
Mawlana Syekh Nazim al-Haqqani
Lefke, Siprus | Kamis, 13 Desember 2001
Ya Allah, syukur tak terhingga dan segala puji hanya bagi-Mu! Kami semua berada dalam Samudra-Samudra Rahmat dan Nikmat-Mu yang tak terhingga! Syukur yaa Rabbi! Syukur yaa Rabbi! Syukur, Alhamdulillah! Begitu banyak manusia sedang menderita dan berada dalam kesedihan…
A`uudzu billaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim, Bismillaahi ‘r-rahmaani ‘r-rahiim
Siapa yang pergi bersama Setan, ia akan merugi…
Semoga Allah mengirimkan kepada kita, apa yang perlu kita dengar. Dia mengirimkan ilmu itu kepada Nabi Suci (saw), yang kemudian memberikannya kepada para Awliyaullah dan kemudian mereka meletakkannya di lisan saya. ‘Ilma ‘n-naafi’, ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu tentang bagaimana membuat Allah ridha kepada seseorang. Ilmu ini bagaikan mutiara di dalam tubuh kerang–jika kalian kehilangannya, maka kalian akan kehilangan segalanya. Tujuan satu-satunya bagi manusia seharusnya adalah bagaimana membuat Allah ridha kepada mereka; selain itu adalah sampah yang tak bernilai apa-apa. Inilah ajaran dari 124.000 Nabi, tetapi orang-orang memalingkan kita dari tujuan ini. Dan hanya dengan tujuan inilah, kalian akan memperoleh kebahagiaan abadi. Siapa yang tidak membuat Allah ridha kepadanya–apa yang dapat ia peroleh? Orang-orang berkata, “Saya sibuk!” “Kalian sibuk apa?” Jika kalian tidak sibuk dengan sesuatu yang membuat Allah ridha, apa yang kalian lakukan hanyalah seperti sampah.
Mengetahui bagaimana membuat Allah ridha terhadap kalian adalah sesuatu yang amat penting. Mintalah ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat seperti ini lebih banyak lagi. Rasulullah (saw) sering berdoa, “Allahumma zidni `ilman naafi`an”–Ya Allah, tambahlah bagiku ilmu yang bermanfaat. Katakanlah, “Ya Allah, aku ingin membuat-Mu ridha.” Karena ketika Allah akan bertanya kepada kalian, “Untuk apakah kau hidup?” Kalian harus mampu menjawabnya dengan ucapan, “Untuk membuat-Mu ridha.” “Apa yang kau pelajari?” “Aku belajar bagaimana membuat-Mu ridha.”
Inilah esensi Islam. Inilah tujuan, yang perlu diketahui orang, ketika orang masuk Islam. Katakanlah, “Wahai Allah, kami menyerahkan ego kami, kami mengorbankannya untuk-Mu.” Sebagaimana Allah (swt) berfirman, “Tinggalkan ego kalian dan datanglah kepada-Ku! Tinggalkan apa yang menyenangkan ego kalian dan datanglah!”
Kehendak (Iradah) Allah sedang terjadi. Saya mengucapkan syukur karena bukan kehendak kita yang sedang terjadi! Karena kebodohannya, orang-orang meminta agar segala urusan terjadi seperti apa yang mereka inginkan dan mereka akan sedih bila urusan-urusan itu tidak terjadi seperti yang mereka inginkan. Menginginkan agar kehendak kalian yang terjadi berarti meninggalkan kebenaran Allah dan berarti pula mengatakan bahwa ego kalian lebih tahu. Itu adalah permulaan dari kufur. Setelah tahapan ini, ia akan berlanjut ke tahap berikutnya. Dan sudah menjadi suatu hikmah bahwa Iradah Allah-lah yang terjadi, karena itu adalah yang terbaik dan bermanfaat bagi kita. Dan ketika kita dapat melepaskan diri dari kehendak kita sendiri, kita akan berhasil. Kemudian urusan-urusan akan terjadi seperti yang kita inginkan.
Jadi ketika Allah bertanya kepada kita, “Apa yang kau inginkan wahai hamba-Ku?” Kita mesti menjawab, “Wahai Tuhanku, aku menginginkan diri-Mu!”
“Apa yang kau inginkan?” “Aku ingin agar Engkau ridha padaku.”
“Apa yang kau inginkan?” “Aku ingin apa yang Engkau karuniakan kepadaku.”
“Apa yang kau inginkan?” “Aku ingin apa yang Engkau cintai.”
“Apa yang kau inginkan?” “Aku ingin apa yang telah Kau putuskan dan tuliskan bagiku.” Mengatakan hal-hal seperti ini adalah tingkat tertinggi dari Adab.
Pernah ada seorang Syekh yang mengirimkan muridnya untuk berkhalwat. Murid tersebut telah mencapai suatu maqam yang tinggi sehingga ia dapat melihat isi Loh Mahfuzh, dan ia merasa resah ketika ia melihat nama Syekh yang dicintainya ada dalam daftar orang-orang yang ditakdirkan untuk masuk Neraka. Ia lalu melakukan sujud dan membuat doa yang panjang memohon kepada Allah demi Rasulullah (saw) agar nama Syekhnya dituliskan pada daftar orang-orang yang ditakdirkan masuk Surga. Doanya diterima dan nama Syekhnya muncul dalam daftar ahli Surga. Ketika ia datang kembali ke tempat Syekhnya, beliau bertanya kepadanya apa yang telah terjadi pada malam itu, sambil berpura-pura tidak tahu.
Murid itu pun menceritakan apa yang telah dilihatnya dan bagaimana ia telah berdoa dan doanya telah diterima. Saat itu Syekh dalam tajali Jalaal dan berkata, “Kau telah mencampuri urusan yang semestinya bukan urusanmu. Kami telah membukakan bagimu agar dapat melihat apa yang telah kau lihat, tetapi tidak semestinya kau mengubah sesuatu. Sejak 40 tahun yang lalu aku telah mengetahui bahwa namaku tertulis dalam daftar itu (daftar ahli neraka), tetapi tak sekali pun aku pernah meminta agar namaku dipindahkan ke dalam daftar yang lainnya (daftar ahli Surga). Allah adalah Sultan dan aku hanyalah hamba-Nya, dan Dia tahu apa yang terbaik bagiku–api atau cahaya. Sekarang, kalau kau tidak pergi lagi dan bersujud memohon agar segala sesuatunya dikembalikan seperti semula, aku akan mengusirmu keluar dari tarekat ini! Kau tidak punya wewenang sama sekali untuk turut campur dalam urusan Sultan.”
Murid itu gemetar; dan ia pun pergi memohon ampunan dan berdoa agar nama Syekhnya dikembalikan lagi ke dalam daftar ahli Neraka. Hari berikutnya ia pergi menemui Syekhnya dan mengatakan kepada beliau apa yang telah terjadi; tetapi Syekhnya berkata, “Kami yang melakukannya, bukan dirimu. Malam ini kau pergi lagi, dan besok ceritakan padaku apa yang kau lihat.”
Murid itu lalu kembali (ke khalwatnya-red). Betapa terkejutnya ia ketika melihat bahwa nama Syekhnya berada di daftar ahli Surga lagi. Ketika ia menceritakan hal ini kepada Syekhnya, beliau berkata, “Ini adalah balasan Allah karena aku telah menjaga adab kepada-Nya selama 40 tahun. Itu adalah sebuah ujian bagiku untuk melihat apakah aku menerima apa pun yang Allah lihat sebagai kebaikan bagiku. Siapa yang turut campur dalam Iradah Ilahi, sungguh ia telah berbuat kekacauan. Api atau cahaya, atau kemurkaan-Nya pun adalah pantas bagi kita.”
Siapa pun yang mengaku sebagai pengikut jalan Islam yang sejati akan berkata, “Aku meninggalkan segala sesuatu dan aku berpaling menuju Allah.” Ke mana lagikah kita bisa berpaling? “Innaa lillaahi wa inna ilayhi raaji`uun”—Sesungguhnya kita berasal dari Allah dan kepada-Nyalah kita akan kembali. Tidak ada pilihan lain. Jika kalian menginginkan Allah, maka katakanlah, “Semoga Kehendak-Nya terjadi.”
Apa yang sesungguhnya memberi kehidupan bagi manusia adalah ilmu yang bermanfaat–ilmu seperti itu membuat mereka melaju dalam perjalanan rohaniah atau suluk mereka. Ilmu seperti inilah yang akan membuat mereka menjadi ringan sehingga mereka bisa terbang melayang. Lihatlah suatu pesawat terbang dengan 600 penumpang di dalamnya. Suatu kekuatan yang tak terlihat menggerakkannya dan membuatnya untuk tinggal landas–semakin ringan, semakin mudah tinggal landasnya. Bobotnya mungkin mencapai 1000 ton, dan untuk suatu penerbangan selama 14 jam mungkin dibutuhkan 100 barrel minyak. Pesawat terbang itu harus dipersiapkan sebelum tinggal landas. Kita mempunyai kekuatan yang setara dengan 100 juta barrel minyak! Tetapi kita belum siap untuk tinggal landas. Kita kehilangan kekuatan itu melalui mata kita, lidah kita dan hati kita. Ada suatu lubang dalam hati kita, dan itu adalah kecintaan dan kecemasan kita terhadap dunia. Kita memiliki kekuatan yang sangat besar, tetapi kita tak mampu untuk tinggal landas. Hanya orang-orang yang sudah bangun saja yang dapat berkata, “Wahai Allah, Engkaulah tujuanku!”
Di masa sekarang, tak ada lagi yang mencari ilmu seperti ini, yaitu bagaimana membuat Allah ridha kepada kita. Jika seandainya Saya menawarkannya di pasar pun, tidak ada yang mau membelinya. Orang-orang telah menutup diri terhadap spiritualitas. Mereka saling memangsa satu sama lain. Sebab dari krisis nyata ini adalah karena orang-orang tidak lagi mengetahui permata berharga yang ada dalam diri mereka. Mereka tidak mengetahui nilainya yang tinggi, sehingga mereka pun tidak berusaha untuk mencarinya, melainkan hanya mencari sampah… Dan setiap orang berteriak, “Krisis! Krisis!”
Ilmu yang bermanfaat juga termasuk mengetahui siapakah yang menjadi teman kalian. Siapa pun yang bersama pembohong, maka ia akan menjadi seorang pembohong; siapa pun yang bersama pencuri, maka ia akan menjadi seorang pencuri. Setiap orang akan menemukan sesuatu berdasarkan pada kenyataan dengan siapa ia pergi. Siapa pun yang pergi bersama setan, ia tidak akan pernah menjadi seorang malaikat, melainkan ia akan menjadi seorang setan. Karena itulah kita selalu memohon agar dijauhkan dari setan. Seluruh dunia melakukan kesalahan karena orang-orang telah bersahabat dengan setan. Mereka menghormatinya dan memanggilnya, “Dr. Setan yang terhormat…” Jika kita tidak mengucapkan “A`uudzu billaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim,” ia juga akan ikut campur dalam pertemuan ini.
Yaa Allah, yaa Muhawwilal ahwal hawwil ahwaalana ila ahsani haal… Wahai Tuhan yang Mahakuasa untuk mengubah segala keadaan, ubahlah keadaan ini. Manusia tengah dihabisi, karena setan… Semoga Allah tidak menulis kita termasuk golongan mereka.