Dari Siapa Kita Bisa Mengambil Tarekat? (Bagian 1)

Shuhbah Mawlana Shaykh Hisham Kabbani
Zawiyah Fenton, Michigan | 22 Agustus 2009

A’uudzu billaahi mina ‘sy-Syaythaani ‘r-rajiim

Bismillaahi ‘r-Rahmaani ‘r-Rahiim

Nawaytu’l-arba`iin, nawaytu’l-`itikaaf, nawaytu’l-khalwah, nawaytu’l-riyaadhah, nawaytu’s-saluuk, nawaytu’l-`uzlah lillahi ta`ala fii hadza’l-masjid 

Ramadan mubarak untuk kalian semua, Insya-Allah Allah memberi kita pengampunan atas segala dosa yang telah kita perbuat.

Pertama-tama…

Athi` Allah wa athi` ar-rasula wa uli ‘l-amri minkum

Patuhi Allah, patuhi Nabi dan patuhi orang yang mempunyai otoritas atas kalian. [Suratu’n-Nisa, 4:59]

Orang-orang yang mempunyai otoritas atas kalian bukanlah orang sembarangan.  Orang-orang yang mempunyai otoritas maksudnya mereka mempunyai sesuatu untuk bergantung kepadanya, kalau tidak mereka tidak dapat menjadi pemegang otoritas.  Tak seorang pun yang akan mendengar mereka.  Oleh sebab itu mereka harus memperoleh dukungan.

Jika mereka tidak didukung, berarti mereka tidak dapat menjaga kepatuhan orang.  Itu artinya mereka tidak dapat membuat orang untuk patuh dan menerima mereka.  

Dan inilah yang dapat kita lihat dalam kehidupan fisik, mereka yang mempunyai otoritas, mereka mempunyai dukungan di belakangnya, ada hukum atau undang-undang yang harus diikuti orang-orang.  Jadi para pemegang otoritas, orang-orang takut kepada mereka, karena mereka mempunyai sesuatu yang dapat bergantung kepadanya yaitu melalui penegakkan hukum.  

Tetapi dalam spiritualitas, mereka yang mempunyai otoritas mempunyai kriteria yang berbeda atau dukungan yang berbeda.  

Pertama, mereka bergantung dari mana mereka memperoleh kekuatan mereka dan di mana mereka mengambilnya dan kapan mereka mengambilnya. Dan mereka adalah para awliyaullah yang bergantung kepada Nabi (saw), karena mereka mewarisi dari Nabi (saw).

Dan suatu ketika di masa Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه, salah satu guru dari Mata Rantai Emas di Asia Tengah. Beliau dikenal melakukan zikirnya di dalam sumur, menyelam di dalam air, melakukan zikir, lalu dengan cepat beliau mengambil napas dan kembali menyelam untuk berzikir.

Musim panas dan dingin.  Di musim dingin, di sana sangat dingin, bahkan di musim panas pun di sana tetap dingin, karena itu adalah sebuah sumur.  Mengapa?  Karena setan tidak bisa masuk ke dalam air, karena yang dapat membunuh setan adalah air karena ia berasal dari api.  

Api merambat sangat cepat untuk membakar segala sesuatu. Satu-satunya cara untuk memadamkan api setiap kali kalian melihatnya membakar pohon atau pegunungan atau rumah, satu-satunya yang lebih kuat dari api adalah dengan mengucapkan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar” tiga kali. Ucapkan terus takbir itu dan kalian lihat api itu akan mengecil, karena api itu adalah kemarahan.  

Setan, karena ia diciptakan dari api, api menginginkan semua untuknya.  Dan kemarahan–seseorang ingin agar segala sesuatu menerimanya dan kalau tidak ia akan marah.  

Jadi memadamkan kemarahan bagaikan memadamkan api. (Kalian mengucapkan: ) “Allahu Akbar, Allahu Akbar pada nafsii, pada ego saya, Allahu Akbar pada karakter buruk saya, ia akan padam.

Jadi awliyaullah mereka mengetahui hikmah ini bahwa tak ada yang dapat memadamkan api kecuali air, jadi tak ada yang dapat mengalahkan setan kecuali air, karena setan adalah api dan naar al-hasad, kemarahan dari kedengkian adalah kepala dari setiap dosa.

Segera setelah kalian berbicara dengan seseorang dan ia menjadi marah, habis.  Kalian tidak dapat mengontrolnya, ia sudah lenyap.  

Dan kini bila kalian berbicara dengan seseorang dengan cara yang tidak disetujuinya ia akan marah kepada kalian.  Itu artinya tidak ada taslimiyyah. Islam artinya berserah diri kepada Allah (swt).  Thariqah, adalah jalan dalam bahasa Arab, jalan bagaimana murid dapat menurunkan kemarahan mereka untuk berserah diri pada ajaran guru mereka.  

Sekarang murid ingin mengajarkan gurunya.  Dulu, guru yang mengajarkan murid.  Sekarang murid adalah gurunya.  Jadi jika kalian mempunyai 1000 murid dan seorang guru, maka kalian mempunyai 1000 “guru” (dari guru itu).

Kini, guru harus pasrah kepada muridnya.  Dengan melakukan hal itu, ia mempunyai harapan bahwa suatu hari ia dapat membawa kembali muridnya.  Murid akan melarikan diri, tetapi suatu hari guru itu akan membawanya kembali. 

Jadi ia akan membawanya kembali.  Kemudian setan masuk dan membuatnya pergi lagi.  Selalu ada perjuangan seperti itu.  Pergi, membawanya kembali, pergi, membawanya kembali. Lalu pada akhirnya jika ia tidak membawanya kembali, ia dapat mengirimkan murid itu ujian yang besar, selesai.  

Jadi lebih baik tidak mengambil baya`. Untuk apa berada di bawah beban berat itu?  Jika kalian tidak mengambil baya` maka kalian bisa terbang seperti burung.  Tetapi ketika kalian memutuskan untuk mengambil baya` mursyid akan memberinya masa-masa yang berat. Seperti halnya  jallaad, orang yang mencambuk kalian di masa lampau.  Ketika mereka ingin menyiksa kalian di penjara, mereka mengikat kedua kaki kalian lalu mencambuk kalian lalu darah keluar ke mana-mana, nanah keluar.  Dosa bagaikan nanah.  Guru ingin membuangnya keluar, jadi ia terus menekan di mana terdapat nanah dan kalian menangis karena dari situlah asalnya nyeri.  Hingga ia bersih.  Seperti halnya operasi pembedahan.  Tetapi masalahnya Syekh tidak menggunakan anestesi (obat bius).  Dokter memberi kalian anestesi sehingga kalian tidak merasakannya.  Tetapi Syekh ingin agar kalian merasakannya.  Mereka ingin tahu betapa sakitnya ketika Izrail datang dan mencabut nyawa, mengambil amanatnya kembali.  Seberapa sakit kalian akan menderita pada saat nyawa keluar dari tubuh.  

Jadi disiplin yang diberikan oleh Syekh akan menjadi sangat mudah dibandingkan dengan malaikat pencabut nyawa pada saat mencabut nyawa seseorang–itu sangat sulit.  Tetapi tetap saja mereka, awliyaullah telah dibusanai oleh Nabi (saw), mereka telah dihiasi dengan busana surgawi dari rahmat sehingga mereka bisa berada di sana ketika malaikat akan mencabut nyawa muridnya, untuk membuatnya sangat mudah, karena mereka telah didisiplinkan oleh Syekh.  Jangan pikir bahwa ketika kalian mengambil tangan Syekh, kalian akan menderita.  Ya, di dunia kalian akan menderita, tetapi ketika kalian meninggalkan dunia ini, kalian akan sangat dimudahkan, nyaman dan memuaskan.  Kita harapkan pada saat nyawa kita dicabut, kita akan berada di hadirat Nabi kita (saw), dan saat itu nyawa kalian akan sangat, sangat mudah dicabutnya.  

Jadi ketika Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه melalukan zikir di dalam air, setan tidak dapat mendekatinya.  Jangan katakan bahwa setan tidak dapat mendekat, setan dapat mendekati setiap orang kecuali satu, yaitu Nabi (saw) dan para pewaris Nabi (saw).  Tetapi setan–rumah setan adalah di dalam hati.  

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِن سَوْءَاتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَـذِهِ الشَّجَرَةِ إِلاَّ أَن تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ

Fa-waswasa lahuma y-Syaythaanu li-yubdiya lahuma maa wuuriya `anhuma min (s)aatihima wa qaala ma nahakuma rabbukuma `an haadzihi y-syajarati illa an takuuna malakayni aw takuuna mina al-khaalidiin

Maka setan mulai membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada mereka apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya dan setan berkata, “Tuhanmu tidak melarang dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal.” Suratu’l-A’raf [7:20]

Setan berbisik di dalam hati Sayyidina Adam (as) dan Sayyidatuna Hawwa.  Sayyidina Adam (as) adalah ayah bagi semua umat manusia.  Beliau adalah seorang nabi!  Bagaimana mungkin setan dapat membisikinya sementara ia tidak dapat membisiki kita?  Dia dapat melakukannya kapan saja.  Jika ia berbisik kepada Sayyidina Adam (as), dan mengapa ia membisikinya, itu untuk menunjukkan–sebagaimana Allah berfirman di dalam Al-Qur’an, karena satu detik Adam (as) memberikan satu telinganya kepada setan, itu membuat Adam menjadi telanjang. li-yubdiya lahuma … untuk menunjukkan kepada mereka bagaimana mereka telah terhijab (terlindungi), sawaatihima berarti karakter buruk mereka.

Bagian pribadi adalah dari mana masalah berasal.  Jadi suatu perilaku buruk juga merupakan bagian pribadi dari jiwa, karakter buruk apa saja, segera setelah setan berbisik dan kalian memberikan satu telinga kalian, kalian menjadi terekspos, telanjang, sekarang kalian terekspos terhadap setiap energi negatif, tidak ada penutup dari Allah lagi, seperti halnya ketika kalian masuk ke ruangan sinar X, mereka menutup pintu yang sangat tebal, pintu dari timah agar sinar X tidak keluar.  Terproteksi.  Ketika kalian pergi ke dokter gigi, kalian dilindungi dari sinar X.

Juga terdapat perisai spriritual yang diletakkan oleh awliyaullah pada diri kalian yang tidak dapat dijangkau oleh setan. Sebagaimana setan mempunyai sinar X perusak, segera setelah ia mendekat, kalian habis.  Segera setelah kalian menerima apa yang dikatakannya, dalam waktu singkat, stop kontaknya ada di sana, tidak ada pelindung, seolah-olah kalian telah melepaskan perisai kalian.  

Awliyaullah mereka tahu bahwa kalian memerlukan pelindung dan mereka memasangkannya pada diri kalian.  

Jadi Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه tidak ingin setan mendekatainya, beliau mempunyai perisai.  Tetapi untuk memperoleh perisai spiritual kalian harus mendapat perisai fisik terlebih dahulu.  Yaitu untuk melindungi diri kalian dari bisikan setan ketika kalian melakukan zikir kalian.  Jadi beliau biasanya melakukan zikir di dalam air.  Karena setan tidak dapat mendekati air.  

Tetapi kini kita melakukan zikir kita bersama setan. (Kita) menyetel TV dan duduk, lalu melakukan zikir kita sambil menonton.  Apa yang kita tonton?  Film, berita.  dan kita katakan, “Kita sudah selesai melaksanakan zikir kita sekarang.”

Jadi di mana kalian melakukan zikir kalian? Sambil menonton film.  

Jadi bagaimana kalian akan memproteksi diri jika Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه saja melakukannya di dalam sumur? Siapa yang lebih baik: Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه atau kita?  Tetapi kini karena terlalu banyak kelalaian, walaupun kalian melakukannya di depan TV, tetap saja Allah senang dengan kalian.  Tetapi tidak lebih dari TV.  Apakah ada yang lain? Allah Mahatahu.

Jadi Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه suatu hari, seorang syekh mendatangi beliau, namanya adalah Abdur-Rahiim al-Maghribi قدس سرّه, beliau berasal dari Maroko, Afrika Utara. Beliau datang untuk mengunjunginya. Kalian tahu, Afrika Utara, Aljazair, Maroko, Tunisia, daerah-daerah itu, juga Senegal, Ghana, daerah itu, mereka mempunyai banyak tarekat di sana dan banyak ulama Islam yang berasal dari sana.  Ada seorang syekh yang sangat terkenal mengunjungi Asia Tengah dari Maghrib, dari Maroko. Beliau mendatangi Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه dan bertanya padanya. Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه bukannya seseorang yang mengemban Haqiqat Ghawtsiyya pada saat itu, level tertinggi yang diwariskan dari Nabi (saw), atau dengan kata lain Sultan al-awliya pada masanya.

Suatu ketika beliau mendengar suara, “Wahai Abdul-Khaliq! Pergilah ke tempat itu dan pukulkan tongkatmu pada batu itu.” Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه mendengar suara tersebut dan itu adalah suara surgawi.  Beliau berpikir, “Apa manfaatnya aku pergi dan memukul batu itu dengan tongkatku?”  Kemudian suara itu muncul lagi, “Ya Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه! Pergi dan lakukan segera, jangan mempertanyakan hal itu.”

Beliau lalu pergi dan memukul batu itu dengan tongkatnya.  Hal ini menunjukkan kepadanya bahwa, “Engkau telah mewarisi dari Sayyidina Musa (as), dan setelah beliau memukul batu itu, muncullah 12 mata air dari sana.” 

Sehingga:

وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِب بِّعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْناً قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَّشْرَبَهُمْ كُلُواْ وَاشْرَبُواْ مِن رِّزْقِ اللَّهِ وَلاَ تَعْثَوْاْ فِي الأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Wa idzi istasqaa muusaa li-qawmihi faqulna idhrib bi-`ashaaka al-hajara fa-anfajarat minhu itsnataa `asyrata `aynan qad `alima kullu unaasin masyrabahum kuluu w’asyrabuu min rizqillaahi wa laa ta`tsaw f’il-al-ardhi mufsidiin

Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!” Maka memancarlah daripadanya dua belas mata air. Setiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah dari rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu melakukan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan. [Suratu ’l-Baqarah 2:60]

Ketika Bani Israil tidak mempunyai apa-apa dan kekeringan melanda, Allah memerintahkan Sayyidina Musa (as) untuk pergi dan memukul batu dengan tongkatnya, kemudian Allah memberikan rezeki untuk mereka.  Itu artinya ketika kalian memerlukan rezeki, kalian harus memukul sebuah batu, yakni batu ego kalian, nafs kalian, kalian harus memukulnya. 

Jadi (itu artinya): “Wahai Abdul-Khaliq!  Pergilah dan pukullah batu itu karena para pengikutmu memerlukan air yang terpancar dari batu ini.  Ini bermanfaat bagi rohaniah mereka.” Itu artinya memukul batu agar mereka berserah diri, dan itu artinya rezeki rohaniah surgawi. 

Jadi beliau memukul batu itu dan muncul mata air darinya dan beliau mendengar suara lagi, “Wahai Abdul-Khaliq!  Dari setiap tetes air yang terpancar darinya, Aku menciptakan seorang malaikat dan tugasmu adalah memberi nama bagi setiap malaikat itu dan nama mereka harus berbeda, engkau tidak boleh memberi nama yang sama untuk mereka.  Itu artinya 10 triliun malaikat harus diberi nama yang berbeda.  Dan Allah memberikan kekuatan luar biasa itu kepada Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه  dan tasbih malaikat-malaikat itu akan diberikan kepada para pengikut Tarekat Naqsybandi. 

Dan mata air itu terus memancar sampai sekarang dan Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه  masih terus memberi nama para malaikat itu dan zikir yang mereka lakukan terus ditulis untuk para pengikut Tarekat Naqsybandi.  Itu akan dituliskan bagi mereka dan jangan berpikir bahwa Tarekat Naqsybandi ini seperti permainan sepak bola dan hanya itu yang dimainkan.  Di balik itu ada pesan-pesan yang sangat penting yang ditangani oleh para Awliyaullah untuk kepentingan murid-murid mereka.

Kita telah menyebutkan betapa luas ilmu yang Allah berikan kepada Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه untuk memberi nama bagi setiap malaikat.  Namun bukan hanya memberi namanya saja, tetapi juga berapa pujian yang akan ia lakukan dan bahasa apa yang akan digunakannya, sejak saat ia diciptakan hingga Hari Kiamat; mereka tahu berapa banyak malaikat yang akan membantu para pengikut Naqsybandi. 

Jadi Syekh Abdur-Rahiim Maghribi mendatangi Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه mengajukan pertanyaan kepadanya, dan pertanyaan ini adalah pertanyaan yang penting dan setiap orang memerlukannya. 

Syekh Abdur-Rahiim Maghribi itu, (saya jelaskan) agar dapat dimengerti siapa dia yang ditulis dalam catatan Grandsyekh.  Ia adalah salah satu dari Awliyaullah terbesar (di zamannya), yang telah belajar bersama Sayyidina Khidr (as) selama sembilan tahun, mempelajari ilmu hadits dan ilmu tafsir al-Qur’an.  Tafsir yang sama yang berusaha dipelajari oleh Sayyidina Musa (as) dari Sayyidina Khidr (as).

Jadi orang seperti itu yang mendatangi Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه dan menanyakan sebuah pertanyaan yang akan menunjukkan kepada kalian betapa Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdawani قدس سرّه jauh lebih tinggi darinya.

Beliau datang dan mengajukan pertanyaan untuk belajar dan kita akan membahasnya besok, bi-hurmati ‘l-Fatihah.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s