian datang untuk memperoleh nasihat spiritual dari Syekh.  Itulah sebabnya kalian harus mendengarkan dengan baik dan berperilaku yang sesuai dengannya.  Jangan datang ke sini, menghabiskan waktu 15 hari untuk berlibur, lalu kembali.  Kalau seperti itu, lebih baik tidak usah datang.

Nabi (s) telah memerintahkan semua Sahabat untuk memasuki khalwat, mengasingkan diri atau bertafakur.  Ini berarti menjaga Hadirat Allah (swt) dan kecintaan terhadap Nabi (s) dalam kalbu mereka.  Setelah Nabi (s), seluruh Sahabat, khususnya Sayyidina Abu Bakar (r) dan Sayyidina `Ali (kw)—dari keduanya seluruh jalan tarekat diturunkan—mengajarkan pengikutnya untuk berkhalwat.  Grandsyekh pernah berkata, “Seseorang yang tidak pernah berkhalwat selama hidupnya berarti ia telah menyia-nyiakan hidupnya.”  Jika kalian tidak pernah berkhalwat walaupun hanya sekali saja, berarti hidup kalian sia-sia.

Kalian tidak akan membawa apa-apa.  Kalian hanya akan mendapat apa yang telah direncanakan oleh Allah (swt) bagi kalian.  Dan Allah (swt) telah merencanakan agar setiap orang menjadi Mukmin yang baik.  Itulah sebabnya ketika Dia menciptakan ruh manusia, Dia bertanya kepada mereka, “Siapa Aku dan siapa kalian?”  Rasul dan para Awliya menjawab, “Engkau adalah Tuhan kami dan kami adalah hamba-Mu!”  Yang lain berkata, “Engkau adalah engkau, kami adalah kami!”  yang berarti, “Kami tidak percaya kepada-Mu, jika Engkau adalah Tuhan, maka kami juga.”  Mereka semua adalah orang-orang kafir.  Allah (swt) melemparkan mereka ke dalam kegelapan selama 70.000 tahun, kemudian memanggil mereka kembali, dan bertanya lagi, “Siapa Aku dan siapa kalian?”  Sebagian dari mereka menjawab, “Engkau adalah Tuhan kami dan kami adalah hamba-Mu.”  Mereka ini juga termasuk Mukmin.[1]

Kita adalah Mukmin tersebut.  Jangan mendengar ego kalian yang berkata seperti yang kita katakan pertama kali ketika Allah (swt) bertanya kepada kita, sebelum Dia melemparkan kita ke dalam kegelapan, “Engkau adalah engkau dan kami adalah kami.”  Setelah Allah (swt) melemparkan ego ke dalam kegelapan barulah ego menerima dan berkata, “Engkau adalah Tuhan kami!”  Sekarang sekali lagi kita datang ke bumi—dalam bentuk fisik setelah yang pertama, sebagai makhluk spiritual—kita masih mengatakan, “Engkau adalah engkau dan kami adalah kami.”  Tak ada orang yang menerima.

Seluruh guru Tarekat Naqsybandi harus menempatkan muridnya ke dalam khalwat,  dengan alasan yang sama ketika Allah (swt) menempatkan ruh kita ke dalam kegelapan selama 70.000 tahun, yaitu untuk memoles diri kita dan mengajarkan kita perilaku yang baik, agar nanti kita dapat menerima kenyataan bahwa, “Engkau adalah Tuhan kami dan kami adalah hamba-Mu.”

Inilah yang diajarkan oleh Mawlana selama ini, untuk menjadi hamba yang baik bagi Tuhan kita.  Untuk mematuhi Tuhan kita.  Tetapi ego kita tidak menerima, oleh sebab itu Grandsyekh berkata, sebagaimana Nabi (s) memerintahkan para Sahabat untuk berkhalwat, beliau juga harus memerintahkan para pengikutnya untuk berkhalwat.  Jika tidak di dunia ini, mereka harus berkhalwat di dalam kuburnya, dalam periode 40 hari.  Ini adalah kewajiban bagi setiap orang.  Tak ada yang membersihkan diri kalian dari perilaku buruk kalian kecuali dengan berkhalwat.

Jika kalian tidak memasuki khalwat, kalian tidak akan dibersihkan dan kalian akan masuk dalam level ‘penuh warna’ atau ‘multiwarna’  (Maqam at-talwiin).  Tarekat Naqsybandi menyebut posisi atau maqam kita sekarang dengan istilah itu—artinya terus-menerus berubah, satu hari kita baik, hari berikutnya buruk dan berikutnya lagi setengah-setengah.  Ini tidak bisa dihilangkan dan kita tidak bisa menjadi satu warna saja kecuali dengan berkhalwat.

Saudara-saudaraku, berusahalah sebaik-baiknya agar Syekh memberi izin untuk memasuki khalwat.  Kami tidak mengatakan agar kalian pergi kepada Syekh, lalu memohon, “Wahai Syekh, izinkanlah aku untuk berkhalwat,”  bukan seperti itu caranya.  Jalannya adalah dengan mencoba menerima apa yang diberikan kepada kalian tanpa menggunakan pikiran kalian.  Yakinlah dengan apa yang dikatakannya kepada kalian.

 

[1] Narasi Abu `Abdillah mengenai pembagian tiga kelompok ruh pada Hari Perjanjian dan tinggalnya mereka di dalam kegelapan, dalam Nawadir al-usul dari Hakim, hal. 417-418.

http://www.naqshbandi.org/teachings/suhbats/seclusion/