Dr. Nour Kabbani
Fenton, Michigan, Sabtu, 11 April 2020
A`uudzubillaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim
A`uudzubillaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim
Bismillaahi ‘r-Rahmaani ‘r-Rahiim
Alhamdulillaahirabbi ‘l-`aalamiin
Wa ‘sh-shalaatu wa ‘s-salaamu `alaa Sayyidinaa Muhammad wa `alaa aalihi wa shahbihi ajma`iin
wa man tabi`ahum bi ihsan ila yaumiddin
Wa `ala saa’iri ‘l-Anbiyaa’i wa ‘l-Mursaliin wa ‘l-Awliyaa’ wa `ibaadilaahi ‘sh-shaalihiin wa `alayna ma’ahum ajma`iin yaa Arhama ‘r-raahimiin, wa laa hawlaa wa laa quwwata illa bilaahi ‘l-`Aliyyi ‘l-`Azhiim
Destur yaa Sayyidi wa Mawlay, yaa Sayyidi Syaykh Naazhim, nadharak yaa Sayyidi, madadak yaa Sayyidi, himmatak yaa Sayyidi ‘l-kariim,
Bismillaahi ‘r-Rahmaani ‘r-Rahiim,
Assalamu`alaykum warahmatullaahi ta`aala wabarakatuh,
Selamat datang kembali, selamat datang kembali. Semoga Allah (swt) senantiasa membuat kita bahagia, menjaga agar kita senatiasa kuat, semoga Allah (swt) selalu mengampuni kita, memaafkan kita, dan menyirami kita dengan rahmat dan berkah-Nya, dan melindungi kita, khususnya di masa-masa yang sulit ini, di mana Allah (swt) akan melindungi siapa pun yang dikehendaki-Nya. Alhamdulillah, alhamdulillah kita masih dapat menyebut Nama-Nama Suci-Nya, kita masih mampu melakukan shalat, dan insya Allah kita akan berpuasa di bulan Ramadhan yang akan datang.
(suara terputus…)
Saya merasa malu untuk berbicara… (suara terputus). Allah (swt) mempunyai begitu banyak hamba, hamba-hamba yang kuat, tetapi kami ditempatkan di posisi untuk menyampaikan sesuatu kepada sesama manusia. Saya hanyalah manusia biasa seperti orang lain, dengan dua mata, dengan lidah, dengan pikiran, dengan tubuh, dan saya juga membaca. Itu saja, tidak lebih. Saya tidak berpura-pura untuk menjadi seorang ulama atau Awliya, atau ini itu, tidak! Saya adalah hamba yang paling lemah, semoga Allah (swt) mengampuni saya.
Sebagaimana yang saya katakan sebelumnya, saya diminta untuk memberikan shuhba dan melaksanakan dzikir, dan inilah yang kita lakukan pada hari ini, mengikuti perintah syuyukh kita. Insya Allah saya berniat untuk membacakan dari ajaran Awliyaullah, dan kemudian kita akan melakukan Khatm Khwajagan dan insyaAllah, Allah akan mengampuni kita, dan menolong kita dari apa yang akan kita lalui. Semoga Allah (swt) memanjangkan umur setiap orang yang bekerja bagi kebaikan umat. Semoga Allah (swt) memberi kekuatan dan kesehatan yang baik bagi mereka semua, insyaAllah.
Mawlana Syekh Nazim (q), Grandsyekh kita dalam tarekat—tarekat kita, mata air kita adalah Naqsybandiyya, kita minum dari sungai tersebut. Mawlana Syekh Nazim (q), guru kita, beliau mengatakan bahwa Rahmatullaahi waasi`a, Rahmat Allah (swt) itu luas, Rahmat Allah (swt) dapat menampung segala sesuatu yang berada di dalamnya. Allah (swt) berfirman di dalam kitab suci al-Qur`an,
Wa rahmatii wasi`at kulla syay’in,
Dan Rahmat-Ku mencakup segala sesuatu. (QS al-A`raf, 7:156)
Segala sesuatu dikelilingi oleh Rahmat Allah (swt). Tidak ada satu pun di antara ciptaan-Nya yang berada di luar Rahmat Allah (swt). Setiap orang berada dalam Rahmat Tuhan Surgawi. Rahmat-Nya mencakup segala sesuatu yang berada di dunia, Rahmat-Nya mencakup segala sesuatu yang ada di Akhirat, Rahmat-Nya mencakup segala sesuatu sebelum masa azali, dan segala sesuatu setelah masa azali. Dengan Rahmat Allah (swt) tersebut segala sesuatu menjadi muncul, segala sesuatu diciptakan dan segala sesuatu dapat ditemukan; dan bagian dari Rahmat tersebut adalah iman.
Grandsyekh mengatakan, Mawlana Syekh Nazim (q) mengatakan bahwa iman adalah hibah, itu adalah pemberian dari Allah (swt). Itu juga berasal dari Rahmat-Nya. Dan beliau mengatakan, “Sejak kapan kalian memiliki iman wahai manusia? Sejak kapan kalian menjadi seorang Mukmin, sejak kapan kalian menjadi seorang Muslim?” Jika seseorang bertanya, “Sejak kapan engkau menjadi seorang Mukmin?” “Sejak kapan engkau menjadi seorang Muslim?” Grandsyekh mengatakan, “Kalian harus mengatakan sejak sebelum kalian datang ke dunia ini.” Ada suatu hari di mana kita semua hadir pada hari tersebut dan Grandsyekh mengatakan dan kalian mengatakan, “Aku adalah orang yang percaya pada Tuhan Surgawi,” sejak saat itu. Hari alastu birabbikum, hari di mana Allah (swt) telah mengumpulkan kita dan Dia berkata, “Bukankah Aku ini adalah Tuhanmu?” Dan kita semua mengatakan, “Ya!”
Jadi dari Rahmat-Nya, Dia telah memberi kita iman sejak hari itu. Dan apa yang sudah diberikan oleh Allah (swt) tidak akan ditariknya kembali. Allah (swt) adalah al-Wahhab, Yang Maha Pemberi dan tidak mengharapkan kembali. Allah (swt) memberikan hibah dan Dia tidak mengharapkan hibah itu kembali. Dan iman itu diberikan kepada seluruh bani Adam (as). Siapa pun yang hadir pada hari itu, Hari Perjanjian, yakni di alam rohaniah sebelum kita muncul ke dunia ini, ke alam yang lebih rendah ini, di alam yang lebih tinggi kita memberikan pernyataan, “Engkau adalah Tuhan kami, Sang Pencipta, dan kami adalah hamba-Mu.”
Grandsyekh mengatakan bahwa sebagian di antara kita telah diizinkan untuk menunjukkan iman mereka di alam yang lebih rendah ini (dunia), dan sebagian lagi tidak diizinkan untuk menunjukkan iman mereka di alam yang lebih rendah ini, tetapi kita semua di alam yang lebih tinggi, di alam rohaniah, kita semua telah memberikan ikrar bahwa Dia adalah Tuhan kita dan Pencipta kita.
Wahai manusia, dengan Rahmat-Nya, Allah (swt) menciptakan bani Adam (as); dengan Rahmat-Nya Dia mengangkat mereka; dengan Rahmat-Nya Dia membuat rohaniah kalian berkembang; dengan Rahmat-Nya Dia membuat fisik kalian, kecerdasan kalian dan keuangan kalian berkembang; dan dengan Rahmat-Nya Dia telah mencurahkan berbagai kenikmatan kepada kalian; karena kalian adalah makhluk yang sangat istimewa bagi Tuhan Surgawi.
Oleh sebab itu, `inda ahlil haqiqah, Mawlana Syekh Nazim (q), Grandsyekh, guru kita mengatakan bahwa para Ahli haqiqat, para ahli kebenaran, orang-orang yang menyaksikan kebenaran, mereka semua telah melewati semua hijab ini, dan mereka dihadapkan pada kebenaran. Mereka melihat bahwa seluruh bani Adam (as), pada akhirnya akan berada di Surga.
Jadi apakah seseorang itu menunjukkan imannya di dunia ini, atau orang yang tidak menunjukkan iman mereka di dunia ini, pada akhirnya Allah (swt) akan membawa mereka ke dalam Rahmat-Nya. Dan Grandsyekh mengatakan bahwa pada akhirnya seluruh bani Adam (as) akan masuk Surga dengan Rahmat Allah. Dan ini adalah sebuah kabar gembira yang besar bagi kita. Allah (swt) Maha Pemaaf.
Grandsyekh mengatakan bahwa jika seseorang senantiasa membutuhkan Rahmat Allah, tetapi Dia tidak bisa memberikan Rahmat-Nya kepadanya, bagaimana mungkin Dia menjadi Rahiim? Bagaimana mungkin Dia menjadi Rahmaan? Bagaimana mungkin Dia menjadi Arhama ‘r-Raahimiin? Jika seseorang membutuhkan Rahmat Allah tetapi Allah tidak dapat memberikannya kepada mereka, maka Dia bukanlah Rahmaan dan Rahiim. Rahmaan artinya Maha Pemberi Rahmat bagi semua. Lihatlah di dunia ini, Allah telah memberi Rahmat-Nya kepada semua orang, baik orang-orang yang beriman maupun orang-orang yang tidak menunjukkan keimanannya. Dia telah memberi mereka makanan, tempat tinggal, kenyamanan, kemudahan kepada seluruh manusia di Bumi, apakah mereka percaya kepada Allah (swt) atau tidak! Ini adalah Rahmaan, Rahmat-Nya adalah ammah, berlaku umum kepada setiap orang. Jadi jika ada seseorang yang memerlukan rahmat, Nama-Nya adalah Rahmaan, jadi Dia pasti memberikannya; Nama-Nya adalah Rahiim, jadi Dia pasti memberikannya. Allah (swt) Maha Penyayang untuk semuanya dan pada akhirnya setiap orang akan masuk Surga.
Kita mengambil pernyataan ini dari Grandsyekh, dan kita senang mendengarnya. Kita pun senang karena ini berlaku untuk sesama manusia. Kita senang bahwa setiap orang akan berakhir dalam Rahmat Allah (swt). Kita tidak menginginkan penderitaan bagi siapa pun, kita tidak menginginkan penderitaan bagi sesama manusia. Kita menginginkan kebaikan bagi semua. Allah (swt) berfirman, wa rahmatii kulla syay’in, Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Syay’in artinya sesuatu, apakah kalian bagian dari sesuatu? Apakah kalian sesuatu? Ya! Segala sesuatu di antara ciptaan adalah syay’in, dan Rahmat Allah (swt) mencakup segala sesuatu. Oleh sebab itu Grandsyekh mengatakan bahwa kalian harus mempunyai tuma’ninah, ketenangan dalam hati, Allah (swt) akan mengatur segalanya. Allah (swt) adalah ar-Rahmaanu ‘r-Rahiim, al-Kariim, al-Afuww, Akramul Akramiin, Arhaamu ‘r-Raahimiin. Rahmat-Nya adalah karam, untuk kalian, wahai manusia. Dan Allah (swt) akan memberikannya. Semoga Allah (swt) menjadikan kita termasuk orang-orang yang mempunyai kebaikan di dalam hatinya kepada orang lain, kepada orang lain.
Ketika seseorang memiliki kebaikan di dalam hatinya, mempunyai perasaan baik dan mencintai sesama manusia, itu adalah tandanya iman. Ketika hati kalian terbuka, maka ia dapat mengambil sesuatu dan ia dapat menerima lebih banyak orang ke dalamnya. itu artinya iman kalian besar. Sebaliknya, jika dada kalian tertutup, jika hati kalian sempit, maka yang terjadi adalah, “Orang ini tidak boleh masuk, yang ini ditolak, yang ini harus keluar, yang ini begini, yang itu begitu.” Itu juga mencerminkan iman kalian. Jika iman kalian besar, setiap orang bisa masuk, jika iman kalian lemah, maka banyak orang yang tidak bisa masuk. Berhati-hatilah! Ini adalah perkataan Mawlana Syekh Nazim (q). Setiap kali iman masuk ke dalam hati, maka ia dapat menampung lebih banyak orang. Jadi berhati-hatilah! Hati kalian harus bisa menampung lebih banyak orang!
Para Imam, orang-orang yang religius, rabbi, pendeta, manusia secara umum, hati kalian harus bisa menampung lebih banyak orang. Itu adalah tandanya iman. Itu adalah tanda kebaikan. Itu adalah tanda rahmat. Jika hati kalian menjauhkan orang-orang, jika kalian menolak orang-orang, jika kalian menyakiti orang-orang, maka itu adalah sebuah pertanda buruk. Ketika iman masuk ke dalam hati, ia akan mampu menampung lebih banyak orang. Oleh sebab itu, kalian melihat pada Awliyaullah–bukan yang lain, ada begitu banyak orang yang berada pada posisi yang tinggi, baik di bidang keagamaan maupun tidak, tetapi mereka menolak begitu banyak kelompok orang, begitu banyak ras, begitu banyak keyakinan yang berbeda.
Seorang Waliyullah, yang berada pada maqam rohaniah yang tinggi, kalian akan mendapati mereka mempunyai dada yang lapang, hati yang luas, artinya mereka dapat menampung semua orang. Wa ‘r-rahma, kalian akan mendapatkan rahmat dalam hatinya untuk semua orang, apakah mereka Mukmin, fasik, kafir, munafik, mufsid, atau musyrik, kalian akan mendapati rahmat di dalam hati Awliyaullah bagi mereka semua. Dadanya terbuka bagi mereka semua. Mereka bahkan akan berdoa, “Yaa Rabbii, aku akan memikul beban mereka.” “Aku akan memikul penderitaan orang lain, tetapi lepaskanlah mereka dari beban mereka, lepaskan penderitaan mereka. Jadikanlah mereka bahagia.” Para Awliyaullah dan Anbiyaullah dan Rasulullah (saw), mereka semua memohon kepada Allah (swt) untuk mengampuni dan memaafkan setiap orang. Itu adalah syafaat mereka. Awliyaullah, mereka mengatakan, “Yaa Rabbii, kami akan memikul apa yang telah Engkau tuliskan bagi mereka.” Dan apa yang Allah (swt) putuskan, itu terserah pada-Nya. Kita tidak dapat mengatakan, “Ya atau tidak! Allah tidak dapat melakukan hal itu.” Allah (sw) melakukan apa yang Dia kehendaki dan memerintah sesuai keinginan-Nya. Ada sebuah pembukaan di sana.
Awliyaullah, mereka melihat pada manusia, Muslim, Kristen, Yahudi, Buddha, Sikh, Hindu, atheis, semuanya. Para Wali, para kekasih Allah, mereka memandang seluruh manusia dengan cinta, dengan rahmat, dengan kebaikan dan dada yang lapang, untuk membawa mereka semua ke dalamnya. Dan mereka berdoa, “Yaa Rabbii, aku akan memikul penderitaan mereka. Berikanlah kenyamanan pada mereka.” Mereka mengatakan, “Bagi seluruh hamba-Mu.” Mereka tidak mengatakan “kuffar”. Allah (swt) mengajarkan adab di dalam al-Qur’an suci. Di dalam Surat al-Ma`idah, apa yang dikatakan oleh Sayyidina `Isa (as)?
Allah (swt) berfirman melalui lisan Sayyidina `Isa (as),
In tu `adzdzibhum fa’innahum `ibaaduk (QS al-Ma`idah, 5:118)
Kita menjadikan Sayyidina `Isa (as) sebagai contoh bagi kita, beliau adalah seorang Waliyullah, beliau adalah seorang Nabiyullah, beliau adalah seorang Rasulullaah, beliau adalah seorang yang istimewa bagi Allah (swt). Beliau mengatakan, “Yaa Rabbii, in tu `adzdzibhum fa’innahum `ibaaduk, jika Engkau menghukum mereka, jika Engkau memberi kesulitan pada mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu.” Beliau mengatakan, “innahum `ibaaduk,” artinya mereka semua: Mukmin dan non Mukmin, orang-orang yang telah percaya kepada Sayyidina `Isa (as) di masanya dan orang-orang yang tidak percaya kepadanya di masanya.
Kemudian,
Wa in taghfir lahum fa’innaka anta ‘l-`Aziizu ‘l-Hakiim
Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkau Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana
Beliau menyebut mereka sebagai hamba, dan beliau mengatakan, “Yaa Rabbii, jika Engkau menghukum mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, lakukanlah apa yang ingin Engkau lakukan dalam Kerajaan-Mu dengan ciptaan-Mu, tetapi bila Engkau mengampuni mereka, Engkau mampu melakukannya, Engkau Mahaperkasa dan Engkau Mahabijaksana.” Ini adalah karakeristik dari Awliyaullah, karakteristik dari Anbiyaullah.
Jika kalian ingin mengetahui seorang Waliyullah, lihatlah pada seseorang yang menerima semua orang, lihatlah pada seseorang yang mencintai semua orang, lihatlah pada seseorang yang menyayangi semua orang. Jika kalian ingin mengikuti seorang yang baik, maka orang yang baik itu haruslah orang yang tidak menolak orang ini, orang yang tidak mengusir orang itu, orang yang tidak menghindari orang ini, tidak menghina orang ini, tidak menyakiti orang itu, tidak mengatakan hal-hal yang buruk tentang orang itu, tidak! Waliyullah adalah seseorang yang mempunyai dada yang lapang, sebagaimana yang dikatakan oleh Mawlana Shaykh Nazim (q). Waliyullah menerima semua orang, ia mencintai semua orang, ia menyayangi semua orang, dan inilah jalan kita, tarekat kita, jalan kita Tarekat Naqsybandiyya mengajarkan hal itu kepada kita, yakni bahwa kalian harus berada di jejaknya Awliyaullah, kalian harus berada di jejaknya Rasulullah (saw). Lalu apa jejak beliau (saw)? Beliau adalah Rahmatan lil `aalamiin, beliau adalah rahmat bagi semua orang.
Jika kalian mengaku sebagai Waliyullah atau mengaku sebagai orang yang baik, tetapi kalian tidak mempunyai rasa sayang terhadap semua orang, berarti ada suatu PR yang harus dilakukan. Kita harus berbuat lebih banyak, kita harus lebih maju, semoga Allah (swt) menjadikan kita sebagai bagian dari orang-orang yang berada di jejak tersebut. Selalu bersikap baiklah kepada orang lain, cintailah mereka selalu, dan sayangilah mereka selalu. Ini adalah karakteristik Awliyaullah. Dan mereka mengambil karakteristik itu dari guru mereka, yaitu Rasulullah (saw). Dan Rasulullah (saw) mengambilnya dari siapa? Dari ar-Rahmaan ar-Rahiim, dari Bismillaahi ‘r-Rahmaani ‘r-Rahiim, dengan Nama Allah, ar-Rahmaan ar-Rahiim. Mereka semua mengambil dari Rahmaan tersebut, dari Nama Suci Rahma. Wahai manusia, jadilah di antara `ibaadu ‘r-Rahmaan, jadilah orang yang baik, yang mencintai dan menyangi orang lain! Allah (swt) mencintai hal itu. Insya Allah kita dapat menjadi salah satu dari mereka.
Rahmatullaahi waasi`a, sebagaimana yang dikatakan oleh Mawlana Syekh Nazim (q) bahwa Rahmat Allah itu luas dan setiap orang telah memberikan ikrarnya kepada Tuhan mereka dan Allah (swt) akan membawa mereka ke dalam Rahmat-Nya, ke dalam Surga-Nya. Jadi, jangan bersedih! Jangan gundah! Laa taqnathuu min Rahmatillaah, janganlah berputus asa dengan Rahmat Allah, karena ia mencakup segala sesuatu. Allah (swt) akan memberikan Rahmat-Nya kepada semua orang. Semoga Allah (swt) mengampuni kita semua, insyaAllah.
Saya rasa ini cukup untuk kita sekarang. Insya Allah kita akan melakukan Khatmul Khwajagan dan semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang bermurah hati kepada orang lain.
Saya berniat untuk membaca beberapa halaman berikutnya, tetapi saya pikir ini sudah cukup untuk malam ini. Insya Allah Kamis depan, hamba yang lemah ini, hamba yang dhaif ini–guru kita mengajarkan kita untuk mengatakan bahwa kita adalah orang-orang yang lemah, kita tidak berpura-pura untuk menjadi sesuatu. Kita adalah orang yang lemah. Kita hanya berbicara dari apa yang telah kita baca, yang telah kita dengar dari guru kita. Semoga Allah (swt) memberkahi ruh mereka, mensucikan asrar (rahasia-rahasia) mereka, dan menjadikan kita selalu sebagai mutaraabithiin, selalu tersambung dengan mereka.
Dalam Surat Ali `Imran, Allah (swt) berfirman,
Yaa ayyuhalladziina aamanushbiruu
Ayat terakhir Surat Ali `Imran, karena sebagian orang merasa keberatan dengan pertalian atau koneksi antara kita dengan guru kita. Allah (swt) berfirman di dalam Surat Ali `Imran, ayat karimah terakhir,
Asta`idzubillah,
Yaa ayyuhalladziina aamanushbiruu
Wahai orang-orang yang beriman, orang-orang yang mempunyai iman kepada Allah (swt), dan Rasul-Nya, kepada kitab-kitab suci dan malaikat-Nya, pada Hari Akhir dan takdir, ushbiruu, bersabarlah! Itu artinya buatlah ego kalian bersabar dalam beribadah. Ego kalian harus setuju dengan apa yang ditakdirkan oleh Allah (swt). Ego kalian harus berserah diri pada apa yang Allah (swt) inginkan, ego kalian harus tunduk. Jadi sabar di sini adalah untuk ego, nafs.
Yaa ayyuhalladziina aamanushbiruu wa shaabiruu
Dan shaabiruu ma`a Allah, lakukan yang terbaik untuk terus menempuh jalan kalian, artinya mampu menghadapi kesulitan dan beban untuk dijalankan ma`a Allah bersama Allah (swt), ini adalah untuk hati. Allah (swt) harus mengirim min shifatil Jalaal, karakteristik Jalaal di dalam hati untuk membersihkan karakter-karakter buruk dalam hati. Jadi Yaa ayyuhalladziina aamanushbiruu wa shaabiruu artinya bersabarlah dalam ketaatan, dalam kepatuhan, itu adalah untuk ego, nafs; wa shaabiruu dan berusahalah agar mampu memikul beban yang datang pada kalian untuk membersihkan hati kalian; wa raabithuu sambungkan diri kalian dan ini adalah untuk ruh.
Sejak Hari Perjanjian ada beberapa ruh yang saling terhubung, menjadi bersahabat, dan ada beberapa ruh yang tidak terhubung. Jadi kalian harus mencari tahu kepada siapa ruh kalian terhubung, raabithuu, dan ini adalah Syekh kalian, ini adalah Grandsyekh kalian, Waliyullah, ini adalah Mursyid kalian. Kalian harus membuat pertalian dengan Mursyid kalian, wa raabithuu wattaqullaaha , kemudian bertakwalah kepada Allah, la`allakum tuflihuun agar kalian menjadi orang-orang yang beruntung, yang akan masuk Surga.
Jadi, jangan lupa: bersabar dengan ego kalian, biarkan ego kalian bersabar pada ketaatan, dan biarkan hati kalian menanggung kesulitan yang muncul dan biarkan ruh kalian terhubung dengan ruh Mursyid kalian dan lakukan kebaikan sehingga kalian bisa masuk ke Surga. Kita dapat melakukan keempat-empatnya. Ini adalah ayatul kariimah terakhir dalam Surat Ali `Imran. Insya Allah yaa Rabbii, jadikanlah kami sebagai orang yang dapat melakukan hal tersebut.
Bi hurmatil habib wa bi sirri Suuratil Faatihah.