Kita Belum Menjadi Murid

Mawlana Syekh Hisyam Kabbani
20 Oktober 2012,  Fenton, Michigan
Shubhah setelah Zikir
A`uudzu billahi min asy-Syaythani ‘r-rajiim. Bismillaahi ‘r-Rahmaani ‘r-Rahiim
Nawaytu ‘l-arba`iin, nawaytu ‘l-`itikaaf, nawaytu ‘l-khalwah, nawaytu ‘l-`uzlah,
nawaytu ‘r-riyaadhah, nawaytu ‘s-suluuk, lillahi ta`alaa fii haadza ‘l-masjid.
أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ

Athii`uullaha wa athii`uu ‘r-Rasuula wa uuli ‘l-amri minkum.
Taati Allah, taati Rasul, dan taati orang-orang yang mempunyai otoritas di antara kalian. (Surat an-Nisa, 4:59)

Madad yaa Sayyidii, yaa Rasuulullah! Madad, yaa Awliyaullah! Madad, yaa Sulthan al-Awliya, madad.

As-salaamu `alaykum wa rahmatullaahi wa barakaatuh. 
Saya tidak berencana untuk memberi shuhbah, tetapi karena banyak orang yang datang, saya akan membuat shuhbah singkat, kemudian Syekh Shahib akan memimpin (salat) `Isya.

Islam adalah mempelajari apa yang bermanfaat bagi kita, karena Allah (swt) berfirman di dalam kitab suci al-Qur’an,

ِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُُ

Inna ad-diina `inda Allaahi al-Islaam.

Agama (yang diridai) di sisi Allah adalah Islam (tunduk pada Kehendak-Nya).  (Surat Aali-`Imraan, 3:19)

Jadi, untuk dapat memahami Islam, kita perlu memahami struktur yang Allah (swt) kirimkan kepada Utusan-Nya, Sayyidina Muhammad (saw), dan membangun di atas stuktur tersebut apa pun yang telah kita pelajari dari Islam karena itu adalah struktur utamanya.  Ketika kalian membangun sebuah gedung, kalian memperkuatnya dengan baja dan beton sehingga ia dapat menyokong banyak tingkat. Islam juga mempunyai struktur yang telah Allah kirimkan kepada Nabi (saw) sebagai pedoman bagi kita. Itu sangat sederhana dan orang-orang banyak melewatkannya, tetapi tidak menerapkannya.  Kita harus memperhatikan apa yang dikatakan oleh Nabi (saw), khususnya di masa yang penuh dengan nafsu duniawi yang mempengaruhi iman kita. Islam sepenuhnya berdasarkan pada apa yang disebutkan oleh Nabi (saw),

اإنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق

Innamaa bu`itstu li utammima makaarim al-akhlaaq.
Aku tidak diutus melainkan untuk melengkapi akhlak. (Bukhari in Adab al-Mufrad)

Kita harus memperhatikan kata dalam Bahasa Arab, “Innamaa” yaitu menegaskan bahwa “Aku telah,” “bu`itstu” artinya “diutus,” dan “li utammima” diterjemahkan sebagai “untuk melengkapi”, bukan seperti yang banyak dijelaskan oleh para ulama sekarang, “untuk menyempurnakan”.  Tetapi ulama-ulama Arab mengatakan bahwa “utammin” adalah “untuk melengkapi” akhlak dan perilaku, yang artinya Nabi (saw) mengambilnya sebagai tanggung jawabnya di hadapan Allah bahwa, “Yaa Rabbii! Engkau telah mengutusku untuk melengkapi,” yang artinya, “Aku tidak akan membiarkan seseorang datang dengan tidak lengkap (pada Hari Kiamat).”  Allah memberinya sesuatu yang tidak diberikan kepada makhluk apa pun dan tak seorang pun dapat melengkapinya. Kullu nafsin, setiap orang bertanggung jawab atas diri mereka sendiri, tetapi Nabi (saw) bersabda, “Aku akan bertanggung jawab untuk semua orang.”  Tak seorang pun yang tidak lengkap pada saat Hari Kiamat dengan kekuatan yang Allah berikan kepada Nabi (saw). Beliau (saw) tidak mengharapkan kita menjadi lengkap, karena beliau (saw) tahu bahwa kita senantiasa berjuang, satu hari kita berada di jalan yang benar, satu hari lainnya kita di jalan yang salah.  “Melengkapi” maksudnya menghilangkan semua karakter buruk dan membusanai kalian dengan karakter yang baik. Misalnya, Nabi (saw) menyingkirkan semua pakaian yang kotor dan memberi pakaian yang bersih dari sisinya, artinya beliau (saw) membuang `amal yang buruk dan menggantinya dengan `amal yang baik.

Dalam sebuah hadits Nabi (saw) disebutkan bahwa,

حياتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم ، فإذا أنا مت كانت وفاتي خيرا لكم ، تعرض علي أعمالكم فان رأيت خيرا حمدت الله تعالى وإن رأيت شرا استغفرت لكم

Hayaatii khayrun lakum tuhaditsuuna wa yuhdatsa lakum fa idzaa anaa mitt kanat wafaatii khayran lakum. Tu`radhu `alayya `amal ummatii, wa in wajadtu khayran hamadt ‘Allah wa in wajadtu ghayrah  astaghfarta lakum.

Aku mengamati `amal umatku.  Jika aku mendapatinya baik, aku bersyukur kepada Allah, tetapi bila aku menjumpainya selain dari itu, menjumpainya dalam keadaan buruk, aku memohon ampun bagi mereka. (al-Bazzaar di dalam Musnad-nya)

Jadi kita beruntung menjadi bagian dari Ummat an-Nabi (saw), tetapi kita tidak memberikan haknya, memuliakan bahwa atas nama kita Nabi (saw) melakukan sesuatu yang tidak bisa kita lakukan.  Paling tidak kita musti menunjukkan bahwa kita berjuang, tetapi sekarang orang-orang ceroboh dan tidak memberi perhatian pada apa yang berada di sekitar mereka.  Jika kalian melihat bahwa seorang Muslim tidak berpuasa dan bertanya pada kalian mengapa, mereka mengatakan, “Oh, kepalaku sakit.” Kalian bertanya pada orang kedua, “Mengapa engkau tidak puasa?”  “Oh, aku sedang sekolah.” Kalian bertanya pada orang ketiga, “Mengapa engkau tidak puasa?” Ia akan berkata, “Karena aku sedang jogging!”  Mengapa engkau jogging?  Setiap orang mempunyai alasan.  Mengapa engkau tidak salat? “Aku tidak punya waktu.”

Pada Hari Kiamat, akankah kalian berkata kepada Allah, “Aku tidak punya waktu.”  Apa yang akan Dia katakan pada kalian? “Masuklah ke Neraka, karena sekarang Aku tidak punya waktu untukmu!”  Ketika Nabi (saw) melihat kemalasan dari umat ini, beliau (saw) mengambil tanggung jawab pada dirinya sendiri dan berkata, “Aku akan melengkapinya atas nama kalian dan kalian akan muncul sebagai yang terbaik di Hari Kiamat.”  (Tetapi itu) adalah sepanjang kalian bershalawat atas Nabi (saw), “Allahumma shalli `alaa Sayyidina Muhammad wa `ala aali Sayyidina Muhammad.”

Shalawat adalah apa yang Allah (swt) inginkan dari kita, agar kita tahu nilai dari Nabi-Nya (saw)!  Allah (swt) memerintahkan para malaikat untuk bershalawat untuk mengetahui nilai Nabi-Nya dan itu artinya shalawat adalah jalan menuju “tanah yang aman” atau “tepi yang aman”.  Setiap saat kalian mengalami kesulitan, ingatlah bahwa Allah (swt) memerintahkan kalian untuk bershalawat atas Kekasih-Nya di mana Dia akan membuat sepuluh shalawat untuk kalian, yang artinya Dia akan menghilangkan segala kesulitan!  Nabi (saw) menyebutkan dalam sebuah hadits,

من صلى علي مرة صلى الله عليه بها عشرا

Man shalla `alayya marrah, shalla ’Laahu `alayhi bihaa `asyara.
Barang siapa yang bershalawat atasku sekali, Allah akan bershalawat atanya sepuluh kali. (Sahih)

Shalawatnya Allah tidak seperti kita; shalawatnya Allah penuh dengan pahala dan menghilangkan semua kesulitan.  Jika kalian sakit, mempunyai masalah secara umum atau mempunyai masalah dalam pernikahan, bershalawatlah dan semua masalah itu akan hilang!  Jika kalian hanya duduk di tempat tidur dengan kaki terentang, tidak bershalawat, itu tidak akan berhasil. Jika kalian sakit, kita pergi ke dokter dan kita menunggu dengan cemas di ruang gawat darurat hingga empat jam.  Serupa halnya, Allah mengatakan kepada kita untuk bershalawat atas Nabi (saw) dengan harap-harap cemas. Jika kalian bershalawat selama satu jam, setengah jam, atau bahkan selama lima menit, itu sudah cukup!

Allahumma shalli `alaa Sayyidina Muhammad! Allahumma shalli wa sallim wa baarik `alaa habiibika wa nabiyyika, Sayyidina Muhammad (saw)!

Jadi Allah ingin hamba-hamba-Nya mempunyai akhlak yang baik dan tidak kasar.  Setiap orang mempunyai jalan yang berbeda dalam menunjukkan kekasarannya. Allah (swt) tidak menyukai sikap yang kasar.  Nabi (saw) tidak pernah berkata, “laa” sepanjang hidupnya, beliau (saw) menerima segalanya.  Bagi kita, jika sesuatu itu tidak sesuai dengan diri kita, kita katakan, “Tidak!”  Kita tidak setuju dengan apa saja kecuali istri kita. Kalian tidak bisa mengatakan tidak kepada mereeka, benar kan?  Mengapa? Saya tidak tahu, tetapi ini sudah menjadi tradisi sekarang, jadi kita ikuti hal itu.

Allah (swt) tidak menyukai seseorang yang kasar, itulah sebabnya Dia mengutus Nabi (saw), yaitu untuk menyingkirkan sifat kasar itu dari manusia dan menjadikan mereka sebagai orang yang baik.  Ketika orang melihatnya, mereka senang, bukannya marah, serius atau sepanjang waktu tidak senyum. Allah (swt) tidak menyukai karakter itu. Sering-seringlah senyum dan bershalawat, kalian akan memiliki dunia dan akhirat dan semoga Allah memberi kita dunia dan akhirat!

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Rabbanaa atinaa fii ‘d-dunyaa hasanatan wa fii’l-akhirati hasanatan waqinaa `adzaba an-naar.

Wahai Tuhan kami!  Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa Api Neraka!” (Surat al-Baqarah, 2:201)

“Selamatkan kami dari Api Neraka.”  Jika kita ingin diselamatkan, itu seperti itu.  Itu artinya mintalah agar Allah (swt) mengaruniai kalian agar mempunyai satu kaki di dunia dan satu di akhirat, tidak semuanya hanya di dunia.  Alhamdulillah, kehadiran kalian di sini memperlihatkan bahwa kalian sehat dalam ibadah kalian, dan kalian senang untuk berada di Rumah Allah.  Beberapa orang datang dari jauh, untuk apa? Untuk hubb, cinta.  Allahu Akbar!  Ia berasal dari dua huruf, yaitu “Haa” dan “Baa”, membentuk kata, “Cinta”

Allah (swt) berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Qul in kuntum tuhibbuuna ‘Llaaha fattabi`uunii yuhbibkumullaahu wa yaghfir lakum dzunuubakum w ‘Allaahu Ghafuuru ‘r-Rahiim.

Katakanlah (Wahai Muhammad), “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku!  Niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Surat Aali-‘Imraan, 3:31)

Itu artinya Allah mencintai hamba-Nya. ‘Haa’ adalah simbol dari hayyat, hidup.  Allah tidak hanya akan memberi kalian hubb (cinta di dunia ini), tetapi Allah memberikan hayyat al-abadiyya, Kehidupan yang Abadi. ‘Baa’ melambangkan “baqa,” yang artinya “kekal” atau “tidak pernah berakhir,” dan itulah makna dari ‘hubb:’ ketika Allah mencintai kallian, Dia memberi kalian kesehatan, kebaikan, kehidupan yang kekal, di dunia dan akhirat.  Itu dari dua huruf dan kita tidak ingin lagi! Cinta Allah (swt) dan cinta Nabi (saw), kalian akan selamat, karena bila kalian mencintai seseorang, kalian akan patuh padanya.  Jika kalian mencintai istri kalian, kalian mematuhinya dan begitu pula sebaliknya. Jadi, bagaimana menurut kalian tentang cinta pada Allah dan Nabi-Nya (saw)? Athii`uullaha wa athii`uu ‘r-Rasuul, karena bila kalian cinta, Allah memberi kalian kepatuhan dan menempatkan kalian di jalur yang benar.  Semoga Allah (swt) membuat kita semua cinta pada-Nya dan cinta Nabi-Nya, dan menyingkirkan semua kesulitan, dan mengaruniakan kita apa pun yang kita minta.

Allah tidak senang bila kalian mengeluh, Dia lebih senang jika hamba-Nya mengingat-Nya!  Sekarang bila kalian bertanya pada orang-orang di sini, “Apakah kalian murid?” Mereka akan berkata, “Ya,” tetapi pada hakikatnya tidak.  Kita belum mencapai level murid, kita masih pemula.

Sayyidina Syah Naqsyband (q), Imam ath-Thariqah Naqsybandi, sangat kaya sejak usia muda.  Paling tidak lima ribu orang menghadiri majelisnya dan beliau memberi makam mereka semua dari pendapatannya.  Suatu hari beliau berjalan dan mulai merasakan keinginan untuk mengunjungi Syekhnya, Sayyidina Amir Kulal (q).  Beliau berada di lorong, merasakan antara sahuw dan ghaybah, antara keadaan terjaga dan tertidur–namun itu bukan kata-kata yang tepat.  Ghaybah dan sahuw artinya antara keadaan jazbah dan haal, suatu keadaan spiritual, dalam level yang tidak merasakan apa-apa kecuali cinta pada Allah (swt) dan Nabi (saw).  Beliau datang dekat rumah Syekh dan segera setelah beliau masuk, Syekh mengetahui nama Syah Naqsyband (q), walaupun mereka belum pernah bertemu, tetapi Sayyidina Syah Naqsyband (q) telah mengambil baya` melalui seseorang yang dikenal oleh Syekh.

Syekh bertanya, “Siapa ini?”
Murid-murid berkata, “Ini adalah Syah Naqsyband.”
Beliau berkata, “Usir dia!”

Syah Naqsyband berkata, “Pada saat itu aku merasa tidak senang dan Setan mulai bermain denganku dan egoku berkata, ‘Apa yang ingin kau lakukan dengan Syekh ini?’  Namun demikian kesadaranku berkata, ‘Tidak (jangan pergi).’”

Jadi, mereka mengeluarkan Syah Naqsyband (q), tetapi tidak ada tempat baginya untuk pergi, karena hari sudah malam dan turun salju.  Beliau pergi ke ambang pintu Sayyidina Amir Kulal (q), berlutut dan meletakkan kepalanya di dasar pintu dan tinggal di sana. Kepalanya benar-benar dipenuhi salju, tetapi beliau tidak merasakan dinginnya karena beliau dalam keadaan ghaybah, gaib/tidak hadir/absen.  Waktu Subuh tiba dan Syekh keluar untuk berwudu, beliau melangkah ke atas kepala Syah Naqsyband (karena beliau tidak tahu Syah Naqsyband  berada di situ).

Sayyidina Amir Kulal (q) berkata, “Oh, kau di sini?”
Syah Naqsyband (q) berkata, “Ya, aku di sini.”
Sayyidina Amir Kulal (q) berkata, “Aku mengujimu.  Engkau sungguh seorang murid.”

Beliau membawa Syah Naqsyband (q) ke dalam, membersihkannya dan menghilangkan duri-duri dari kakinya dan mulai membusanainya dengan ma`arifah, Ilmu Ilahiah.  Ini adalah murid sejati, dan dengan kisah singkat ini, kita dapat mengatakan bahwa kita bukanlah murid sejati, kita berusaha (untuk menjadi murid), karena Syekh tidak mengatakan kepada kalian untuk pergi, karena kalian bukan murid sejati, tetapi kita tahu bahwa kita sedang berusaha.  Lanjutkan perjuangan kalian, karena jika kalian menjadi lebih baik satu persen, itu berarti lebih baik dan membuat Allah rida, sebagaimana dinyatakan dalam hadits:

يقول الله عز وجل: من ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي، ومن ذكرني في ملأ ذكرته في ملأ خير منه، ومن تقرب إلي شبراً تقربت منه ذراعاً، ومن تقرب مني ذراعاً تقربت منه باعاً، ومن أتاني يمشي أتيته هرولة

Man dzakaranii fii nafsihi dzakartahu fii nafsii wa man dzakaranii fii mala’ain dzakartahu fii mala’ain khayra minhu wa man taqarrab ilayya syibran taqarrabtu minhu dziraa`an wa man taqarrab minnii dziraa`an taqarrabtu minhu baa`an wa man ataanii yamsyii aataytahu harwalah.

Aku seperti yang dipikirkan oleh hamba-Ku. Aku bersamanya ketika dia menyebut nama-Ku. Jika dia menyebut nama-Ku di dalam hatinya, Aku menyebut namanya di dalam hati-Ku; dan jika dia menyebut nama-Ku dengan berjamaah, Aku menyebut namanya dalam jamaah yang lebih besar. Dan jika dia mendekatiku sejangkauan tangan, Aku akan mendekatinya sejangkauan lengan; dan jika dia mendekati-Ku sejangkauan lengan, Aku akan mendekatinya sejangkauan galah. Dan jika dia mendekati-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari” (Hadits Qudsi).

Bahkan jika kalian melakukan satu persen kebaikan dalam hidup kalian, kalian akan masuk Surga.  Nabi (saw) bersabda (kepada para Sahabat), “Jika kalian melakukan sembilan puluh persen dari apa yang aku perintahkan, kalian akan berada di tangan-tangan yang baik.  Akan tiba suatu masa di mana jika mereka hanya melakukan sepuluh persen dari apa yang aku katakan kepada mereka, mereka akan masuk Surga.”

Jadi sekarang mereka hanya meminta kita untuk melakukan sepuluh persen, artinya jika kalian menunjukkan perbuatan baik apa pun yang kalian lakukan, mereka akan membawa kita pada keselamatan dan membuat mereka bahagia.  Semoga Allah (swt) mengampuni kita.

Wa min Allahi ‘t-tawfiiq, bi hurmati ‘l-habiib, bi hurmati ‘l-Fatihah.

http://www.sufilive.com/We_are_not_Mureeds-4666.html

© Copyright 2012 Sufilive. All rights reserved. This transcript is protected
by international copyright law. Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu khayr.