
Mawlana Shaykh Hisham Kabbani
Mountain View, California, USA
4 April 2008
Subhanallaah…
Subhanallaah… apa artinya dalam bahasa Inggris? Glory be to Allah (kemuliaan bagi Allah). Subhanallaah, sebenarnya maknanya bukan glory be to Allah, tetapi wondering, merasa takjub, kagum kepada Allah. Subhanallaah artinya sesuatu yang berada di luar deskripsi, di luar gambaran. Segala sesuatu yang kalian lihat yang dirasa luar biasa bagi kalian, kalian ucapkan “Subhanallaah.” Segala sesuatu yang kalian lihat buruk, kalian ucapkan, “A`aadzanallaah,” kami memohon perlindungan kepada Allah. A`aadzanallaah artinya seperti A`uudzubillaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim, semoga Allah melindungi kita. Jadi ketika melihat sesuatu yang indah, kita ucapkan, “Subhanallaah,” karena kalian merasa takjub bagaimana hal itu bisa terjadi.
Dan subhanallaah bagaimana Allah memberi manusia suara yang berbeda-beda. Seseorang mempunyai suara yang indah, yang lain mempunyai suara yang normal, biasa-biasa saja, dan yang lain lagi mempunyai suara yang abnormal (tertawa)… ia yang mengatakannya (sambil menunjuk seseorang). Siapa yang memberi suara itu? Allah (swt) memberi setiap orang sesuatu yang membuatnya bahagia dengan karunia itu. Dan setiap orang merasa senang dengan otaknya, dengan kepandaiannya. Bahkan seorang anak berpikir bahwa ia lebih pandai daripada orang tuanya. Suami berpikir bahwa ia lebih pandai daripada istrinya; istri juga berpikir bahwa ia lebih pandai daripada suaminya. Artinya setiap orang mendapat sesuatu yang Allah berikan kepada mereka dan itu membuat mereka bahagia dengannya. Itu pasti.
Saya melihat berita kemarin, dan di antara berita-berita itu ada seorang wanita yang mengiklankan sebuah produk obat, tablet. Apa yang dikatakannya? “Aku mempunyai satu tubuh dan satu kehidupan.” Kalian mendengarnya juga? Satu tubuh, satu kehidupan. Artinya ia senang dengan tubuhnya dan ia senang dengan kehidupannya. Artinya ia ingin melakukan yang terbaik untuk tubuhnya dan yang terbaik untuk kehidupannya. Itulah maksudnya. Ada lagi yang lain? Yang menjadi masalah bagi kita adalah bahwa semua pikiran kita, semua kepandaian kita, pekerjaan kita siang dan malam hanya untuk membuat tubuh kita senang, hanya untuk menikmati kehidupan kita. Itu saja.
Nabi (saw) bersabda–Allah mewahyukan kepadanya di dalam kitab suci al-Qur’an untuk membaca,
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً
Rabbanaa aatinaa fi ‘d-dunyaa hasanah wa fi ‘l-aakhirati hasanah
Tidak hanya dunia tetapi juga akhirat. “Yaa Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di Akhirat.” Artinya kita harus seimbang. Sekarang ini orang-orang tidak seimbang. Mereka datang dan mengatakan bahwa mereka mempunyai masalah, mereka mempunyai kesulitan. Kalian menciptakan kesulitan dengan tangan kalian sendiri, melalui ketidakseimbangan. Lihatlah wanita di iklan tadi dengan semboyannya, “Satu tubuh, satu kehidupan.” Islam datang dengan mengatakan, “Satu tubuh, satu kehidupan,” dan “Satu tubuh, satu ruh” untuk akhirat; kalian harus seimbang. Sekarang ini kita tidak seimbang, karena kita bekerja untuk dunia saja; padahal Allah mengatakan bekerjalah untuk dunia dan bekerjalah untuk akhirat.
Sayyidina Muhammad `alayhi afdhaalu ‘sh-shalaatu wa ‘s-salaam, setiap kali namanya muncul, kita harus mengucapkan, “Subhanallah.” Mengapa? Mengapa kita harus mengucapkan, “Subhanallah.”? Apa artinya? Artinya kita harus selalu dalam keadaan, keadaan yang luar biasa yang membuat kita merasa takjub akan Keagungan Allah (swt) bagaimana Dia telah menciptakan seorang Wakil yang Agung, seorang Khalifah yang Agung, seorang… saya tidak ingin mengatakan seperti kita sedang menggambarkan seorang manusia biasa, karena beliau berada di luar jangkauan pemahaman manusia tentang dirinya, itulah sebabnya Allah mengangkatnya ke Qaaba qawsayni aw Adna, karena jika beliau tidak membawa cahaya itu, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah Hadits yang dibaca tadi, bahwa yang Allah ciptakan pertama kali adalah Cahaya Muhammad (saw).
Mengapa Allah menciptakan cahaya? Apa artinya? “Yang Allah ciptakan pertama adalah Cahaya Nabimu wahai Jabir!” Beliau (saw) berkata kepada Jabir (ra). Apakah cahaya itu? Mengapa bukannya ruh? Mengapa di dalam Hadits tersebut beliau tidak mengatakan, “Yang Allah ciptakan pertama adalah ruh Nabimu wahai Jabir.” Mengapa bukan ruh? Ini merupakan tanda tanya besar! Mengapa cahaya? Karena jika Allah (swt) tidak memberikan cahaya itu kepada Sayyidina Muhammad (saw), mustahil beliau akan berada di Qaaba qawsayni aw Adna. Dengan membawa cahaya tersebut memudahkan beliau untuk berada di tempat itu–kita tidak dapat mengatakannya “tempat”, melainkan di hadirat tersebut.
Itulah sebabnya Dia mengangkat beliau. Tidak seorang pun dapat mengatakan Allah, tanpa Muhammad (saw). Banyak non Muslim yang mengatakan “Allah”, ya kan? Tetapi mereka tidak mengatakan, “Muhammad (saw)”; jadi apa manfaatnya? Tidak ada. Allah Maha Mengetahui, kita tidak dapat menilai mereka. Penilaian terhadap mereka semata-mata hanya untuk Allah (swt). Tetapi kita sebagai Muslim, untuk menjadi Muslim, kalian harus mengatakan, “Muhammad (saw).” Laa ilaha illaAllah, Muhammada ‘r-Rasulullaah (saw). Jadi, setiap kali nama Sayyidina Muhammad (saw) disebutkan, kalian harus mengucapkan, “Subhanallaah.” Dalam Dinasti Ottoman, ketika nama Sayyidina Muhammad (saw) disebutkan di antara mereka, semua Sultannya berdiri untuk menghormati Sayyidina Muhammad (saw).
Salah seorang wali dalam Silsilah Keemasan Naqsybandi, Sayyidina Syekh Syarafuddin ad-Daghestani, qaddasAllaahu sirruhu, semoga Allah mensucikan rahasianya–beliau mengatakan bahwa shalawat yang kita baca setelah memuji Nabi (saw), setelah membaca daruud, setelah itu kita membaca shalawat `ala ‘n-Nabi (saw), `alaa asyraafil `aalamiina Sayyidinaa Muhammadini ‘sh-shalawaat… `alaa afdhaalil `aalamiina Sayyidinaa Muhammadini ‘sh-shalawaat…`alaa akmaalil `aalamiina Sayyidinaa Muhammadini ‘sh-shalawaat… dan seterusnya sampai akhir, itu adalah shalawat yang biasa dibaca oleh Sayyidina Baha’uddin Naqsyband. Setelah shalawat apa pun untuk Sayyidina Muhammad (saw), beliau selalu membaca pujian tersebut. Jika nama Sayyidina Muhammad (saw) muncul dalam hadiratnya, beliau membaca shalawat tersebut. Jika kalian menyebut nama Sayyidina Muhammad (saw) seratus kali, beliau akan membaca shalawat tersebut seratus kali. Jika kalian menyebut 1000 kali, beliau akan membaca shalawat itu 1000 kali. 10.000 kali, beliau akan membaca 10.000 kali. Setiap kali kalian menyebut nama Nabi (saw), beliau akan membaca shalawat tersebut.
Imam Shohib membacakan shalawat.
عَلىَ أَشْرَفِ الْعَالَمِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِالصَّلَوَاتُ.
عَلىَ أَفْضَلِ الْعَالَمِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِالصَّلَوَاتُ.
عَلىَ أَكْمَلِ الْعَالَمِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِالصَّلَوَاتُ.
صَلَوَاتُ اللهِ تَعَالىَ وَمَلَآ ئِكَتِهِ وَأَ نْبِيَآ ئِهِ وَرُسُلِهِ ، وَجَمِيْعِ خَلْقِهِ عَلَى مُحَمَّدٍوَعَلىَ اٰلِ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ تَعَالَى وَبَرَاكَاتُهُ وَرَضِيَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَنِ التَّابِعِيْنَ بِهِمْ بِإِحْسَانٍ وَعَنِ اْلأَئِمَّةِ الْمُجْتَهِدِيْنَ الْمَاضِيْنَ وَ عَنِ الْعُلَمَآءِ الْمُتَّقِيْنَ وَعَنِ اْلأَوْلِيَآءِ الصَّالِحِيْنَ وَ عَنْ مَشَايِخِنَا فِي الطَّرِيْقَةِ النَّقْشَبَنْدِ يَّةِ الْعَلِيَّةِ ، قَدَّسَ اللهُ تَعَالَى أَرْوَاحَهُمُ الزَّ اكِيَّةَ ، وَنَوَّرَ اللهُ تَعَالىَ أَضْرِ يحَتَهُمُ الْمُبَارَكَةَ ، وَأَعَادَاللّٰهُ تَعَالىَ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِهِمْ وَفُيُوْضَاتِهِمْ دَائِمًاوَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ – اَ لْفَاتِحَةُ
`alā asyrafi ‘l-`ālamīna sayyidinā Muḥammadini ‘sh-shalawāt
`alā afdhali ‘l-`ālamīna sayyidinā Muḥammadini ‘sh-shalawāt
`alā akmali ‘l-`ālamīna sayyidinā Muḥammadini ‘sh-shalawāt
Shalawātullāhi ta`ālā wa malā’ikatihī wa anbiyā’ihī wa Rusulihī, wa jamī`i khalqihī `alā Muḥammadin wa `alā āli Muḥammad, alayhī wa `alayhimu ‘s-salām wa raḥmatullāhi ta`ālā wa barakātuh, wa radhiya ‘l-Lāhu tabāraka wa ta`ālā `an sādātina ash-ḥābi Rasūlillāhi ajma`īn. Wa `ani ‘t-tābi`īna bihim bi iḥsān, wa `ani ‘l-a’immati ‘l-mujtahidīna ‘l-mādhīn wa `ani ‘l-`ulamā’i ‘l-muttaqīn, wa`ani ‘l-awliyā’i shālihīn, wa am-masyāyikhinā fī thariqatin Naqsybandiyyati ‘l-`aliyyah qaddas Allāhu ta`ālā arwāḥahumu ‘z-zakīyah, wa nawwara ‘l-Lāhu ta`ālā adhriḥatahumu ‘l-mubārakah, wa a`āda ‘l-Lāhu ta`ālā `alaynā min barakātihim wa fuyūdhātihim dā`iman wa ‘l-ḥamdullilāhi Rabbi ‘l-`ālamīn, al-Fātiḥah
Jadi beliau terus membaca shalawat tersebut. Setiap kali nama Sayyidina Muhammad (saw) muncul, beliau akan membacanya. Sayyidina Syekh Syarafuddin (q) mengatakan bahwa shalawat tersebut telah diberikan kepada Sayyidina Syah Naqsyband (q), Imam Tarekat Naqsybandi oleh Nabi (saw) di dalam mimpi. Beliau (saw) mengatakan, “Yaa Baha’uddin, tulislah ini, dan bershalawatlah kepadaku dengan shalawat ini.” Syekh Syarafuddin (q) menjelaskan bahwa setelah Syah Naqsyband (q) menuliskan dan mulai membaca shalawat tersebut, dalam mimpi lainnya beliau bertemu dengan Nabi (saw), dan beliau (saw) berkata kepadanya–kita mengatakan mimpi, tetapi sebenarnya itu adalah sebuah ru’yah, sebuah penglihatan, tetapi agar orang-orang mengerti maka kita katakan itu adalah mimpi.
Nabi (saw) mengatakan kepadanya, “Yaa Baha’uddin, jika dari Adam (as) hingga Hari Kiamat, jika seseorang dalam kurun waktu yang panjang itu, jika seseorang berdiri di depan makam suciku–maksudnya makam suci Nabi (saw)–karena ketika kita pergi ke Madinah, ke mana kita pergi? Kita melakukan ziarah kepada Nabi (saw) dan kalian berdiri menghadap Nabi (saw) dan kalian memberi pujian kepadanya dan berdoa kepada Allah demi Sayyidina Muhammad (saw), apa pun yang ingin kalian minta. Beliau (saw) mengatakan, “Jika seseorang bershalawat kepadaku siang dan malam sejak zamannya Nabi Adam (as) hingga Hari Kiamat, non stop selama 24 jam–shalawat yang kuberikan kepadamu masih lebih berat dibandingkan semua shalawat tadi.” Satu shalawat ini ketika dibaca lebih berat dalam timbangan di Mizan pada Hari Perhitungan daripada seluruh shalawat yang dibaca untukku sejak zaman Nabi Adam (as) hingga Hari Kiamat. Karena rahasia yang terkandung di dalamnya dan cara shalawat itu dibacakan, bagaimana ia disebutkan. Ia memberikan anzilu al-nasa manazilahum, ia memberikan setiap orang sesuai dengan kedudukannya, jadi cara shalawat itu dibacakan sangat tinggi caranya, sehingga Syah Naqsyband (q) biasa memuji Nabi (saw) dengan shalawat ini.
Kita kembali di mana Allah (swt) memberikan cahaya itu kepada Sayyidina Muhammad (saw) untuk mengangkatnya. Dan untuk mengangkatnya Dia harus memberikan cahaya itu kepadanya. Tanpa cahaya itu sangat sulit. Tak seorang pun mencapai maqam Qaba Qawsayni aw Adna. Tak seorang pun mampu mencapainya kecuali Sayyidina Muhammad (saw). Oleh sebab itu beliau (saw) mengatakan bahwa yang Allah ciptakan pertama kali adalah cahayaku, cahaya Sayyidina Muhammad (saw). Beliau tidak mengatakan “ruhku”, karena ruh adalah sesuatu yang berbeda, dan cahaya adalah sesuatu yang berbeda. Oleh sebab itu Hadits Nabi (saw) mengatakan bahwa yang pertama Allah ciptakan adalah cahayaku, kemudian dari cahayaku, Allah menciptakan seluruh makhluk. Artinya Allah menciptakan atom, esens dari seluruh makhluk dari cahaya Muhammad (saw). Oleh sebab itu bergembiralah, karena kita memiliki esens itu dari cahaya Nabi (saw). Kita mempunyai atom dari cahaya Sayyidina Muhammad (saw). Apakah menurut kalian Allah (swt) akan melemparkan orang-orang yang membawa atom atau sebagian kecil dari cahaya tersebut ke dalam Neraka? Cahaya yang ada pada setiap orang itu mampu memadamkan seluruh Neraka, karena ia berasal dari cahaya Sayyidina Muhammad (saw).
Ketika Sayyidina Muhammad (saw) dalam perjalanan mi’rajnya, beliau dibawa berkeliling bersama Jibril (as). Allah memerintahkan Sayyidina Malik (as) untuk menunjukkan Neraka kepada beliau. Nabi (saw) masuk ke sana dan dengan segera panas Api Neraka menjadi turun hingga ke tingkat di mana manusia dapat menerimanya. Api Neraka langsung turun berkat rahmatnya Nabi (saw), wa maa arsalnaka illa rahmatan lil `aalamiin. Mengapa Nabi (saw) harus masuk ke dalam Neraka? Mengapa beliau pergi ke sana, apakah untuk mengecek hukuman yang diberikan di sana, dan mengatakan, “Hei aku senang kalian dihukum di sana”? (tertawa). Beliau masuk ke sana karena beliau adalah rahmatan lil `aalamiin, untuk menurunkan panasnya ke titik yang lebih rendah agar orang-orang yang sedang dihukum tidak mengalami hukuman yang pedih. Itulah makna dari rahmatan lil `aalamiin, kalau tidak, lalu apa makna rahmatan lil `aalamiin? Rahmatan lil `aalamiin artinya segala sesuatu yang menunjukkan rahmat untuk kemanusiaan. Beliau adalah rahmat, dan itulah gambaran tentang Nabi (saw). Allah yang menggambarkannya di dalam kitab suci al-Qur’an, bukannya Nabi (saw) sendiri yang menggambarkan dirinya. Allah yang mendeskripsikan beliau. Jadi Allah (swt) memberikan cahaya itu, dan dari cahaya itu Allah menciptakan makhluk. Artinya dalam semua ciptaan tersebut terdapat atom atau bagian dari cahaya itu pada setiap orang. Apakah Allah akan melemparkan cahaya itu ke Neraka? Tidak mungkin.
Wahai Mukmin, berbahagialah! Dunia ini tidak pantas untuk dibuat sedih. Meskipun kita sebagai manusia bisa bersedih, apa boleh buat. Kita adalah makhluk yang lemah, tetapi Allah ingin agar kita bahagia. Wa bi rahmatihii fa bi dzalika fal yafrahu, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira (QS 10:58). Siapakah yang menjadi rahmat tersebut? Allah memberi. Itu bukanlah sesuatu yang tersembunyi, sehingga orang-orang mengatakan, “Oh, kami tidak dapat melihatnya.” Hal itu disebutkan di dalam al-Qur’an, bahkan orang-orang yang tidak ingin menafsirkan segala sesuatu, mereka hanya ingin mengambil segalanya secara harfiah dapat melihat bahwa Allah memberikan nama Rahmat itu kepada Nabi (saw).
Rahmatullah, Allah membusnai Asmaul Husna ar-Rahmaan ar-Rahiim kepada Nabi (saw). Dan Allah mengatakan, “Dengan rahmat itu, maka bergembiralah.” Artinya dengan Muhammad (saw), bergembiralah. Itulah sebabnya kita harus berbahagia bahwa kita termasuk Ummatu ‘n-Nabi (saw). Jika kalian berasal dari umat yang lain, apa yang akan terjadi? Yang pertama yang akan masuk Surga adalah Ummatu ‘n-Nabi (saw), kemudian barulah umat-umat yang lain.
Salah satu Awliyaullah, Grandsyekh, semoga Allah memberkahi ruhnya, suatu ketika beliau berkata, dan ini adalah salah satu rahasianya. Beliau berkata, “Ummatu ‘n-Nabi (saw) adalah ummatun marhumah, sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi (saw). Umat di mana Allah telah menurunkan rahmat kepadanya. Pada Hari Perhitungan, dengan syafaat Nabi (saw) seluruh umat sejak zaman Nabi Adam (as), seluruh Nabi beserta umat mereka semuanya datang menemui Nabi (saw) memohon syafaatnya agar mereka bisa masuk ke Surga.
Apa yang dikatakan oleh Grandsyekh–semoga Allah merahmati ruhnya? Beliau mengatakan, “Pertama Allah akan memasukkan seluruh umat ini ke dalam Surga dengan syafaat Nabi (saw) dan menyisakan ummatu ‘n-Nabi terakhir. Mengapa? Beliau mengatakan, “Bahkan pada Hari Perhitungan pun masih terdapat sifat iri.” Allah menjadikan Ummatu ‘n-Nabi yang terakhir karena Dia tidak ingin menunjukkan maqam mereka yang lebih tinggi. Maqam mereka lebih tinggi daripada yang lainnya. Dia menyembunyikan hal itu. Dia menyembunyikan ganjaran ini. Biarkan yang lain masuk terlebih dahulu. Semuanya masuk, “Oh kami gembira, kami masuk Surga. Kami telah diampuni, yang lainnya masih di luar.” Karena Allah ingin mengangkat mereka lebih tinggi. Karena Allah ingin memasukkan mereka ke Surga yang belum pernah dilihat oleh Nabi-Nabi lainnya bersama umat mereka. Surga itu hanya disiapkan untuk Sayyidina Muhammad (saw). Beliau mengatakan, “Apakah menurut kalian, Allah akan mengirimkan Ummatu ‘n-Nabi (saw) ke Surga yang tidak diridhai oleh Nabi (saw), Surga yang tidak membuat Nabi (saw) gembira?” Pertama Nabi (saw) harus menyetujuinya dan mengatakan, “Yaa Rabbii, aku ridha dengan tempat di mana Engkau mengirimkan umatku.” Kalau tidak, Allah tidak akan mengirimkannya dan menunggu sampai Nabi Muhammad (saw) ridha.
Itulah sebabnya Allah bertanya kepadanya dan kami telah menyebutkan dalam khotbah Jumat hari ini. Ketika beliau sujud. Dia berkata kepadanya, “Bangunlah wahai Muhammad, mintalah, Kami akan mengabulkannya.” Apa pun yang diminta oleh Nabi (saw) Allah akan mengabulkannya. Dan itulah sebabnya Grandsyekh mengatakan, “Ummatu ‘n-Nabi (saw) akan masuk ke dalam Surga yang disebut Jannatu ‘l-Muhammadiyyun. Segera setelah kalian masuk, refleksi dari cahaya Muhammad (saw) akan muncul pada kalian, dan kalian akan terlihat seperti beliau (saw), dalam hal sosoknya. Allah tidak akan menempatkan seseorang dengan Nabi yang paling dicintai-Nya, Allah akan membuat cahaya Muhammad (saw) tercermin pada kita semua. Agar kita semua terlihat dan setiap orang yang melihatnya akan mengatakan, “Subhanallaah.”
Menurut banyak ulama Islam, ulama-ulama Syari`ah, Nabi (saw) dalam Laylatul Isra wal Mi’raj, beliau melihat Allah (swt) dengan mata kepalanya sendiri, artinya mata fisiknya, bukan seperti yang dikatakan oleh ulama-ulama tertentu yang mengatakan bahwa beliau tidak melihat-Nya, beliau hanya sampai pada tempat tertentu dan itu saja, tidak! Dan salah satu di antara para ulama itu adalah Mutawalli Sya’rawi, salah satu di antaranya adalah yang Imam Nawawi dalam syarah Sahih Muslim, penjelasan mengenai Sahih Muslim mengenai Hadits tentang Mi’raj, beliau mengatakan bahwa Nabi (saw) melihat Allah dengan mata kepalanya. Kita mengetahui dari Hadits Nabi (saw) bahwa Allah akan muncul di Surga kepada orang-orang beriman. Itu adalah Hadits yang terkenal di mana orang-orang beriman ketika mereka masuk Surga, Jannatul Firdaus, di Surga itu mereka melihat Allah muncul di sana. Apakah Allah muncul di Surga? Itu adalah yang dikatakan oleh Hadits.
Allah tidak akan muncul, kecuali kepada Sayyidina Muhammad (saw). Karena Sayyidina Muhammad (saw) adalah orang yang mampu melakukan Isra wal Mi’raj ke Qaaba qawsayni aw Adna. Tetapi mengapa orang-orang beriman ini akan melihat Allah (swt) di Surga? Karena mereka telah dibusanai dari cahaya Sayyidina Muhammad (saw) dan menjadi Muhammadiyyuun. Refleksi sosok Nabi (saw) akan membusanai mereka, itulah sebabnya mereka akan mampu melihat dan Allah muncul kepada mereka. Dengan cahaya Sayyidina Muhammad (saw) mereka mampu melihat, tanpanya mereka tidak bisa melihatnya.
Jadi rahasia seperti inilah yang dikejar oleh para Awliyaullah. Mereka tidak mengejar kecintaan terhadap dunia. Mereka mengejar kecintaan kepada Akhirat. Mereka tidak mengatakan satu tubuh satu kehidupan; mereka mengatakan kehidupan yang kekal.
Semoga Allah (swt) mengampuni kita dan mengaruniakan kepada kita kehidupan yang kekal di Surga dalam hadirat Nabi (saw) dan Hadirat Allah (swt).
Wa min Allah at-tawfiq, bi hurmati ‘l-Habiib al-Faatihah.
Semoga Allah mengampuni kita dan menerima dari kalian semua.
© Copyright 2014 Sufilive. All rights reserved. This transcript is protected
by international copyright law. Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu khayr
***
Mawlana Syekh Nazim membaca Sayyid ash-Shalawat:
https://sufilive.com/Sayyid-As-Salawat-on-Prophet-saw–741.html
Mawlana Syekh Hisyam Kabbani membaca Sayyid ash-Shalawat:
https://sufilive.com/Sayyid-As-Salawat-The-Master-of-Salawats-4289.html