
Dr. Nour Mohamad Kabbani
Rabu, 15 Juli 2020 | Zawiyah Fenton, Michigan
A`uudzubillaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim
Bismillaahi ‘r-Rahmaani ‘r-Rahiim
Alhamdulillaahirabbi ‘l-`aalamiin
Wa ‘sh-shalaatu wa ‘s-salaamu `alaa Sayyidinaa Muhammad wa `alaa aalihi wa shahbihi ajma`iin
wa man tabi`ahu bi ihsan ila yaumiddin
Wa `ala saa’iri ‘l-Anbiyaa’i wa ‘l-Mursaliin wa ‘l-Awliyaa’ wa `ibaadilaahi ‘sh-shaalihiin wa `alayna ma’ahum ajma`iin yaa Arhama ‘r-raahimiin, wa laa hawlaa wa laa quwwata illa bilaahi ‘l-`Aliyyi ‘l-`Azhiim
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah `Aziiz Allah
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah Kariim Allah
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah Subhaan Allah
Allah Allah, Allah Allah, Allah Allah Sulthaan Allah
`Ainayatak yaa Sayyidi
Destur yaa Sayyidi yaa Sulthaanul Anbiya
Destur yaa Sayyidi yaa Sulthaanul Awliyaa’
Madad yaa Rijaalalaah,
Destur yaa Sayyidi wa Mawlay
Yaa Sayyidi Quthbu ‘l-Mutasharrif,
Yaa Sulthaan al-Awliyaa’
Nadharak, madadak, himmatak yaa Sayyidi ‘l-Kariim
Assalamu`alaykum warahmatullaahi ta`aala wabarakatuh,
Semoga Allah (swt) mengampuni kita. Semoga Allah (swt) senantiasa membuat kita mengingat-Nya. Grandsyekh Mawlana Syekh Nazim, guru kita, junjungan kita mengatakan, “Jangan menjadi orang-orang yang menggigit atau menendang orang lain.” Karena bila kita melakukannya, berarti kita telah keluar dari esensi kita sebagai manusia, dan kita jatuh ke level binatang.
Grandsyekh mengatakan bahwa jika seseorang menghina atau mengutuk kita, jangan membalasnya. Jagalah maqam kalian sebagai manusia dan jangan membalasnya. Katakan kepada mereka, “Aku tidak akan turun ke levelmu, aku tidak akan membiarkan kemarahan menguasai diriku dan mengendalikan tingkah laku diriku.”
Grandsyekh mengatakan bahwa orang-orang di zaman kita, setiap saat mereka siap meledak. Setiap orang mempunyai mood atau suasana hati yang tegang dan mudah terganggu. Oleh sebab itu beliau mengatakan, “Bila seseorang menyerang kalian, dengan kata-kata yang menghina, jangan menurunkan level kalian ke level mereka, yaitu level binatang.” Jangan mengigit orang lain, jangan menendang orang lain. Jangan meninggalkan maqam kalian sebagai manusia dan turun ke maqam binatang dan katakan pada diri kalian, “Aku tidak akan membiarkan kemarahan menguasai diriku,” dan tinggalkanlah mereka. Suasana hati yang tegang dan mudah terusik ini selalu berada pada batasnya. Kita semua sama, kalian bangun di pagi hari, kalian merasa tegang; kalian menjalani hari kalian dengan tegang; kalian masuk ke malam hari kalian merasa tegang; kalian masuk ke kamar untuk tidur, kalian merasa tegang; dan hal kecil apa pun akan membuat kita meledak.
Tidak ada lagi yang dapat mentoleransi orang lain sekarang, dan kita harus tahu bahwa Islam datang untuk mengajarkan manusia bagaimana bertoleransi terhadap orang lain; bagaimana menanggung beban berat orang lain; bagaimana memikul beban orang lain. Sekarang ini Muslim dan non Muslim, manusia dan non manusia, apa pun itu, mereka tidak lagi memikul beban orang lain, mereka tidak lagi toleran terhadap orang lain. Islam datang untuk mengajarkan kita bagaimana mentoleransi dan bersikap lemah lembut kepada orang lain. Mengapa? Mengapa Islam mengajarkan hal itu kepada kalian?
Grandsyekh mengatakan, “Wahai Muslim, apakah yang menjadi misi kalian?” Perhatikanlah apa kata Grandsyekh; perhatikanlah apa kata Awliyaullah, “Apakah misi kalian wahai Muslim?” Misi kalian adalah menjadi panutan bagi manusia. Seorang Muslim harus menjadi panutan bagi umat manusia. Ketika kalian menerima Islam, kalian sedang dipersiapkan untuk membawa risalah dari makhluk Allah paling agung, yakni Rasulullah (saw). Jadi misi kalian adalah menjadi panutan bagi umat manusia; panutan dalam hal tingkah laku, panutan dalam perkataan, panutan dalam hal ibadah, panutan dalam apa pun yang kalian lakukan. Tidak hanya mengatakannya di lidah saja, tetapi juga mengamalkannya.
Sekarang ini mereka mempunyai misionaris, masya Allah. Mereka tersebar di seluruh dunia. Apa yang mereka ajarkan? Mengajarkan injil, mengajarkan kitab suci. Itulah yang dilakukan oleh para misionaris. Eeh, kalian mengajarkan kitab suci, tetapi apakah kalian mengamalkannya? Kalian tahu apa yang Allah katakan di dalam kitab suci al-Qur’an, dalam Surat al-Baqarah,
استعذ بالله
اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab? Tidakkah kamu mengerti? (QS al-Baqarah, 2:44)
Kalian menyeru orang kepada kebaikan, wahai misionaris–Muslim dan non-Muslim tidak masalah, orang-orang yang mengatakan, “Aku melakukan dakwah,” masyaAllah ad-da`wah yang kalian lakukan. “Aku berdakwah, menyerukan orang.” kepada siapa? “Kepada Tuhan Surgawi!” Bagaimana? “Dengan kitab suci.” “Aku membacakan kitab suci kepada mereka.” Baiklah. Allah (swt) berfirman di dalam Suratul Baqarah, “Apakah kalian menyerukan orang-orang kepada kebaikan?” Birr artinya segala sesuatu yang khayr, segala sesuatu yang baik–semua a’maalu khayr, semua amal kebaikan. Wa tansawna anfusakum, tetapi kalian melupakan diri kalian sendiri. Wa antum tatluuna ‘l-kitaab, dan kalian membawa kitab suci dan membacanya. Kalian mengatakan kepada orang-orang, “Oh, kalian harus menjadi orang yang baik,” tetapi kalian berbohong! Kalian mengatakan kepada orang-orang, “Kalian harus menjadi orang yang baik,” tetapi kalian sendiri malah berbuat curang. Kalian mengatakan kepada orang-orang, “Kalian harus menjadi hamba yang baik dalam ibadahnya,” tetapi kalian sendiri malah pamer, riya. Kalian mengatakan kepada orang-orang, “Jangan melakukan ini dan itu,” tetapi kalian sendiri mencuri, kalian membenci, kalian mengejek orang, kalian marah, dan kalian menyakiti orang lain, bagaimana hal itu terjadi?
Seorang Muslim harus menjadi qudwali ‘n-naas, panutan bagi orang lain. Jadi jangan hanya bicara, tetapi juga harus berbuat. Orang-orang akan datang pada kalian bila kalian berbuat, mereka akan melihat, “Oh ini adalah orang yang baik, aku akan mengikutinya.” Berbuatlah menurut Islam. Allah (swt) berfirman, “Milikilah kesabaran!” Allah (swt) berfirman dalam kitab suci, “Milikilah kasih sayang.” Allah (swt) berfirman dalam kitab suci, “Berilah maaf.” Apakah kalian memberi maaf? Apakah kalian bersabar? Apakah kalian mentoleransi orang lain?
Suatu ketika ada seorang pria yang mendatangi salah satu dari Masyayikh untuk berkhidmah di sana. Masya Allah setiap orang ingin menjadi khadim, baiklah… ia memberikan khidmah kepada Syekh tersebut. Setelah sekian lama, ia berkata kepada Syekh, “Wahai Syekh, ajari aku Ismul a`zham, ajarilah aku Asma Allah Teragung.” Syekh menjawab, “Apakah engkau sudah memenuhi persyaratan untuk itu?” “Apakah engkau sudah memenuhi persyaratan untuk mempelajari dan membawa Ismul a`zham?” Apa yang dikatakan oleh khadim itu? Ia berkata, “Ya, aku sudah memenuhi syarat.” Syekh lalu berkata, “Baiklah, kalau begitu pergilah ke gerbang kota.”
Dahulu kala setiap kota mempunyai pintu gerbang. Para penduduk akan keluar dari kota untuk melakukan pekerjaannya dan pada sore harinya mereka akan pulang dan kembali ke kota mereka.
Syekh mengatakan, “Pergilah ke gerbang kota, perhatikan apa yang terjadi; lalu kembalilah ke sini dan ceritakan padaku apa yang terjadi.” Khadim itu pergi ke gerbang kota dan ia melihat seorang tukang kayu yang sudah tua. Ia menebang pohon di hutan dan membawa kayunya ke kota melewati gerbang kota itu. Seorang tentara di sana memukulnya dan merampas kayunya secara tidak adil. Orang tua atau Syekh itu kehilangan semua kayu di keledainya, tetapi apa yang dapat dilakukan, karena orang itu adalah tentara; jadi ia diam dan tetap tenang. Tentara…tentara! Mereka pikir mereka mempunyai kekuatan…
Khadim ini lalu kembali kepada Syekhnya dan ia menceritakan apa yang terjadi antara tentara dan tukang kayu tua itu–seorang Syekh yang sudah tua. Syekh bertanya, “Jika engkau mengetahui Ismu ‘l-a`zham, apa yang akan engkau lakukan?” Ia berkata, “Ya Sayyidi, aku akan berdoa agar tentara itu disingkirkan karena ia adalah orang yang jahat. Ia telah berbuat zalim dan tidak adil terhadap orang tua itu.” Syekh berkata, “Ketahuilah wahai khadim, wahai orang yang datang ke dergahku untuk berkhidmah dan ingin mengetahui tentang Ismu ‘l-a`zham dan ingin mempelajarinya… Syekh berkata, “Wahai khadim, ketahuilah bahwa tukang kayu itu adalah orang yang mengajariku Ismu ‘l-a`zham. Dan Ismu ‘l-a`zham tidak akan diberikan kepada seseorang sampai ia mencapai shifat, karakteristik atau keadaan di mana ia bisa bersabar, toleran dan mengasihi sesama manusia sebagaimana yang dimiliki oleh tukang kayu tua tersebut.”
Tukang kayu tua itu sesungguhnya adalah seorang Syekh dari para Syekh. Syekh mengirim muridnya untuk belajar. Untuk belajar bahwa orang yang membawa Ismu ‘l-a`zham bukanlah orang yang berdoa kepada Allah untuk menghancurkan orang lain. Ia adalah orang yang berkhidmah dan bersabar dengan ciptaan Tuhannya. Itulah yang diajarkan oleh Grandsyekh kepada kita. Grandsyekh mengajarkan kita jalan para Awliyaullah.
Beliau mengatakan, “Jika seseorang menyakiti kalian, menghina kalian atau memberikan kesulitan kepada kalian; kalian sebagai Muslim, sebagai orang yang membawa risalah dari Khayru Khalqillaah, makhluk terbaik ciptaan Allah, kalian harus mengetahui bagaimana harus bersabar, bagaimana harus bersikap lemah lembut dan toleran. Apakah kita seperti itu? Tidak! Kita masih jauh dari sana.
Jika seseorang tidak sengaja menyenggol kita, kita akan menendang orang itu, bahkan jika ia seorang murid dari tarekat ini. Mereka saling menendang satu sama lain. Murid-murid dari tarekat lainnya pun sama, mereka saling menendang satu sama lain. Begitu pula antar sesama Muslim, mereka yang mengatakan tidak mengikuti seorang Syuyukh, mereka mengikuti Imam suatu masjid, tidak masalah, tetapi mereka pun saling menendang satu sama lain. Tidak ada yang belajar untuk bersabar terhadap orang lain, tidak ada yang belajar untuk bersikap lemah lembut terhadap orang lain; tidak ada yang belajar untuk mencintai dan mengasihi sesama, itu semua sudah hilang. Tarekat mengajarkan hal itu kepada kalian.
Tempat yang sederhana ini, dergah atau zawiyah dari para Syuyukh merupakan tempat latihan bagi manusia. Bukan hanya Muslim, tetapi bagi seluruh manusia. Siapa pun bisa datang dan pergi. Grandsyekh mengatakan, “Siapa pun bisa datang, hadir dan mengambil faedah kemudian pergi. Inilah jalan para Syuyukh, para Awliyaullah, orang-orang yang suci, para Kekasih Allah (swt). Itulah yang perlu kita lakukan. Kita perlu belajar dari Syuyukh seperti itu.
Grandsyekh mengatakan, “Kalian harus menjadi pengikut Rasulullah (saw), kalian harus menjaga amanahnya, kalian harus menjaga Sunnahnya; dan salah satu Sunnah terbesar yang ditinggalkan oleh Rasulullah (saw) adalah tidak menyakiti orang lain dan kalian tidak merasa bahwa seseorang menyakiti kalian,
لاضرر ولاضرار
laa dharara wa laa dhiraar
Grandsyekh mengatakan, “Jika seseorang menyakiti kalian, kalian harus membiarkannya dan tidak membalasnya dengan perbuatan serupa; kalau tidak, berarti kalian telah meninggalkan maqam kalian sebagai manusia dan turun ke maqam binatang.” Semoga Allah (swt) mengampuni kita.
Grandsyekh mengajari kita, “Kita bukanlah rasmiyyiin, kita bukanlah orang yang resmi, ofisial.” Orang-orang berpikir bahwa saya adalah seorang yang resmi, tidak! Saya tidak mempunyai keterkaitan dengan siapa pun, tidak ada organisasi di sini atau di sana. Saya hanya diperintahkan untuk membaca dari buku catatan kakek saya, dan itulah yang saya lakukan. Saya tidak mempunyai afiliasi dengan seseorang, saya tidak mengaku sebagai seorang syekh, seorang ulama, seorang yang alim. Orang-orang menyerang, mereka mengatakan ini, itu.. mereka dapat mengatakan apa saja yang mereka inginkan, tetapi saya tidak mengklaim sebagai sesuatu. Saya bukanlah seorang waa`izhan, pengkhotbah, saya bukanlah seorang muhaadhiran, penceramah, ingatlah itu. Saya bukanlah seorang pengkhotbah, saya bukan seorang penceramah dan saya bukanlah seorang yang resmi. Saya hanyalah seseorang yang diminta untuk membaca, dan saya membacanya. Jika saya diminta untuk tidak membacanya, maka saya akan berhenti membaca, itu saja. Saya bukan apa-apa.
Ini adalah jalannya Syekh saya. Ketika saya melihatnya, saya berusaha melakukan yang terbaik untuk menjadi seperti Syekh saya. Perhatikanlah apa yang dikatakan oleh Syekh saya. Mawlana Syekh Nazim, guru kita, Syekh kita mengatakan, “Orang-orang datang ke dergahku, dan aku mengatakan kepada mereka ini lastu waa`izhan aw muhaadhiran aw rasmiyyan, aku bukanlah seseorang yang memberikan nasihat, khotbah atau ceramah, dan aku bukanlah seorang yang resmi.” Kami tidak terlalu memikirkan tentang regulasi, peraturan, hierarki atau protokol. Kami tidak memberikan dergah kami sebutan resmi tertentu, kami tidak memberikan suatu ikatan resmi dengan orang-orang. “Aku adalah ini.” “orang ini adalah ini” “Ini disebut ini.” tidak ada yang seperti itu. Beliau mengatakan, “Ini adalah thariiqul shuhba maftuuha, tarekat kita adalah persahabatan terbuka. Aku hanya diperintahkan oleh Syuyukhku, oleh Grandsyekhku untuk duduk bersama orang-orang dan aku berusaha untuk mengikuti jalannya guru-guruku, jadi aku duduk dengan orang-orang. Itu saja.” Jadi jangan berlebihan, jangan biarkan kepala kalian terlepas dari leher kalian. Kita hanya mengingatkan orang-orang tentang apa yang telah dikatakan oleh Grandsyekh, itu saja.
Ketika kita berbicara dari buku Mawlana Syekh Nazim, guru kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita katakan. Apa pun yang diperlukan orang akan muncul. Jika kalian membuka hati kalian, Grandsyekh mengatakan, “Apa yang kalian perlukan akan datang kepada kalian, tetapi bila kalian datang ke dergah, ke zawiyah, ke tempat kami, dengan hati yang tertutup, kalian akan pergi dengan hati yang tertutup. Tidak ada faedahnya.” Grandsyekh mengatakan, “Jika hati kalian terbuka, mereka akan melihat ke dalam hati kalian dan mereka akan memberikan apa yang kalian perlukan, tetapi bila kalian datang dengan qulubu ‘l-mughlaqa mitsla quluubi ‘l-Wahaabiyyiin, hati yang tertutup seperti hatinya orang-orang Wahabi, di mana kebanyakan mereka berbicara hanya untuk membuat kebisingan, kalian tidak akan mendapatkan manfaat apa-apa. Oleh sebab itu bukalah hati kalian terhadap ajaran para Awliyaullah. Jangan mengatakan, “Dari mana ini, dari mana itu?” Awliyaullah mengambil dari Samudra Cinta dan Penghormatan kepada Rasulullah (saw). Mereka tidak menunggu konfirmasi kalian.
Jadi ketika kalian datang dan hati kalian penuh dengan cinta dan hormat, Grandsyekh mengatakan, “Sudah pasti kalian akan mulai bergerak dari satu maqam rohaniah menuju maqam rohaniah yan lebih tinggi hingga kalian mulai berjalan di alam rohaniah, di alam malakut dan level-level hikmah. Setiap hari kalian akan semakin dekat, dan lebih dekat lagi untuk dapat melihat dan menyaksikan Kemegahan Allah (swt) dan Hadirat-Nya. Itulah yang diinginkan dari seorang hamba.
Seorang hamba harus meninggalkan khalq kepada Khaliq, seorang hamba harus meninggalkan ciptaan kepada Sang Pencipta. Farirru illallaah, Allah (swt) berfirman, “Segeralah kembali kepada Allah (swt),” artinya tinggalkan segalanya dan segeralah kembali kepada-Nya. Itu adalah sebuah perintah. Apakah kalian melaksanakannya? Kalian tidak akan mampu melakukannya, kecuali kalian dibimbing oleh Allah (swt) melalui Awliyaullah yang mengikuti Sunnah Rasulullah (saw).
Ketika kalian kembali kepada Allah (swt), apa yang terjadi? Perhatikanlah apa yang dikatakan oleh para Awliyaullah. Ketika seorang hamba kembali kepada Allah (swt), ia mencapai Keindahan-Nya, jamaal-Nya. Mengapa kalian mengucapkan, “A`uudzubillaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim”? Itu artinya, “Yaa Rabbii, aku berlari kepada-Mu dari yang terkutuk itu beserta bala tentaranya,” itulah firaar illallaah, itu artinya kembali kepada Allah. Itulah sebabnya kita harus mengucapkan, “A`uudzubillaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim,” ini adalah langkah pertama. Aku kembali kepada-Mu wahai Tuhanku, masuk ke dalam naungan-Mu. Lalu apa setelah “A`uudzubillaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim”? “Bismillaaahi ‘r-Rahmaani ‘r-Rahiim”, kalian mencapai Keindahan-Nya. Kalian sampai kepada Keindahan dari Asma ini, kalian mencapai Hadirat Ilahiah. Apa yang terjadi setelah kalian sampai pada “Bismillaaahi ‘r-Rahmaani ‘r-Rahiim”? Kalian lalu mengucapkan, “Alhamdulillaah”… Allah, Ismu ‘l-Jalaalah, kalian mulai melihat Jalaal-Nya, kalian mulai melihat Kemegahan-Nya, kalian meninggalkan ciptaan-Nya, lalu kalian melihat Keindahan-Nya dan kalian mulai melihat Kemegahan-Nya. Di sanalah kalian mulai melihat Rahasia. Rahasia apa? Qulillaah tsumma dzarhum,
Allah (swt) berfirman di dalam Surat al-An’aam (QS 6:91),
Qulillaah, katakanlah “Allah”
Alhamdulillaah,… “Allah”
A`uudzubillaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim, berlari dari segala sesuatu menuju Allah.
Bismillaaahi ‘r-Rahmaani ‘r-Rahiim, menyaksikan Keindahan-Nya
Alhamdulillaah, “Allah” sekarang kalian menyaksikan Kemegahan-Nya, dalam apa? Rabbi ‘l-`aalamiin! Kalian melihat bahwa Dia adalah Rabb, Dia adalah Yang Maha Memberi kepada seluruh makhluk-Nya, artinya sekarang kalian melihat af`aal-Nya, kalian menyaksikan Tindakan-Nya. Siapakah yang mengurus seluruh makhluk? Allah (swt). Bagaimana Dia melakukannya? Sekarang kalian melihat af`aal-Nya, Tindakan-Nya, dan setelah itu Ar-Rahmaani ‘r-Rahiim, apakah itu? Shifat-Nya. Sekarang kalian menyaksikan Sifat dan Karakteristik-Nya dan semua Asma-Nya berada di bawah Rahmaan, fi ‘d-dunya wa fi ‘l-Akhirah. Jadi kalian bergerak dari melihat af`aal, melihat Tindakan Allah Rabbi ‘l-`alaamiin, menuju musyahadah, menyaksikan Sifat dan Karakteristik-Nya dalam ar-Rahmaani ‘r-Rahiim, menuju ke mana? Ke Maaliki yawmi ‘d-diin, kalian mencapai adz-Dzaat. Kalian berangkat dari Tawhid al-af`aal, tidak ada tindakan kecuali Tindakannya Allah, menuju Tawhid ash-Shifat, tidak ada sifat dan karakteristik kecuali Sifatnya Allah (swt) kemudian menyaksikan Keesaan-Nya pada Maaliki yawmi ‘d-diin pada Hari Kiamat, di mana Allah (swt) akan berfirman, “limani ‘l-mulku ‘l-yawma, “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?” Dan Dia menjawabnya sendiri, lillaahi ‘l-waahidi ‘l-qahhaar Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (QS al-Mu’min, 40: 16)
Jadi ketika kalian bergerak bersama Syekh, bersama Grandsyekh, bersama Awliyaullah, kalian kembali kepada-Nya, menyaksikan Keindahan-Nya, kemudian menyaksikan Kemegahan-Nya, menyaksikan Tindakan-Nya, menyaksikan Sifat-Nya, kemudian mencapai Keesaan Hakiki Allah (swt), dan itulah tawhid!
Orang-orang keberatan, keberatan, keberatan. Mereka hanya mengetahui sedikit dan begitu banyak yang mereka lupakan. Itu adalah Tawhiidu ‘l-af`aal, Tawhiidu ‘sh-shifat, dan Tawhidu ‘dz-Dzaat! Allah (swt) akan mengizinkan kalian untuk menyaksikan Tindakan-Nya berlangsung, menyaksikan Sifat-Nya berlangsung, menyaksikan Keesaan-Nya ketika Dia menyatakan Keesaan-Nya pada yawmi ‘d-diin. Ya, kita mempunyai jalan untuk ditempuh, jadi tinggalkanlah kemarahan, tinggalkanlah menghina, menyerang, menggunjing, menggosip, tinggalkan semua sampah itu, dan itu berarti A`uudzubillaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim.
Biarkanlah kami, jangan menyerang kami, jangan menyerang orang yang berusaha untuk menjadi baik dan mencapai Keindahan dan Kemegahan Hadirat Tuhannya. Berjalanlah bersama kami, berjalanlah bersama Syuyukh kami; belajarlah, jangan selalu bersikap antagonis, bertentangan, datanglah bersama kami, kita semua adalah Muslim! Kita semua sepatutnya menjadi para pembawa risalah Rasulullah (saw) dengan menjadi panutan dan teladan. Jangan hanya membaca kitab suci, kalian juga harus berbuat sesuai dengan kitab suci, dengan demikian orang akan datang ke jalan itu, jalannya Rasulullah (saw).
Semoga Allah (swt) mengampuni kita. Semoga Allah (swt) senantiasa membuat kita mengikuti jejak syuyukh kita. Kita tidak mengaku apa-apa, yang kita inginkan hanyalah menyaksikan Jamaal dan Jalaal Allah (swt); yang ingin kita lakukan adalah menyaksikan dan menerima Keindahan Allah (swt), Kemegahan Tuhan kita, yang lainnya bukanlah apa-apa, itulah yang penting. Semoga Allah (swt) menjadikan kita sebagai orang yang dapat mendekati al-Hadhrat Qudsiyyah, Hadirat Ilahi yang suci, itulah yang kita inginkan, insyaAllah. Insya Allah kita dapat mendekati Hadirat tersebut, al-Hadhra ‘l-Qudsiyyah, yaa Rabbi.
Doa
Aamiin, aamiin, aamiin, bi hurmati ‘l-Habib, wa bi sirri suurati ‘l-Faatihah.