Dr. Nour Kabbani dari catatan Grandsyaikh Nazim
Awliya’Allah memiliki cahaya dari Allah, yang dengan cahaya itu mereka berjalan. Dengan cahaya itu pula mereka mampu melihat apa yang terlintas maupun tersimpan dalam hati manusia.
Syaitan juga memiliki kemampuan yang sama. Syaitan tidak memiliki cahaya Ilahi, tetapi Allah SWT mengaruniakan padanya kemampuan untuk melihat dan mengetahui apa yang terlintas di hati manusia.
Perbedaan antara kemampuan Awliya’ dengan Syaitan adalah, Awliya’ juga dikaruniai pengetahuan akan hikmah munculnya niat yang timbul di hati seseorang, sedangkan syaitan tidak faham hikmahnya.
Karena itulah, Awliya’Allah terkadang membiarkan munculnya niat buruk pada orang / murid yang hadir di majelis mereka, karena mereka faham akan hikmah yang lebih dalam akan niat tersebut, misalnya mungkin untuk menguji murid yang lain, dan sebagainya.
Sedangkan syaitan tidak memahaminya. Bila ia melihat niatan baik pada hati seseorang, ia akan berusaha mencegahnya. Sebaliknya, bila ia melihat niatan buruk dalam hati seseorang, ia akan mendorongnya.
Demikianlah hati manusia pada level qalb, ditempatkan di dalamnya cahaya Awliya’ dan kegelapan Syaitani. Dan di antara keduanya, Allah SWT letakkan haqiqat (realitas) diri kita.
Hakikat Insaniyah itu yang telah Allah ciptakan dari citra / refleksi Ilahiah-Nya, berdasarkan hadits sahih di Bukhari dan Muslim:
Innallaha khalaqa Adama ‘alaa suuratih
Sesungguhnya Allah menciptakan Adam atas citra-Nya.
Maksudnya sebagai refleksi Atribut dan Asma-Nya.
Ketika diri kita mencari cahaya Ilahi yaitu melalui Awliya’Allah, dan meninggalkan kegelapan syaitani, maka saat itulah perlahan2 ruh kita menjadi bercahaya, Ruh Nurani. Dan jika kita istiqomah pada jalan tersebut, maka kita akan mencapai Maqam berikutnya dari hati, yaitu Sirr qalbu. Kita akan mencapai Syarqiy tempat terbitnya cahaya Ilahi dalam diri kita.
Allah SWT berfirman:
وَاذْكُرْ فِى الْـكِتٰبِ مَرْيَمَ ۘ اِذِ انْتَبَذَتْ مِنْ اَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا
wazkur fil-kitaabi maryam, izintabazat min ahlihaa makaanan syarqiyyaa
“Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Maryam di dalam Kitab (Al-Qur’an), (yaitu) ketika dia mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur (Baitulmaqdis),”
(QS. Maryam 19: Ayat 16)
* Via Al-Qur’an Indonesia http://quran-id.com
Dengan mengasingkan diri dari “keluarga” kita, yaitu Nafs (ego), Hawa’ (keinginan2 buruk), Syaithan dan Dunia, maka kita akan mencapai Syarqiyy.
Allah SWT berfirman:
فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُوْنِهِمْ حِجَابًا ۗ فَاَرْسَلْنَاۤ اِلَيْهَا رُوْحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا
fattakhozat min duunihim hijaabaa, fa arsalnaaa ilaihaa ruuhanaa fa tamassala lahaa basyaron sawiyyaa
“lalu dia memasang tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna.”
(QS. Maryam 19: Ayat 17)
dan ketika kita telah memasuki Maqam Sirr, maka Allah akan menurunkan hijab-Nya untuk melindungi kita dari Syaithan, Ego, Hawa dan Dunia. Keempat musuh2 kita tersebut tidak akan mampu mengakses diri kita di Maqam Sirr.
Kemudian Allah akan menurunkan ruh-Nya yaitu Awliya’Nya untuk membimbing kita di maqam ini. Grandsyaikh mengatakan bahwa Maqam Sirr ini diperuntukkan bagi Aimmah (Imam-imam) dari 40 Turuq (Tariqah2) selain Naqsybandi. Karenanya, Grandsyaikh menjelang wafatnya selalu menyeru Shah Mardan Sayyidina ‘Ali alayhissalaam, sebagai Pir, Pemimpin dari 40 Turuq, sebagai Pintu menuju Haqiqat kita. Karena kita tidak bisa menjadi Naqsybandi sebelum menjadi ke 40 Turuq lainnya.
InsyaAllah pada kesempatan berikutnya, kita akan membahas Maqam Hati berikutnya. Namun, yang lebih penting bukanlah sekedar mendengarnya, karena ego suka mendengar tanpa melakukannya.
Yang lebih penting adalah untuk memalingkan diri kita dari keburukan 4 musuh kita, mengarahkan wajah kita ke cahaya Ilahi yang dibawa Awliya’Allah.
Itulah makna doa yang diajarkan Nabi SAW:
Allahumma arina l-haqqa haqqan warzuqna t-tibaa’ah, wa arina l-bathila bathilan, warzuqna j-tinaabah
Yaa Allah tunjukkanlah bahwa yang Haqq itu adalah Haqq dan karuniakan kami untuk mengikutinya, dan tunjukkan bahwa yang bathil adalah bathil, dan karuniakan kami untuk menjauhinya.
Wallahu a’lam bissawab, wa min Allah at Taufiq, Alfatihah.